Quantcast
Channel: Muhammad Qul Amirul Hakim
Viewing all 343 articles
Browse latest View live

DALIL DOA AKHIR TAHUN DAN AWAL KHATAM

$
0
0
DALIL DOA AKHIR TAHUN DAN AWAL KHATAM

Oleh : Ustaz Muhammad Idrus Ramli

SOAL: “Apakah doa akhir tahun dan awal tahun ada dalilnya?

JAWAB: “Ya jelas ada dalilnya. Masakan doa tidak ada dalilnya. Di dalam al-Qur’an Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ (60)

“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghafir : 60).

Ayat di atas memberikan pesanan agar kita selalu berdoa kepada Allah, dan Allah menjanjikan akan mengabulkan doa kita. Sedangkan orang yang sombong dari menyembah-Nya seperti tidak mahu berdoa kepada-Nya, diancam dimasukkan ke neraka Jahanam.

Perintah berdoa dalam ayat di atas bersifat mutlak dan umum. Karena itu berdoa pada akhir tahun dan awal tahun, masuk dalam keumuman perintah ayat tersebut.”

SOAL: “Tapi dalil khusus akhir tahun dan awal tahun kok tidak ada.”

JAWAB: “Ada, yaitu diqiyaskan dengan doa awal waktu dan akhir waktu. Misalnya doa pada awal bulan dan akhir bulan. Dalam kitab-kitab hadits diriwayatkan:

DOA AWAL BULAN

عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ: "اَللهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ "رواه الدارمي والترمذي وقال: حديث حسن

Dari Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hilal (bulan pada tanggal 1, 2 dan 3), maka beliau berdoa: “Ya Allah, perlihatlah bulan ini kepada kami dengan kebahagiaan, keimanan, keselamatan dan keislaman. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1730] dan al-Tirmidzi [3451]. Al-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan”.).

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : "اَللهُ أَكْبَرْ ، اَللّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَمِ ، وَالتَّوْفِيْقِ لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى ، رَبُّنَا وَرَبُّكَ اللهُ ". رواه الدارمي

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hilal, maka berdoa: “Allah Maha Besar. Ya Allah, perlihatkanlah bulan ini kepada kami dengan keamanan, keimanan, keselamatan, keislaman dan pertolongan pada apa yang Engkau cintai dan Engkau ridhai. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah.” (HR. al-Darimi [1729]).

عَنْ قَتَادَةَ ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ، أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلاَلَ قَالَ : "هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، هِلاَلُ خَيْرٍ وَرُشْدٍ ، آَمَنْتُ بِاللهِ الَّذِيْ خَلَقَكَ "، ثلاث مرات ، ثم يقول : "اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ ذَهَبَ بِشَهْرِ كَذَا وَجَاءَ بِشَهْرِ كَذَا ". رواه ابو داود

Dari Qatadah, bahwa telah sampai kepadanya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila melihat hilal, maka berdoa: “Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Semoga bulan ini membawa kebaikan dan petunjuk. Aku beriman kepada Allah yang telah menciptakanmu.” Sebanyak tiga kali, kemudian berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah membawa pergi bulan ini, dan datang dengan bulan ini.” (HR. Abu Dawud [5092]).

Hadits-hadits di atas menunjukkan anjuran membaca doa pada awal bulan, setelah perginya bulan sebelumnya. Doa akhir tahun dan awal tahun, dianjurkan juga, dengan diqiyaskan pada doa awal bulan di atas. Di sisi lain, dalam kitab-kitab hadits juga disebutkan doa-doa yang dianjurkan pada awal terbitnya Matahari dan setelah terbenamnya Matahari, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab tentang doa dan dzikir, seperti kitab al-Adzkar karya al-Imam an-Nawawi dan semacamnya. Wallahu a’lam.

SOAL: “Kalau dalil doa akhir tahun dan awal tahun tersebut didasarkan pada dalil qiyas, apakah hal ini  dibenarkan?”

JAWAB: “Ya tentu  dibenarkan. Qiyas dalam ibadah telah dilakukan oleh para ulama sejak generasi salaf, para sahabat, ahli hadits dan para imam madzhab, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Bukhari dan lain-lain. Bahkan Syaikh Ibnu Baz juga banyak melakukan qiyas dalam bab ibadah, sebagaimana dapat dibaca dalam sebagian fatwa-fatwa beliau.

SOAL: “Apakah penjelasan khasiat doa akhir tahun dan awal tahun tersebut dapat dibenarkan?”

JAWAB: “Ya tentu saja  dibenarkan. Khasiat ayat al-Qur’an, doa dan dzikir telah diakui oleh seluruh ulama. Syaikh Ibnu Qayyimil Jauziyyah, murid terkemuka Syaikh Ibnu Taimiyah, panutan kaum Wahabi-(bukan-Salafi), berkata:

وَمِنَ الْمَعْلُوْمِ أَنَّ بَعْضَ الْكَلامِ لَهُ خَوَاصُّ وَمَنَافِعُ مُجَرَّبَةٌ فَمَا الظَّنُّ بِكَلامِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ الَّذِيْ فَضْلُهُ عَلَى كُلِّ كَلامٍ كَفَضْلِ اللهِ عَلَى خَلْقِهِ الَّذِيْ هُوَ الشِّفَاءُ التَّامُّ وَالْعِصْمَةُ النَّافِعَةُ وَالنُّوْرُ الْهَادِيْ وَالرَّحْمَةُ العَامَّةُ الَّذِيْ لَوْ أُنْزِلَ عَلَى جَبَلٍ َتَصَدَّعَ مِنْ عَظَمَتِهِ وَجَلالَتِهِ قَالَ تَعَالَى وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ للمؤمنين [ الإسراء: 82 ] وَ مِنْ هَا هُنَا لِبَيَانِ الْجِنْسِ لاَ لِلتَّبْعِيْضِ هَذَا أَصَحُّ الْقَوْلَيْنِ. (ابن القيم، زاد المعاد في هدي خير العباد، 2/162).

“Dan telah dimaklumi bahwa sebagian perkataan manusia memiliki sekian banyak khasiat dan aneka kemanfaatan yang dapat dibuktikan. Apalagi ayat-ayat al-Qur’an selaku firman Allah, Tuhan semesta alam, yang keutamaannya atas semua perkataan sama dengan keutamaan Allah atas semua makhluk-Nya. Tentu saja, ayat-ayat al-Qur’an dapat berfungsi sebagai penyembuh yang sempurna, pelindung yang bermanfaat dari segala marabahaya, cahaya yang memberi hidayah dan rahmat yang merata. Dan andaikan al-Qur’an itu diturunkan kepada gunung, niscaya ia akan pecah karena keagungannya. Allah telah berfirman: “Dan kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. al-Isra’: 82). Kata-kata “dari al-Qur’an”, dalam ayat ini untuk menjelaskan jenis, bukan bermakna sebagian menurut pendapat yang paling benar. (Ibn al-Qayyim, Zad al-Ma’ad, 2/162).

Perhatikan, dalam pernyataan di atas, Syaikh Ibnu Qayyimil Jauziyyah menjelaskan bahwa khasiat doa dan dzikir termasuk hal yang dimaklumi di kalangan umat Islam. Bagi yang tidak percaya dengan khasiat tersebut, tangisilah dirinya, karena telah menyimpang dari kemakluman yang diakui dalam agama.”

SOAL: “Dari mana untuk mengetahui khasiat ayat al-Qur’an, doa dan dzikir?”

JAWAB: “Sebahagian dari hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebahagian juga dari pengalaman orang-orang soleh dan ilham yang diterima oleh para auliya atau orang-orang yang ma’rifat kepada Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh as-Suyuthi dalam al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an.”

SOAL: “Apakah kepercayaan terhadap khasiat yang diperoleh dari kaum para auliya dan orang-orang soeh tidak merosakkan akidah Islam.”

JAWAB: “Tidak merosakkan. Bahkan mempercayai khasiat yang diperoleh dari pengalaman dan ilham para auliya dan orang soleh termasuk bahagian dari akidah umat Islam. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah dalam al-‘Aqidah al-Wasithiyyah.”

SOAL: “Siapa dari kalangan ulama yang menganjurkan doa akhir tahun dan awal tahun?”

JAWAB: “Ya banyak sekali, terutama ulama Timur Tengah dan seluruh dunia. Anda boleh baca dalam kitab Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrahu al-Shudur, karya Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki al-Syafi’i, (1277-1335 H).”

Wallahu a’lam.

KENAPA ISTAWA TIDAK DITERJEMAH KEPADA 'BERSEMAYAM'?

$
0
0
KENAPA ISTAWA TIDAK DITERJEMAH KEPADA 'BERSEMAYAM'?

HAZA jawab:
Perkataan Istawa' merujuk kepada pada ayat:
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى [طه:5]

Ayat ini merupakan ayat mutasyabihah seperti yang disebutkan pada ayat:

هُوَ الَّذِيْ اَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتبَ مِنْهُ ايتٌ مُحْكَمتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتبِ و اُخَرُ مُتَشبِهتٌ
"Dialah yang telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu, diantaranya ada ayat-ayat muhkamat yang merupakan induk dan lainnya mutasyabihat." (Ali Imran: 7)

Imam Al-Khatabi menjelaskan mengenai ayat dengan katanya:
هذه الآية مشكلة جداً وأقاويل المتأولين فيها مختلفة
"Ayat ini sangat sukar, dan pendapat ahli takwil mengenainya berbeza-beza" ('Ilaam Al-Hadith, 3/1824)

Maka, dapat ayat al-Quran terbahagi kepada dua iaitu:
i)  Muhkam (Tetap)
ii) Mutasyabihat (Samar)
- - - - - - - - - -
Apakah takrifannya?

HAZA jawab:
i)  Muhkam : Suatu ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan jelas berdasarkan lafaznya serta mudah difahami.
ii) Mutasyabihat : Suatu lafaz yang maksudnya samar, tidak jelas dan sukar difahamk kerana mengandungi tafsiran yang berbeza-beza.

Manakala, Syeikh Manna' Al-Qathan memberi takrifan ringkas iaitu:
المحكم : ما لايحتمل إلا وجها واحدا
والمتشابه : ما احتمل أوجها
"Al-Muhkam: Perkara yang difahami dengan satu makna sahaja."
"Al-Mutasyabih: Perkara yang difahami dengan beberapa makna"

Oleh itu, jelaslah bahawa ayat Mutasyabihah mengandungi makna yang samar-samar kerana terdapat kepelbagaian makna atau disebut sebagai المشترك اللفظي (Perkongsian lafaz).
- - - - - - - - - -
Apakah maksud Al-Musytarak Al-Lafdzi?

HAZA jawab:
Sedikit pengenalan mengenai Al-Musytarak Al-Lafdzi, takrifannya di sisi Imam Abu Ali Al-Farisi ialah:
اتفاق اللفظين واختلاف المعنيين
"Dua lafaz yang bersepakat (sama) tetapi berbeza pada makna" (Al-Mukhashah, 259)

Maka, berinteraksi dengan ayat Mutasyabihah adalah berbeza dengan ayat Muhkam. Hal ini disebabkan Allah telah menyatakan kepada kita ayat Al-Quran ada dua jenis. Apabila terdapat dua jenis, maka sudah tentu ada perbezaan pada cara memahami dan cara kita berinteraksi dengan keduanya.

Sepertimana Allah berfirman mengenai الصيام maka kita boleh terus fahami sebagai 'Puasa'. Manakala apabila Allah berfirman mengenai استوى kita tidak boleh terus fahami sebagai 'Bersemayam'. Hal ini kerana perbezaan pada konsep ayat.
i) الصيام adalah ayat Muhkamah
ii) استوى adalah ayat Mutasyabihah
- - - - - - - - - -
Bagaimanakah cara berinteraksi dengan ayat Mutasyabihah?

HAZA jawab:
Dalam berinteraksi dengan ayat Mutasyabihah, ada dua cara yang diamalkan oleh Ahli Sunnah Wal Jamaah iaitu:
i) Salaf : Tafwidh (التفويض) iaitu serah maksudnya kepada Allah.
ii) Khalaf : Takwil (التأويل) menurut Al-Imam Al-Jurjani ialah memalingkan makna zahir kepada makna lain yang masih dapat dikandungnya, yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah (At-Ta‘rifât, 50).

Oleh itu, kalimah Istawa difahami seperti berikut:
i) Salaf (التفويض): Dikenali sebagai التأويل الأجمالى
* Beriman dengan kalimah Istawa daripada Al-Quran
* Kemudian diserah maksudnya kepada Allah tanpa meletakkan sebarang makna.

ii) Khalaf (التأويل): Dikenali sebagai التأويل التفصيلي
* Beriman dengan kalimah Istawa daripada Al-Quran
* Kemudian ditakwilkan kepada Istaula (استولى) yang bermaksud menguasai.
- - - - - - - - - - -
Kenapa ulama Khalaf mentakwil kepada Istaula?

HAZA jawab: Telah dijelaskan oleh Imam Az-Zabidi di dalam kitabnya Tajul Arus syarhul Qamus:

قالَ الرَّاغبُ : ومَتَى ما عُدِّي بعلى اقْتَضَى مَعْنى الاسْتِيلاءِ كقوْلِه ، عزَّ وجلَّ : { الرَّحْمن على العَرْشِ اسْتَوى } ؛ ومنه قَوْل الأَخْطَل أَنْشَدَه الجوهرِيُّ : قَدِ اسْتَوَى بِشْرٌ على العِرَاق ... ] .

"Dan berkata Ar-Raghib (dalam kitab Al-Mufradat): Dan ketika Istawa mutaadi dengan huruf 'Ala maka makna yang ditentukan ialah Istiila', seperti firman Allah:  (Ar-Rahman alal arsyi istawa), dan di antaranya adalah perkataan Al-Akhthal yang disyairkan oleh Al-Jauhari; (Telah menguasai Bisyr atas negara Iraq)"

Secara ringkasnya, Istawa dimaknakan dengan Istaula kerana kalimah Istawa (استوى) telah didahului kalimah Ala (على).

Selain itu, Istawa juga mempunyai beberapa maksud seperti:
a) اعْتَدَلَ : lurus
b) صعد : menuju
c) ظهر : jelas
d) الرَّجُلُ : lelaki
e) التمام : lengkap @ sempurna
f) جلس : duduk  @ bersemayam
g) استقر : menetap
h) نضج : Telah masak
i) قهر : Mengerasi
j)  ملك و استولى : Memiliki dan Menguasai

Berdasarkan sepuluh makna ini, hanya dua sahaja yang layak dinisbahkan kepada Allah iaitu:
i) Mengerasi (القهر) kerana antara nama Allah ialah Al-Qahar (القهار).
ii) Menguasai (استولى) kerana antara nama Allah ialah Al-Malik (الملك).
- - - - - - - - -
Bolehkah mentakwil ayat Al-Quran?

HAZA jawab:
Dibolehkan berdasarkan hadis riwayat Ibnu al-Mundziri:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ :(وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ اِلاَّ اللهُ وَ الرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ) قَالَ: اَنَـامِمَّنْ يَعْلَمُوْنَ تَـأْوِيْـلَهُ.(رواه ابن المنذر)

"Dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: 'Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya'. Berkata Ibnu Abbas: 'Saya adalah di antara orang yang mengetahui takwilnya."

Sesiapa yang mengkafirkan orang yang mentakwil ayat Al-Mutasyabihah maka dia telah mengkafirkan para Imam seperti Imam Nawawi dan Imam Suyuthi. Bahkan dia telah menkafirkan sahabat Nabi iaitu Ibnu Abbas.
- - - - - - - - - - -
Bolehkah tidak takwil?

HAZA jawab:
Boleh kerana itu adalah cara ulama Salafussoleh berinteraksi dengan ayat Mutasyabihah seperti kata Imam Ibnu Suraij (penerus manhaj Salaf, w.306)

ولا نترجم عن صفاته بلغة غير العربية ونسلم الخبر الظاهر والآية لظير تنزيلها

"Dan kami tidak menterjemahkan sifat-sifat Allah dengan selain bahasa Arab serta kami serahkan (tafwidh) khabar yang zahir dan ayat-ayat kepada zahir diturunkannya (nash-nash sifat)."

Inilah aqidah Salafussoleh yang sebenar. Mereka tafwidh, serah makna kepada Allah tanpa sebarang terjemahan atau penentuan makna.

Apabila nash al-Quran sebut istawa,mereka katakan istawa. Apabila nash al-Quran sebut Yad, mereka katakan Yad. Tanpa sebarang definisi dan penjelasan. Mereka menafikan tasybih (penyamaan dengan makhluk) dan tajsim (menjisimkan Allah).
- - - - - - - - - -
Bagaimana pula jika seseorang menterjemahkan ayat Mutasyabihah?

HAZA jawab:
Orang yang menterjemahkan ayat Mutasyabihah secara zahir adalah orang jahil.

Kita sudah memahami bahawa Muhkam dan Mutasyabihah adalah berbeza. Penterjemahan zahir adalah kaedah pada Muhkam, bukan untuk Mutasyabihah.

Di akhir zaman ini, wujud manusia yang 'melabelkan' diri sebagai golongan Salaf. Sedangkan mereka adalah golongan SALAH.
* Salaf Tulen mereka mengamalkan Tafwidh.
* Salaf Palsu pula mengamalkan Tathbit.

Tathbit ialah kaedah mengithbatkan (menetapkan) zahir makna. Seperti kalimah Yadd diithbatkan kepada 'tangan'. Dan kalimah Istawa diithbatkan kepada 'menguasai'.

Mereka ini juga dikenali sebagai golongan yang beramal dengan 'Takwil yang menyalahi syarak' (التأويل يخرق الشرع). Kenapa dikatakan begitu?

Sebagai contoh, kalimah Istawa mempunyai beberapa makna, antaranya sepuluh yang disenaraikan di atas.

i) Salaf : Mereka menyerahkan maknanya kepada Allah.

ii) Khalaf: Mentakwilkan dengan dua makna yang layak bagi Allah iaitu Istaula (Menguasai) dan Qahara (Mengerasi).

iii) Salaf palsu: Mentakwilkan dengan makna yang tidak layak bagi Allah iaitu Jalasa (duduk/bersemayam).

Mereka dakwa, mereka beramal dengan Tafwidh. Sedangkan mereka telah menentukan makna kepada Istawa. Mereka telah menentukan makna Istawa iaitu bersemayam. Maka jelas bahawa mereka bukan Salaf tetapi golongan SALAH.

Pendirian mereka bersalahan dengan perkataan Imam Ibnu Suraij:

ولا نترجم عن صفاته بلغة غير العربية ونسلم الخبر الظاهر والآية لظير تنزيلها

"Dan kami tidak menterjemahkan sifat-sifat Allah dengan selain bahasa Arab serta kami serahkan (tafwidh) khabar yang zahir dan ayat-ayat kepada zahir diturunkannya (nash-nash sifat)."
- - - - - - - - - -
Kenapa Istawa' tidak diterjemah kepada 'Bersemayam'?

HAZA jawab:
Kerana 'Bersemayam' membawa maksud duduk atau tinggal seperti yang dijelaskan dalam Kamus Dewan.

Menetapkan bahawa "Allah duduk atas Arasy" adalah aqidah Mujassimah dan Musyabihah. Golongan Mujassimah adalah kufur kerana menjisimkan Allah taala. Sedangkan Allah berfirman:
ليس كمثله شئ
"Tiada sesuatupun menyamai-Nya"

Menetapkan Allah bertempat adalah, suatu pendustaan terhadap Allah. Kerana manusia dan seluruh makhluk bertempat maka mustahil bagi Allah bertempat.

Manakala hadis sahih menyatakan:
كان الله ولم يكن شئ غيره
“Allah wujud azali dan tiada suatu pun selain-Nya” (HR Bukhari & Baihaqi)

Hadis ini dihuraikan oleh Amirul Mukminin Fil Hadis Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani:
والمراد بكان الاول الازلية
“Dan maksud (kana) dalam lafaz yang pertama ialah keazalian”
(Fath Al-Bari, juz.6, ms.334, cet.Dar Ar-Rayyan)

Maksud keazalian:
* kewujudan tanpa didahului oleh ketiadaan dan kewujudan tanpa permulaan.

☆ Maka difahami, sejak azali lagi Allah wujud tanpa ada sesuatu bersama kewujudan-Nya. Tiada Arasy, tiada air, tiada langit, tiada cahaya, tiada tempat dan tiada kesemua makhluk.

☆ Ini suatu dalil jelas bahawa Allah wujud (sejak azali) tanpa ada tempat. Sekalipun selepas dijadikan langit dan Arasy Allah tidak berada di atas Arasy.

Namun, apabila “salafussoleh” melayu cuba transform menjadi Salafussoleh tiga kurun terbaik, mereka yang melayu ini gemar untuk menterjemahkan istawa dengan makna bersemayam.

♢ Kamus Dewan Bahasa & Pustaka mentakrifkan “bersemayam” dengan makna duduk.

☆ Maka jelaslah bahawa Salahpi Malaysia mahu menetapkan Allah “duduk” atas Arasy. Hal ini bercanggah dengan kata-kata Ulama muktabar seperti:

1) Imam Ibnu Hibban
كان-الله-ولا زمان ولا مكان
“Allah ada azali, tanpa masa dan tanpa tempat” (Sahih Ibn Al-Hibban, juz.8, ms.4)

2) Imam Syafie
من قال او اعتقد ان الله جالس على العرش فهو كافر
“Sesiapa berkata atau beritiqad Allah duduk atas Arasy maka dia menjadi kafir” (Najm Al-Muhtadi Wa Rajm Al-Muhtadi,ms.551)

3) Imam Abu Hasan Al-‘Asyari
كان الله ولا مكان فخلق العرش والكرسي ولم يحتج الى مكان. وهو بعد خلق المكان كما كان قبل خلقه.
“Kewujudan Allah azali dan tanpa bertempat, kemudian Allah mencipta Arasy dan Kursi dan Dia tidak berhajat kepada tempat. Kewujudan-Nya setelah menciptakan tempat sebagaimana kewujudan-Nya sebelum menciptakan tempat (iaitu Allah tidak bertempat)” (Tabyin Kazib Al-Muftari, ms.150)

Perhatian:
* Salafussoleh berpegang Allah istawa dengan yakin tanpa persamaan dengan makhluk. Kemudian mereka serahkan makna kepada Allah.
* Salapi melayu berpegang Allah bersemayam dengan yakin tanpa menghiraukan berlaku persamaan dengan makhluk. Kemudian mereka serahkan kaifiyyat (cara) Allah bersemayam. Ini BIDAAH DALAM AQIDAH.

Bersambung pada siri kedua...

Disediakan oleh: Hafiz Al-Za'farani (HAZA)

PESANAN:
Tidak halal teks ini di'copy' melainkan dikekalkan keseluruhan teks tanpa penambahan atau pengurangan.

BUBUR ASYURA'

$
0
0
BUBUR ASYURA'

KEUTAMAAN ASYURA'

Tersebut di dalam kitab Mukasyafah al-Qulub hal.263 susunan Imam al-Ghazali disebutkan:

"Dan telah datang athar yang banyak pada keutamaan hari Asyura', antaranya (adalah kerana - pada hari tersebut):

Diterima taubat Nabi Adam عليه السلام; diciptakan Nabi Adam; Adam عليه السلام dimasukkan ke dalam syurga; ‘arasy, kursi, langit, bumi, matahari, bulan dan bintang-bintang diciptakan; Nabi Ibrahim عليه السلام dilahirkan dan diselamatkan daripada api Raja Namrud; selamatnya Nabi Musa عليه السلام dan pengikutnya dari (dikejar fir’aun); tenggelamnya fir’aun dan tenteranya; Nabi ‘Isa عليه السلام dilahirkan dan diangkatkan ke langit; Nabi Idris عليه السلام diangkat ke tempat yang tinggi; berlabuhnya bahtera Nabi Nuh عليه السلام di atas bukit Judi; dikurniakan kepada Nabi Sulaiman عليه السلام sebuah kerajaan yang besar; dikeluarkan Nabi Yunus dari perut ikan; dikembalikan penglihatan Nabi Ya’kub (yang kabur sebelumnya); dikeluarkan Nabi Yusuf عليه السلام dari telaga; disembuhkan penyakit Nabi Ayyub عليه السلام dan hujan yang pertama diturunkan dari langit ke bumi.

Manakala di dalam Kitab Hasyiah I’anah al-Tolibin karangan Sayyid Bakri al-Syato hal.417/2, antara peristiwa-peristiwa yang terjadi pada hari Asyura' adalah ;

"Nabi Adam عليه السلام bertaubat kepada Allah dan taubat baginda diterima; Nabi Idris عليه السلام diangkat oleh Allah ke tempat yang tinggi; Nabi Nuh عليه السلام diselamatkan Allah keluar dari perahunya; Nabi Ibrahim عليه السلام diselamatkan Allah dari api Raja Namrud; Allah menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa عليه السلام; Nabi Yusuf عليه السلام dibebaskan dari penjara; Penglihatan Nabi Yaakub عليه السلام yang kabur dipulihkan Allah kembali; Nabi Ayyub عليه السلام disembuhkan Allah dari penyakitnya; Nabi Yunus عليه السلام selamat keluar dari perut ikan Nun; Kesalahan Nabi Daud diampuni Allah; Nabi Sulaiman عليه السلام dikurniakan kerajaan yang besar; Hari pertama Allah menciptakan alam; Hari pertama Allah menurunkan rahmat ke bumi; Hari pertama Allah menurunkan hujan dari langit; Allah menjadikan ‘arasy; Allah menjadikan Luh Mahfuz; Allah menjadikan qalam; Allah menjadikan malaikat Jibril عليه السلام; Nabi Isa عليه السلام diangkat ke langit ………"

ASAL-USUL BUBUR 'ASYURA' MASYARAKAT MELAYU

Salah satu tradisi yang diadakan di kampung-kampung setiapkali menjelang bulan Muharram adalah membuat bubur Asyura'.

Adapun mengenai tradisi ini ada disebut di dalam Kitab Risalah al-Musalsal al-Amiriyyah yang dicetak bersama-sama syarahannya pada halaman 26;

“Begitu juga apa yang dilakukan oleh sebahagian orang daripada memasak bubur (pada hari Asyura) adalah merupakan suatu perkara bidaah. Asal-usulnya adalah bersandarkan kepada apa yang berlaku kepada Nabi Nuh عليه السلام tatkala baginda keluar dari kapal pada hari ‘Asyura’, orang-orang yang bersama baginda telah mengadu kelaparan. Lalu dikumpulkan saki baki bekalan mereka yang terdiri daripada pelbagai bijiran-bijiran seperti beras, kacang dal dan sebagainya. Setelah itu mereka pun memasak bijiran-bijiran tersebut di dalam periuk lalu mereka pun makan sehingga ia menyenyangkan mereka. Oleh itu, ia adalah merupakan makanan yang pertama dimasak di atas muka bumi selepas berlakunya taufan. Maka berdasarkan peristiwa ini, manusia telah menjadikan ianya sebagai suatu anjuran pada hari tersebut (Asyura’). Hal ini TIDAK MENGAPA dilakukan terutamanya perbuatan memberi makan kepada orang-orang faqir dan miskin adalah merupakan sebahagian tausi’ah (meluaskan belanja) bagi mereka yang mampu dan tidak mampu. Maka perluaskankanlah akhlaknya bersama kaum kerabat dan keluarga serta maafkanlah orang-orang yang menzaliminya kerana terdapat athar berkaitan hal tersebut.”

Hal ini juga telah disebutkan di dalam Kitab Jam'u al-Fawaid wa Jawahir al-Qalaid yang dikarang oleh al-‘Allamah Syeikh Daud bin ‘Abdullah al-Fatani pada halaman 132:

“(Dan kata) Syeikh Ajhuri dan aku lihat bagi orang yang lain nasnya bahawasanya (Nabi) Nuh (عليه السلام) tatkala turunnya dari safinah (bahtera) dan orang yang sertanya mengadu kepadanya dengan lapar dan telah habis segala bekal mereka itu. Maka menyuruh akan mereka itu bahawa mendatangkan dengan barang yang lebih daripada bekal mereka itu. Maka mendatangkan ini dengan segenggam gandum, dan ini dengan kacang ‘adas dan ini dengan kacang ful (pol) dan ini dengan setapak tangan kacang himmasun (kacang kuda) hingga sampai tujuh biji-bijian bagi jenisnya dan adalah ia pada hari Asyura', maka mengucap Nabi Nuh عليه السلام dengan bismillah dan dimasakkan dia, maka sekaliannya dan kenyang mereka itu dengan berkat Sayyiduna Nuh عليه السلام . Firman Allah Taala:

قيل يا نوح اهبط بسلام منا وبركات عليك وعلى أمم ممن معك وأمم سنمتعهم

(Maksudnya) Dikatakan: Hai Nuh, turunlah olehmu dengan sejahtera daripada kami dan berkat atasmu dan atas umam (umat-umat) sertamu dan umam (umat-umat) yang kami sukakan mereka itu. (Surah Hud: 48)

(Dan) adalah demikian ini pertama-tama makanan yang dimasakkan di atas muka bumi kemudian daripada taufan. Maka mengambil segala manusia akan dia sunat pada hari Asyura' dan adalah padanya itu pahala yang amat besar bagi orang yang mengerjakan yang demikian itu dan memberi makan segala fuqara (orang-orang yang faqir) dan masakin (orang-orang yang miskin), maka dinamakan bubur Asyura'. Dan jika bidaah sekalipun, (maka ia) bidaah hasanah dengan qasad itu."

Disebutkan dalam kitab:

1. Hasyiah I'anah al-Tolibin (al-Sayyid al-Bakri hal.417/2)

2. Nihayah al-Zain (Syeikh Nawawi Banten hal.192)

3. Nuzhatul Majalis (Syeikh Abdul Rahman al-Usfuri hal.172)

4. Jam'ul Fawaid ( Syeikh Daud al-Fatani hal.132);

"Bahawasanya tatkala bahtera Nabi Nuh alaihissalam berlabuh di bukit Judi pada hari Asyura', maka berkatalah baginda kepada umatnya :

"Himpunkan apa yang kamu miliki daripada makanan yang lebih. Maka dibawalah satu genggam daripada kacang Baqila' iaitu kacang ful dan satu genggam kacang Adas dan Ba'ruz dan tepung dan kacang Hinthoh sehingga menjadi tujuh jenis biji bijian yang dimasak"

Maka berkata Nabi Nuh alaihissalam; "Masaklah sekaliannya kerana kamu sudah mendapat kesenangan sekarang."

Maka berdasarkan kisah inilah sebahagian kaum muslimin menjadikan makanan mereka itu daripada biji bijian yang dinamakan BUBUR ASYURA' (bubur yang dimasak sempena hari kesepuluh dalam bulan Muharam). Itulah masakan yang pertama dimasak di atas permukaan bumi setelah berlakunya banjir besar dan taufan yang melanda bumi.

Syeikh Ibn Hajar al-'Asqolani bersyair dengan katanya;

في يوم عاشوراء سبع تهرس بر أرز ثم ماش عدس
وحمص ولوبيا والفول هذا هو الصحيح والمنقول
"Pada Hari Asyura' terdapat tujuh yang dimakan iaitu Gandum (tepung), Beras, kemudian Kacang Mash (kacang kuda) dan Kacang Adas (kacang dal).
Dan Kacang Himmas (kacang putih) dan Kacang Lubia ( sejenis kacang panjang) dan kacang Ful. Inilah kata-kata yang sohih dan manqul (yang dinukil daripada kata-kata ulamak)."

Daripada apa yang dibahaskan di atas, maka difahami bahawa sejarah BUBUR ASYURA' ini diambil daripada peristiwa arahan dan perintah Nabi Nuh as kepada umatnya ketika dahulu.

Oleh itu, adakah salah bagi kita mengambil apa yang dilaksanakan oleh umat terdahulu dan apa yang diarahkan oleh Nabi Nuh alaihissalam kepada umatnya untuk kita pula laksanakannya?

Perkara ini bukanlah termasuk dalam hukum hakam yang ada nasakhnya dalam Syariat Islam. Ianya hanya sekadar kisah dan peristiwa yang perlu diambil iktibar dan dihayati oleh umat manusia dan seterusnya beriman dan menghampirkan diri kepada Allah Taala dengan sebenar-benar taqwa.

Andai arahan tadi merupakan suatu perintah, maka kita mengatakan ia merupakan al-Syar'u Man Qablana iaitu perkara syariat yang berlaku pada zaman dan umat terdahulu yang tidak dinasakhkan untuk menjadikan iktibar dan panduan hidup berterusan umat akan datang.

Maka BUBUR ASYURA' merupakan salah satu daripada perkara yang disebutkan sebagai al-Syar'u Man Qablana yang boleh kita amalkan dalam kehidupan kita dan ia tidaklah di anggap sebagai suatu BIDAAH atau perkara yang bertentangan dengan kehendak syariat.

Tanggapan sebahagian orang yang mengatakan perkara ini BIDAAH dan adat semata-mata adalah tidak benar. Adat juga boleh menjadi ibadah andai perkara seperti memasak BUBUR ASYURA' ini kita jadikan sebagai amalan untuk mengingati dan menghayati peristiwa yang berlaku di zaman Nabi Nuh alaihissalam. Kerana kelalaian dan lupa dengan tuntutan beragama, dan disebabkan menuruti kehendak nafsu yang rakus, maka Allah tenggelamkan mereka sehingga tiada suatu pun yang tinggal dan disimpan untuk dimakan melainkan sedikit sahaja.

Maka tidak salah kita adakan Majlis Memasak BUBUR ASYURA' dengan penghayatan tersebut dan bertujuan untuk memberi makan kepada keluarga, faqir miskin yang sangat memerlukan dan menjamu orang yang berbuka puasa dan sebagainya. Ia akan dihitung sebagai Ibadah yang mulia di sisi Allah Taala Insya Allah.

Hal ini juga bertepatan dengan riwayat Imam al-Tabarani dan Imam al-Baihaqi yang telah meriwayatkan daripada Sayyidina Abu Sa`id al-Khudri, Sayyidina Abu Hurairah, Sayyidina Jabir dan Sayyidina Ibn Mas`ud r.'anhum bahawa Junjungan solallahu alaihi wa sallam bersabda:

"Sesiapa yang memberi keluasan / kelapangan (keluasan rezeki) kepada keluarganya pada hari Asyura`, maka Allah akan meluaskan rezekinya sepanjang tahun tersebut."

Berhubung hadis ini, para muhaddisin berbeza pendapat berkaitan statusnya, ada yang mensabitkannya dan ada yang mendhaifkan. Imam al-Suyuti dalam "al-Durar al-Muntathirah" halaman 186 menyatakan hadis ini sebagai thabit dan sahih.

Imam Ibn Rejab al-Hanbali menulis dalam "Latoif al-Ma’arif" halaman 113, bahawa Imam Sufyan bin 'Uyainah berkata:

"Kami telah mengamalkan hadis ini selama 50 atau 60 tahun, maka tidak kami lihat melainkan kebaikan.”

اليسع
والله أعل
https://m.facebook.com/madrasahsunnionlineMSO/posts/906382766108549:0

JAWAPAN UNTUK MEREKA YANG MENOLAK TAKWIL YANG MENJADI AMALAN SALAF

$
0
0
Saya membaca respon alFadhil Us Mohd Hanif berkaitan isu akidah yg dibangkitkan Us Mashadi Masyuti. Isu ni isu besar bila kait isu akidah. Apatah lagi berpegang pada riwayat wahiyah pada persoalan akidah. Isu ni isu berat. Sesiapa yg nak baca, kena sabar baca sampai habis. Lihat di bawah. Walau dulunya dia Ustaz yg kita hormati, bila tergelincir, wajib dijawab.

Penyelidik  Ahlussunnah Research Group (ARG) juga bagus menjawab dakwaan dapatan kekeliruan Mashadi Masyuti, antaranya di https://www.facebook.com/ARG.johor/posts/1287992787898295

اللهم أرنا الحق حقا وارقنا اتباعه، وأرنا الباطل باطلا وارزقنا اجتنابه

Allahu al-musta'an.

--—---—-----------------------------------

JAWAPAN UNTUK MEREKA YANG MENOLAK TAKWIL YANG MENJADI AMALAN SALAF – OLEH US MOHD HANIF (LOBAI SAHAK) YANG MENGAJI KAMPUNG AJA.

Mereka berkata:

Abu Hanifah berkata: Allah mempunyai tangan …………… Kita tidak boleh mengatakan tangan Allah adalah kuasa-Nya atau nikmat-Nya kerana yang demikian itu bererti kita telah membatalkan sifat Allah …………

MASHADI dan Wahhabi tidak membenarkan mentakwil mana-mana sifat Allah sedangkan Saidina Ibn Abas sendiri mentakwilkan sifat Allah .

IBN ABBAS MEMBERIKAN TAKWILAN

 يوم يكشف عن ساق  ( Ayat 42 surah Al Qalam )
Ibn Abbas mentakwilkan الساق ( betis ) dengan perkataan الشدة ( terlalu takut ).

 والسماء بنينا ها بأيد وإنا لموسعون ( Surah Al Zaariat – ayat 47 )
Ibn Abbas mentakwilkan أيد ( tangan ) dalam ini dengan perkataan القوة ( kekuasaan )

Berkenaan takwilan Ibn Abbas di atas Wahabiah mempertikaikan perawi riwayat ini iaitu Muhammad Ibn Jahm Al Samiri dimana mereka mengatakan Ibn Jahm adalah seorang yang majhul .

Sebenarnya Muhammad Ibn Jahm merupakan seorang perawi yang boleh dipercayai lagi benar sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Abdullah bin Imam Ahmad degan katanya “ Aku tidak mengetahui tentang dirinya melainkan kebaikan  ” Ibn Hajar Al `Asqalani berkata : Aku tidak dapati dia sebagai seorang yang jauh ( cacat )

TAKWILAN IMAM AHMAD

روى الحافظ البيهقي عن الحاكم عن أبي عمرو بن السمّاك عن حنبل أن أحمد ابن حنبل تأول قول الله تعالى : "وجاء ربك "انه : جاء ثوابه ثم قال البيهقي وهذا اسناد لا
غبار عليه .

Ertinya : Al Hafiz Al Baihaqi telah meriwayatkan daripada Hakim , daripada Abi `Amr bin Sammak daripada Hanbal bahawa Ahmad bin Hambal telah mentakwil firman Allah "وجاء ربك " ( telah datang Tuhan kamu ) dengan perkataan جاء ثوابه ( telah datang pahala ) kemudian Al Baihaqi berkata : “Tidak terdapat kesamaran pada sanad ini”

TAKWILAN Al ASY`ARI

وان الله تعالى استوى على العرش على الوجه الذي قاله وبالمعنى الذي اراده, استواءً منزها عن المماسّة والإستقرار والتمكن والحلول والإنتقال, لا يحمله العرش بل العرش وحملته محمولون بلطف قدرته ومقهورون فى قبضته وهو فوق العرش وفوق كل شيء إلى النجوم الثرى فوقية لا تزيد قربا إلى العرش والسماء بل هو رفيع الدرجات عن العرش كما أنه رفيع الدرجات عن الثرى وهو مع ذلك قريب من كل موجود وهو أقرب إلى العبد من حبل الوريد وهو على كل شيء شهيد

Ertinya : Bahawasanya Allah Ta`ala beristiwa` di atas `Arays sebagaimana  rupa bentuk yang telah ia katakan dan dengan makna yang Ia kehendaki, Istiwa yang bersih daripada perkara-perkara yang didapati dengan pancaindera, bersiih daripada tetap pada sesuatu tempat, berhenti dan perpindahan. Dia tidak ditanggung oleh `Arays bahkan `Arays itu sendiri ditanggung oleh Malaikat dengan kehalusan kudrat-Nya dan berada dalam genggamannya dan Dia di atas `Arays dan di atas setiap sesuatu hingga ke bintang surayya ketinggian yang tidak bertambah hampir kepada `Arays dan langit bahkan Ia lebih tinggi darajat daripada `Arays sebagaimana lebih tinggi daripada surayya, meskipun begitu Dia hampir dengan sesuatu yang maujud dan lebih hampir kepada hamba berbanding urat merih dan Dia melihat semua perkara.

Kebanyakan naskhah yang berada di pasaran kini telah dibuang kata-kata  Imam Al Asy`ari berkaitan takwilan beliau. Seterusnya mereka cuba memasyhurkan bahawa Imam Al Asy`ari menarik balik takwilannya pada akhir hayat beliau dan beliau telah mengamalkan tafwid. Sedangkan kitab risalah Al Saghr yang terdapat padanya takwilan Imam Al Asy`ari itu adalah merupakan antara kitab-kitab terakhir karangan beliau.

SANDARAN YANG  KABUR TERHADAP ABI HANIFAH

Mereka menaqalkan bahawa Imam Abu Hanifah berkata : " Iman tidak bertambah dan tidak berkurang ".

Perkara ini diragui kerana tidak terdapat riwayat yang sahih lagi terang. Dinyatakan satu riwayat dalam kitab Syarah Aqidah Al Tahawi dengan sanad Abi Muti`i Al Balkhi daripada Nabi Shallallahu alaihi wassalam :

حدثنا محمد الفضل وأبو القاسم السابارذ قالا حدثنا فارس بن مردويه قال حدثنا محمد الفضل بن العبد قال حثنا يحيى بن عيسى قال حدثنا أبو مطيع عن حماد بن سلمة عن أبى المهزّم عن أبي هريرة قال : جاء وفد ثقيف إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا  رسول الله الإيمان يزيد وينقص؟ فقال: لا  الإيمان مكمل فى القلب زيادته كفر ونقصانه شرك

Ertinya : Muhammad Al Fadhl menceritakan kepada kami ……………………… daripada Isa daripada Abu Muti`I ………………….  daripada Abi Hurairah dia berkata : Rombongan Thaqif telah mengadap Rasullullah maka mereka bertanya : Adakah iman bertambah dan berkurangan ?Rasul menjawab : Tidak , iman sempurna dalam hati , bertambahnya kufur dan berkurang nya syirik.

Kalaulah aqidah Imam Abu Hanifah sama seperti dakwaan Wahabiah tentulah Ulama`-ulama` besar dari kalangan mazhab Hanafi seperti Ibrahim bin Yusuf dan Ahmad bin Imran akan menyebut perkara yang sama iaitu Iman tidak bertambah dan berkurang.

Kalau kita mengkaji dengan teliti kita akan dapati mereka ini berkata iman akan bertambah dan berkurang walhal mereka berdua adalah di antara Hanafiah yang terulung  .

Dari sana jelas kepada kita bahawa perkataan tentang iman tidak bertambah atau berkurang adalah datangnya dari pendusta Al Balkhi kemudian terus di sandarkan kepada Imam Abi Hanifah .

Pada dasarnya tidak ada percanggahan antara imam-imam empat dalam masalah ini. Tetapi apabila timbul aqidah-aqidah sesat pada zaman Abi Hanifah seperti Muktazilah dan di zaman imam-imam lain seperti Murjiah maka masing-masing mempertahankan aqidah yang tepat menurut Al Quran dan Sunnah. Berpunca dari sanalah memperlihatkan sedikit perbezaan di antara mereka. Ini berdasarkan keadaan semasa kerana Salaf  terpaksa menolak aqidah Murjiah dan Imam Abu Hanifah terpaksa manolak aqidah Muktazilah dan Murjiah dimana mereka mengatakan iman itu hanya Tasdiq ,iman tidak akan rosak kerana melakukan maksiat .

Ini memberi gambaran bahawa kebaikan tidak ada nilai, tak  salah kalau tidak berbuat kebaikan bahkan dosa tidak akan memberi mudharat kepada iman. Dengan demikian golongan Murjiah akan meninggalkan kebaikan dan meringankan dosa.

Maka Salaf terpaksa menolak pendapat tersebut dengan berkata bahawa iman akan bertambah dan berkurang. Iman menpunyai kaitan utama dengan amalan  sehingga pertambahan amalan akan menyebabkan bertambahnya iman begitulah sebaliknya. Salaf membuat kenyataan ini supaya orang kebanyakan tidak memadang ringan terhadap urusan amalan seharian dan berusaha menjauhkan diri dari maksiat.
Kemudian timbullah Abu Hanifah di zaman pemberontakan Khawarij dan fitnah Muktazilah . Mereka beri`itiqad bahawa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka.

Ini seolah-olah hanya amalan yang bersih daripada dosa besar sahaja yang dapat menyelamatkan seseorang dari neraka dan kekalnya iman. Maka untuk menolak pendapat tersebut Imam Abu Haniafah terpaksa berkata bahawa iman tidak bertambah kerana amalan baik dan tidak berkurangan kerana dosa. Keimanan diberi keutamaan walaupun amalan mempunyai kedudukan yang tinggi. Keimanan suatu yang ulung, bukan pengikut amalan bahkan kejayaan seseoang terletak diatasnya ( Iman ).Seseorang itu tidak beramal tetapi akhir kalamnya dengan kalimah tauhid maka ia akan masuk syurga. Tidak seperti sangkaan mereka bahawa meskipun beriman tetapi kerana  melakukan dosa ia akan kekal dalam neraka.

Pada masa itu jika Abu Hanifah terus dengan Ideologi salaf menentang murjiah pasti ia akan membantu metode pemikiran Muktazilah . Oleh itu Abu Hanifah terpaksa menukar tajuk utama salaf supaya mampu mempertahankan aqidah ahlus sunnah wal jamaah.

Dalam hal ini Al `Allamah Anuar Shah Kasymiri Hanafi menyebut dalam Faidhul Baari  :

إن الإمام الأعظم رحمه الله تعالى إنما نفى الزيادة والنقصان فى مرتبة محفوظة ولا ينفي مطلقا

Ertinya : Imam Abu Hanifah hanya menafikan bertambah atau berkurangnya  iman pada martabat yang tertinggi bukan menafikannya secara mutlak .

PEMBOHONGAN TERHADAP ABI HANIFAH

Mereka berkata:

Abu Hanifah berkata: Siapa yang berkata: Saya tidak tahu, adakah Allah itu di langit atau di bumi maka dia kafir……………………

Petikan asal ini ialah dari kitab al-`Uluw karangan al-Zahabi, ia  berbunyi :

قال الذهبي فى العلو : بلغنا عن أبي مطيع الحكم بن عبد الله البلخي صاحب الفقه الأكبر سألت أبا حنيفة عمن يقول : "لا أعرف ربي فى السماء او فى الأرض"فقال قد كفر لأن الله يقول الرحمن على العرش استوى لكن لا يدري العرش فى السماء او فى الأرض فقال إذا انكر أنه فى السماء فقد كفر. رواها صاحب الفاروق بإسناد عن أبي بكر نصير بن يحي عن الحكم.

Ertinya: Al Zahabi berkata dalam kitab al-`Uluw : telah sampai berita tentang Abi Muti`i Al Hikam bin Abdullah  Al Balkhi pengarang kitab al-Fiqhul al-Akbar bahawa dia telah bertanya Abu Hanifah tentang mereka yang berkata: “ Saya tidak tahu samada tuhan berada di langit atau di bumi” maka berkata Abu Hanifah dia telah kafir kerana Allah telah berkata الرحمن على العرش استوى  tapi dia pula tidak tahu Arasy itu di di langit atau di bumi dan dia telah berkata : apabila ia mengingkari bahawasanya Allah berada di langit maka dia telah kafir…

JAWAPAN

Kata-kata ini adalah satu pembohongan dan rekaan terhadap Abu Hanifah kerana perawi yang bernama Abu Muti`i adalah seorang  yang suka memalsukan sesuatu.

Tersebut dalam Lisan al-Mizan bagi Al  Asqalani ,

Ahmad bin Hambal berkata : “ Tidak patut diriwayatkan sesuatu daripadanya “. Abu Daud berkata : Mereka telah meninggalkan hadithnya.

Ibn `Adi berkata :  Beliau jelas daif dalam kebanyakkan hadith-hadith yang diriwayatkan olehnya dan tidak ada yang menyokongnya.

Abu Hatim pula berkata :  “ Dia adalah seorang Murjiah dan pembohong ”.

Dan Ibn Hajar berkata : “ Sesungguhnya Al Zahabi telah memutuskan bahawa dia telah memalsukan hadith “

IMAM MALIK

KESALAHAN tentang terjemahan istiwa` dengan makna bersemayam

Mereka berkata:Daripada Ja`afar Bin Abdullah katanya : Kami pernah berdekatan dengan Imam Malik lalu seorang lelaki bertanya kepada beliau : Wahai Abu Abdillah ,Allah yang maha pengasih bersemayam di atas `Arays, bagaimana Dia bersemayam……………………

Dalam kenyataan Salafiah Wahabi di atas didapati terjemahan istiwa dengan makna bersemayam. Ini merupakan satu kesalahan besar dan dianggap tak betul, kerana :

1. Perkataan bersemayam di dalam bahasa melayu bermaksud duduk di atas singgah sana ( lihat kamus dewan , 1993 , m.s 1153 ). Sifat ini tidak harus dikaitkan dengan Zat Allah Taala kerana ia membawa kepada makna tashbih ( menyerupai ) tamthil ( perumpamaan ) dan tajsim  terhadap zat Allah S.W.T. .

2. Maka bersemayam juga menafikan  konsep tafwidh yang dilakukan oleh ulama' salaf iaitu menyerah makna yang layak dengan kebesarannya tanpa mentafsirkan maknanya. Tak ada gunanya mentafwidkan kaifiatnya setelah kita menetapkan perbuatan tersebut dengan makna duduk ( bersemayam ).
Makna bersemayam hanya menepati bagi makhluk dan tak sesuai bagi Allah Ta`ala kerana Allah Ta`ala telah menyatakan ia tidak menyerupai makhluk. (  ليس كمثله شيء   )  Ertinya : Dia tidak menyerupai sesuatu .
Maha suci Allah daripada menyerupai makhluk. Tidak ada yang menetapkan istiwa ini dengan makna bersemayam ( duduk ) melainkan dengan tiga kumpulan iaitu

1. Al-Mujassimah
2. Al-Musyabbihah
3. Al-Salafiah Wahabiyyah

Imam Nawawi mengatakan di dalam kitab Raudhatut talibin ( m.s. 64 jld 10 ) bermaksud : Di antara perkara yang boleh menjadikan manusia murtad daripada agama Islam dan menjadi kafir ialah apabila seseorang itu menetapkan bagi Allah bersambung ( menyentuh ) dan bercerai dengan sesuatu.
Jadi apakah golongan As-salaf yang menetapkan istiwa dengan makna duduk ( bersemayam ),  atau ia datang daripada As-Salafiah Wahabiah ?

TAUHID IMAM MALIK  MENOLAK AKIDAH TAJSIM DAN TASHBIH

Mereka berkata:Daripada Ja`afar Bin Abdullah katanya : Kami pernah berdekatan dengan Imam Malik lalu seorang lelaki bertanya kepada beliau : Wahai Abu Abdillah ,Allah yang maha pengasih bersemayam di atas `Arays, bagaimana Dia bersemayam? Imam Malik menjawab : Tentang bagaimana Dia bersemayam tidak boleh di `akali ( ghair ma’qul ) , dan bersemayam-Nya bukan suatu yang di jahili ( ghair majhul ) , beriman kepadanya ( bersemayam ) adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah ……………………

Terjemahan di atas yang menyatakan jawapan Imam Malik berkenaan bagaimana Allah ber istiwa` adalah tidak betul dan susunan ayat tidak seperti asal  . Sebenarnya ini terjemahan daripada riwayat Yahya Ibn Yahya yang berbunyi  :
"الاستواء غير مجهول والكيف غير معقول والإيمان واجب والسؤال عنه بدعة "

Maksudnya :   Istiwa’ itu maklum ( diketahui maknanya dari sudut bahasa sebagaimana yang disebut di dalam Al-Quran ) dan kaifiatnya ( cara ) tak dapat digambarkan dengan akal , berimannya adalah wajib , dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.
Perkataan   والكيف غير معقول   itu sendiri menolak pendapat Salafiah Wahabiah berkenaan Allah bersemayam atas `Arasy , terjemahan bersemayam membawa ke arah tajsim dan tasybih. Maksud perkataan ( dan kaifiatnya tidak boleh digambarkan dengan akal ) itu menolak pendapat tajsim dan tashbih.

Salafiah Wahabiah sentiasa membentangkan riwayat Imam Malik yang menyatakan bahawa   الاستواء معلوم والكيف مجهول   ( istiwa’ itu diketahui manakala kaifiatnya itu tidak diketahui ) sebenarnya hadis ini bukanlah riwayat daripada Imam Malik. Sebenarnya ia sengaja dibuat-buat dan disandarkan kepada beliau. Kerana riwayat Yahya bin Yahya adalah berasal daripada Ummu Salamah. Imam Rabiah ( guru Imam Malik ) juga pernah menuturkan seperti riwayat ini. Manakala riwayat Baihaqi melalui sanad yang sahih iaitu  :
الرحمن على العرش استوى كما وصف به نفسه ولا يقال كيف ، وكيف عنه مرفوع

Maksudnya : “ Tuhan Al Rahman itu beristiwa di atas `Arays sebagaimana yang disifatkan oleh-Nya dan tidak boleh dikatakan bagaimana kerana bagaimana itu di angkat ( tiada )

”.Ibn Hajar menjelaskan bahawa pendirian mazhab Ahlu Sunnah tentang ayat ini adalah tanpa kaifiat. Lalu beliau menjelaskan lagi inilah cara yang telah difahami oleh Imam Al Shafie dan Imam Ahmad. Inilah juga pendapat yang dipegangi oleh para ulama` Malikiah termasuk Ibn `Arabi dan Al Qurtubi .

Riwayat Yahya dan Baihaqi menunjukkan hakifiat Istiwa  itu tiada manakala riwayat palsu itu pula menunjukkan kaifiat Istiwa itu ada .
Penyelesaiannya , kita menolak riwayat palsu itu kerana ia bertentangan dengan pendapat  Ummu Salamah dan Tuan Guru Imam Malik sendiri dan kita mengambil riwayat Yahya dan Baihaqi iaitu kaifiat  istiwa itu tak ada. Bila tak ada kaifiat istiwa dari mana pula datang makna bersemayam yang membawa ke arah makna tajsim dan takyif.

والله لا كيف له ومالك نفى هذا بقوله ولا يقال كيف وكيف عنه مرفوع

Ertnya : Allah tidak ada bagaimana bagi-Nya ,dan Imam Malik menafikan perkara ini dengan berkata : tidak dikatakan bagaimana, bagamana itu di angkat ( tiada )

IMAM AL SHAFIE

AL SHAFIE BUKAN MUJASSIMAH

Mereka berkata: Imam Abu Al Qayyim menyebut dalam kitab Ijtima` Al Juyuusy Al Islamiah bahawa Imam Al Shafie berkata : Mengikut sunnah yang aku berada atas jalannya dan begitu juga aku melihat sahabat-sahabatku daripada kalangan Al hadith yang aku mengambilnya daripada mereka ……………………… ialah : Ikrar bahawa tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah ……………… dan sesungguhnya Allah adalah di atas `Arays-Nya dilangit-Nya......

Dengan ungkapan tersebut Wahabiah cuba menyatakan bahawa Allah yang Maha Agong mempunyai tempat duduk, tubuh badan dan menyerupai makhluk. Sebenarnya  sandaran ini tidak benar kerana dalam riwayat ini terdapat dua orang perawi yang dusta iaitu Syeikh Al Islam Abu Hasan Al Hakkari dan Al Hafiz Abu Muhammad Al Maqdisis. Sanad-sanad mereka ini disandarkan kepada Abu Thaur, Abu Syua`ib dan seterusnya kepada Imam Al Shafie.

Imam Al Zahabi berkata bahawa Abu Hasan al Hakkari yang digelar Syeikh Islam ialah salah seorang daripada pembohong-pembohong dan pereka hadith.

Ibn Hajar berkata bahawa al Hakkari dikaitkan dengan mereka-reka hadith dan membuat sanad-sanad hadith.

Hafiz Ibn Hajar al Asqalani memberitahu bahawa sudah menjadi kebiasaan hadith Syeikh Al Islam Abu Al Hassan Al Hakkari gharib ( ganjil ) dan mungkar. Bahkan pada hadithnya terdapat unsur-unsur rekaan. Beliau adalah seoerang pendusta dan pereka hadith yang terkenal dan bermazhab Mujassimah . Dalam Lisan Al Mizan juzuk empat  disebutkan :

"متهم بوضع الحديث وتركيب الأسانيد كان يضع الحديث باصيهان "

Ertinya: Dia pernah ditohmah dengan  memalsukan hadith dan susunan sanad, dia juga pernah memalsukan hadith di Asbahan.

SALAH FAHAM TENTANG KATA-KATA  AL SHAFIE  BERKENAAN ILMU KALAM

Mereka Berkata: Dikeluarkan oleh Al Harawi daripada Al Rabi` Bin Sulaiman katanya : Aku mendengar Imam Shafie berkata : sekiranya seseorang meninggalkan wasiat kepada orang lain agar mengambil manfaat daripada kitab-kitab yang ditinggalkan ,lalu di antara kitab-kitab tersebut terdapat kitab tentang kalam, maka kitab kalam itu tidak termasuk di dalam wasiatnya kerana kalam bukanlah ilmu………………..

Imam Al Razi menyatakan ada dua sebab kenapa Imam Shafie mencela dan mengingkari ilmu kalam :

1. Ilmu kalam yang dicela oleh Al Shafie ialah ilmu kalam Ahli Bid`ah iaitu Muktazilah kerana  banyak bercampur dengan aqidah dan pendapat falasafah Yunan.
2. Muktazilah telah mempengaruhi Khalifah agar mengambil tindakan terhadap mereka-mereka yang menyalahi mereka ( Miktazilah )

Imam Al Razi menambah bahawa sesungguhnya fitnah besar telah berlaku pada zaman itu disebabkan manusia membincangkan tentang masalah al Quran , adakan ia makhluk atau tidak dan ahli bid`ah telah menggunakan kuasa sultan untuk memaksa ahli Al Haq supaya mengikut mereka. Apabila Imam Al Shafie mengetahui bahawa ilmu kalam pada zaman itu bukan bertujuan mencari kebenaran dan bukan kerana Allah sebaliknya kerana dunia dan kuasa maka beliau telah berpaling daripadanya ( ilmu kalam )
Imam Baihaqi berkata : Bagaimana imam Shafie boleh mencela kata-kata ahlu sunnah wal jamaah padahal beliau bercakap tentangnya, bermunazarah padanya dan menyingkap kepalsuan yang dilontarkan oleh ahli bid`ah.
Imam Baihaqi menambah : Sesetengah riwayat disebut secara mutlak dan setengahnya dikaitkan dengan celaan beliau terhadap ahli bid`ah

IMAM AHMAD BIN HAMBAL

BERBOHONG DALAM MENYANDARKAN KITAB KEPADA IMAM AHMAD

Mereka berkata:Imam Ahmad berkata  didalm kitabnya : Bantahan terhadap Jahmiyyah : Sesungguhnya Jahm bin Shafwanmendakwa kononnya sesiapa yang ………………………..  dia termasuk dalam Musyabbihah ( menyerupakan Allah dengan makhluk

Petikan teks tersebut adalah dari kitab Al Radd `ala al Jahmiyyah yang disandarkan kepada Imam Ahamd. Hujjah ini semata-mata untuk menegakkan aqidah yang batil yang menjadi pegangan mereka.
Mereka lupa bahawa kitab yang disandarkan kepada Imam Ahmad itu tidak benar sama sekali. Hal ini telah dinyatakan oleh Imam Al Zahabi dalm kitab Siar Aa`lam Al Nubala` ( 286/11 )  ketika menterjemahkan biodata Imam Ahmad. Beliau menyatakan bahawa kitab tersebut adalah sebuah kitb yang direka ke atas Abi Abdillah .

Perlu diketahui bahawa Kitab Al Radd `Ala Al Jahmiyyah itu bukanlah karangan daripada Imam Ahmad sebaliknya ia merupakan karangan pengikut-pengikutnya yang terdiri daripada Musyabbihah  dan Mujassimah .

BERHUJJAH DENGAN SEORANG MUJASSIMAH

Imam Ahmad berkata  di dalam kitabnya : Bantahan terhadap Jahmiyyah

Mereka berkata:Pandangan ini telah dipilih oleh Sadik Hassan Khan , katanya:
Maka mazhab kami adalah sebagaimana mazhab Salaf iaitu Ithbat tanpa Tasybih, Tanzih tanpa Ta`thil. Inilah mazhab Imam-Imam utama Umat Islam seperti Malik, Shafie, Al Thauri, Ibnu Al Mubarak dan Imam Ahmad….. dan lain-lain lagi.

Sadik Hassan Khan al- Qanuji al-Bahubali pengarang kitab Qathfu al- Thamar `Ala `Aqaid Ahl al- Athar yang telah di petik oleh Dr. Abdullah Yasin adalah seorang Mujassimah yang sesat lagi menyesatkan.
Dalam kitab tersebut Sadik Hassan mengatakan Tuhan ada pinggang, maha tinggi Allah daripada semua itu. Al `Allamah Al Muhaqqiq Abdul Hai Al Kanwi Rahimahulllah seorang ulama` agong dan seorang muhaddith dari India telah mengarang dua kitab menolak dan menyangkal tulisan Sadik Hassan. Kedua-dua kitab tersebut ialah ابراز الغي من شفاء العي  dan تبصرة الناقد برد تذكرة الراشد.

Mereka berkata: Daripada Abdul Rahman bin Mahdy katanya : seorang lelaki bertanya kepada Imam Malik, lalu Imam Malik berkata : Barangkali engkau salah seorang sahabat daripada `Amr Bin `Ubaid mudah-mudahan Allah menurunkan laknat ke atas `Amr bin `Ubaid kerana dialah orang yang memulai bid`ah kalam ini, kalaulah kalam itu satu ilmu nescaya perkara ini menjadi percakapan di kalangan sahabat dan …………………..

JAWAPAN

Petikan tersebut adalah dari kitab ذم الكلام وأهله  . Pengarangnya adalah Al Syeikh Al Islam Al Harawi Al Ansari yang mengarang bab sifat dan bab menetapkan Istiwa Allah Ta`ala di atas Arays . Beliau adalah Mujassimah tulin dan amat ingkar terhadap Al Asy`ari . Beliau berpendapat tidak halal sembelihan Al Asy`ari .

Mereka berkata:Di antara I`tiqad yang dinisbahkan (dibangsakan) kepada Imam Shafie ialah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Talib Al `Asyaari, katanya: Imam Shafie pernah  ditanya tentang sifat Allah ……………….. ....Dan di antara perkhabaran itu ialah bahawa Allah mendengar dan Dia memiliki dua tangan kerana  Allah berfirman: ( Tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka ) dan Allah mempunyai tangan kanan ........................

JAWAPAN

Abu Talib Al `Asyaari perawi aqidah Al Shafie yang dinaqalkan adalah seorang Mujassimah dan pendusta yang masyhur daripada mazhab Al Hanabilah .

Al Zahabi dalam Al Mizan juzuk tiga berkata :
“ Mereka ( ahli hadith ) telah memasukkan keatasnya beberapa perkara maka diapun menceritakan perkara itu tanpa ragu, di antaranya ialah hadith maudhu`  berkenaan fadhilat malam Asyura` dan setengah daripadanya lagi adalah `aqidah bagi Imam Al Shafie .

Mereka berkata:Dieluarkan oleh Ibnu Baththah daripada Abdullah bin Ahmad, katanya: Aku mendengar Abu Abdillah ( Imam Ahmad ) berkata: Berpegang teguhlah dengan sunnah  …………

JAWAPAN

Ibn Baththah Al Akbari Al Hanbali 304-387 Hijriah adalah seorang Mujassimah Hanabilah yang pendusta dan melakukan hadith maudhu`  . Ibn Hajar dalam Al Lisan juzuk empat berkata :

"وقفت لأبن بطة على أمر استعظمته واقشعر جلدي منه أنه وضاع وأنه كان يحك أسماء الأئمة من كتب الحديث فى الأسانيد ويضع اسمه مكان الحك "

Ertinya: Saya dapati satu perkara yang dianggap besar ada pada Ibn Baththah dan berkerut kulit saya disebabkan perkara itu, iaitu dia adalah seorang pemalsu hadith dan dia pernah membuang nama beberapa imam dari kitab hadith dalam sanad–sanad dan meletakkan namanya  di situ .

 Al Kahatib Al Baghdadi dalam tarikh Baghdad meriwayat satu hadith palsu kemudian berkata: Hadith ini palsu disebabkan sanad yang mempunyai nama Ibn Baththah. Ibn Baththah ini adalah pengarang kitab Al- Ibanah sebanyak tiga jilid yang di dalamnya menyebut tentang Tuhan berada di atas `Arays secara nyata dalam bab khas : bab beriman bahawa Allah berada di atas `Arays jelas daripada makhluknya dan ilmunya meliputi sekelian makhluknya . Kaum muslimin daripada sahabat dan tabi`in telah sepakat bahawa Allah berada di `Arays atas langit jelas daripada makhluknya .

KESIMPULAN

Wahabiah akan melakukan apa saja tanpa menghiraukan pahala dan dosa demi menegakkan aqidah yang bathil walaupun mereka terpaksa menjatuhkan maruah Imam-imam yang penuh bertaqwa lagi mulia.Mereka berhujjah seolah-olah aqidah Imam empat sama dengan mereka. Mereka membuat tuduhan yang begitu banyak terhadap Imam Abi Hanifah dengan tujuan menyamakan aqidah Abu Hanifah sama dengan aqidah mereka. Kalau boleh mereka ingin membuat kenyataan bahawa kalau Imam Abu Hanifah masih hidup beliau akan mengikut Muhammad Abd Wahab.
Mereka memang berani membuat tohmahan terhadap golongan yang tak sependapat dengan mereka dan tohmahan itu lebih ditujukan kepada golongan Hanafiah. Bagi menyokong pendapat mereka , mereka telah mendatangkan sanad-sanad yang dusta terhadap Imam Abu Hanifah.
Inilah rupa sebenar Wahabi. Mereka tidak nampak kesalahan aqidah mereka sebaliknya hanya mampu melihat kesalahan orang lain ……

RUJUKAN

  . Fathul Bari – 13/428 , Al Hafiz Ibn Jarir Al Tabari dalam tafsirnya –29 / 38
 . Tafsir Ibn Jarir Al Tabari –7 / 28
  . Tarikh Bagjdad - 2 / 161
  . Lisan Al Mizan - 5 / 125
  . Al Bidayah Wa Al Nihayah – 10 / 327
  . Al Ibanah – m.s 21 , Risalah Ahl Al Saghr – m.s 73 ( Antara karangan Al Asy`ari yang terakir )
  . دفعع شبهة التشبيه و تحقيق حسن السقاف . 19
  . Faidhul Baari `Ala Sahih Al Bukhari . 60
  . Faidhul Bari `la Sahih Al Bukhar. 1 / 65-66
  . Faidhul Baarii .Juzuk 1, m.s 60
  . Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jama`ah. 29 - 30
  . Mizan Al I`itidal. 3/112
  . Daf`u Al Shubhah. m.s 72
  . Lisan Al Mizan. 4 / 195
  . Manaqib Shafie bagi Imam Baihaqi. Juzuk 1 m.s 454, Manaqib Imam Fakhrurrazi
  . Manaqib Shafie bagi Imam Baihaqi. Juzuk 1 m.s 454
  . Daf`u Shubhah Al Tasybih Biakaf Al Tanzih. 74

SAYA BUDAK BARU BELAJAR
KALAU SALAH NAK PERGI BELAJAR
AKIDAH WAHABI DAH BANYAK MENJALAR
KEPADA TOK 'ALIM, ORANG AWAM JUGA PELAJAR.

LOBAI SAHAK.
JAM 3:30 PAGI.

MANHAJ ULAMA AL-AZHAR BERKENAAN NAS NAS AL-MUTASYABIHAAT

$
0
0
MANHAJ ULAMA AL-AZHAR BERKENAAN NAS NAS AL-MUTASYABIHAAT

Syaikh al-Azhar yang dulu, Salim al-Bisyri (w. 1335 H) berkata:

مذهب الفرقة الناجية وما عليه أجمع السنيون أن الله تعالى منزه عن مشابهة الحوادث مخالف لها في جميع سمات الحدوث، ومن ذلك تنزهه عن الجهة والمكان كما دلت على ذلك البراهين القطعية"ا.هـ

“Mazhab _al-Firqah al-Najiyah_ (golongan yang terselamat) dan apa yang disepakati oleh golongan Ahlus-Sunnah adalah meyakini bahawa Allah ta`ala maha suci daripada menyamai perkara-perkara yang baharu (makhluk), Allah ta`ala bersalahan dengan perkara-perkara baharu daripada semua sifat perkara yang baharu. Antara perkara tersebut juga adalah mensucikan Allah taala daripada arah, tempat sebagaimana perkara tersebut ditunjukkan oleh dalil-dalil qaț`i.” (Sila lihat kitab _Furqānul-Qur'ān Baina Sifāt al-Akwān_ karangan al-Syaikh al-Muhaddith Salamah al-Qaďo`i al-`Azami, hlm. 84, Dar Ihya' al-Turāth al-Arabi)

Kemudian katanya:

من اعتقد أن الله جسم أو أنه مماس للسطح الأعلى من العرش وبه قال الكرامية واليهود وهؤلاء لا نزاع في كفرهم

“Sesiapa yang meyakini bahawa Allah ta`ala itu jisim, atau Dia bersentuhan dengan bumbung bahagian atas Arasy dan pendapat itu disebut oleh golongan al-Karrāmiyyah (salah satu kelompok yang menjisimkan Allah ta`ala) dan golongan Yahudi. Mereka itu tiada lagi perselisihan mengenai kekufuran mereka”.

Al-Syaikh Mahmud bin Muhammad ibn Ahmad Khattob al-Subki al-Mişri (W 1352 H) berkata:

قد سألني بعض الراغبين في معرفة عقائد الدين ، والوقوف على مذهب السلف والخلف في المتشابه من الآيات والأحاديث بما نصه :
ما قول السادة العلماء حفظهم الله تعالى فيمن يعتقد أن الله عز وجل له جهة !! وأنه جالس على العرش في مكان مخصوص !! ويقول : ذلك هو عقيدة السلف !! ويحمل الناس على أن يعتقدوا هذا الاعتقاد ويقول لهم من لم يعتقد ذلك يكون كافرا !! مستدلا بقوله تعالى : ( الرحمن على العرش استوى ) وقوله عز وجل : ( ءأمنتم من في السماء ) أهذا الاعتقاد صحيح أم باطل ؟؟؟ وعلى كونه باطلا أيكفر ذلك القائل باعتقاده المذكور ويبطل كل عمله من صلاة وصيام وغير ذلك من الأعمال الدينية وتبين منه زوجه ؟؟؟ وإن مات على هذه الحال قبل أن يتوب لا يغسل ولا يصلى عليه ولا يدفن في مقابر المسلمين ؟؟؟ وهل مَنْ صَدّقَه في ذلك الاعتقاد يكون كافرا مثله ...؟؟
فأجبت بعون الله تعالى فقلت :
بسم الله الرحمن الرحيم ، الحمد لله الهادي إلى الصواب ، والصلاة والسلام على من أوتي الحكمة وفصل الخطاب ، وعلى آله وأصحابه الذين هداهم الله ورزقهم التوفيق والسداد ، أما بعد ،
فالحكم أن هذا الاعتقاد باطل ومعتقده كافر بإجماع من يعتد به من علماء المسلمين ، والدليل العقلي على ذلك : قدم الله تعالى ومخالفته للحوادث ، والنقلي قال تعالى : (ليس كمثله شىء وهو السميع البصير ) فكل من اعتقد أنه تعالى حل في مكان أو اتصل به أو بشيء من الحوادث كالعرش أوالكرسي أو السماء أو الأرض أو غير ذلك فهو كافر قطعا ، ويبطل جميع عمله من صلاة وصيام وحج وغير ذلك ، وتبين منه زوجه وعليه أن يتوب فورا ، وإذا مات على هذا الاعتقاد ـ والعياذ بالله تعالى ـ لا يغسل ولا يصلى عليه ولا يدفن في مقابر المسلمين ، ومثله في ذلك كله من صدقه في اعتقاده أعاذنا الله تعالى من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا ، وأما حمله الناس على أن يعتقدوا هذا الاعتقاد المكفر وقوله لهم من لم يعتقد ذلك يكون كافرا !! فهو كفر وبهتان عظيم

“Sebahagian yang berkeinginan mengetahui aqidah-aqidah dalam agama dan memahami aliran golongan Salaf dan Khalaf mengenai ayat-ayat dan hadith-hadith yang mutasyabihaat bertanyakan kepadaku: “Apakah pendapat para ulama _ĥafiżohumullah_ berhubung orang yang meyakini bagi Allah ta`ala arah, Dia duduk bersemayam di atas Arasy di tempat yang khusus lalu dia mengatakan bahawa “Itu adalah keyakinan golongan Salaf” dan mereka menyeru manusia agar meyakini keyakinan ini seterusnya mengatakan kepada mereka: “Sesiapa yang tidak menyakini dengan demikian itu maka dia adalah kafir berdasarkan firman Allah ta`ala “الرحمن على العرش استوى” dan firman Allah ta`ala : “ءأمنتم من في السماء”, soalannya adakah keyakinan ini betul atau bathil? Dan atas keadaannya itu bathil adakah kufur orang yang berkata sedemikian dengan keyakinannya tersebut dan terbatal segala amalannya seperti solat, puasa dan sebagainya daripada amalan-amalan agama serta isterinya jadi terfasakh?! Jika dia meninggal dalam keadaan ini sebelum bertaubat (mengucap dua kalimah syahadah) tidak dimandikan, disolatkan jenazah ke atasnya, tidak kebumikan di perkubuan Islam? Dan adakah orang yang mempercayainya dalam keyakinan seperti itu menjadi kafir sepertinya…?!

Lalu aku menjawabnya dengan izin daripada Allah ta`ala.

Aku berkata: “Dengan nama Allah taala yang Maha Pemurah lagi Maha Pengasihani. Segala puji bagi Allah ta`ala yang memberi petunjuk kepada kebenaran. Selawat dan salam ke atas orang yang diberikan hikmah dan kata pemutus. Dan ke atas keluarganya serta sahabatnya yang diberi peunjuk oleh Allah taala dan diberi Allah kepada mereka taufiq serta kebenaran. Ammā ba`d: Hukum keyakinan ini adalah batil dan orang yang meyakininya keluar daripada Islam dengan ijmak ulama yang termasuk daripada ulama umat Islam.

Dalil akal yang menunjukkan akan perkara tersebut adalah keazalian Allah ta`ala dan bersalahan Allah ta`ala daripada perkara-perkara yang baharu. Manakala dalil naqli adalah firman Allah taala “ليس كمثله شيء” mafhumnya : “Allah ta`ala tidak seperti apa juapun dalam semua sudut”. Sesiapa yang meyakini bahawa Allah ta`ala menyerap di dalam tempat atau bersentuhan dengan tempat atau bersentuhan dengan sesuatu dari perkara-perkara baharu seperti Arasy, Kursi, langit, bumi dan selain daripada perkara tersebut maka dia adalah kafir dengan _qaț`i_. Batal segala amalannya seperti solat, puasa, haji dan sebagainya, isterinya terfasakh, wajib dia bertaubat dengan segera yang mungkin. Jika dia meninggal atas keyakinan ini _wal-`iyadhu billah_ maka tidak dimandikan, tidak disolat jenazahkan ke atasnya dan tidak dikebumikan di kawasan perkuburan umat Islam. Sama seperti itu juga semuanya bagi orang yang mempercayainya dalam keyakinannya itu, semoga Allah ta`ala melindungi kita daripada keburukan diri kita dan keburukan amalan-amalan kita.

Adapun menyeru manusia kepada keyakinan kufur ini dan katanya kepada mereka: “Sesiapa yang tidak menyakini perkara tersebut maka jadi kafir”, maka orang tersebut kufur dan ia adalah suatu tohmahan yang amat buruk”. (Lihat kitab _Ithāful-Kā'ināt bi-Bayān Madhhabis-Salaf wal-Khalaf fil-Mutasyābihāt_, hlm. 2 - 4, cet. al-Istiqāmah)

Kemudian al-Syaikh Mahmud Muhammad Khațțob al-Subki berkata setelah menyebut fatwa ini:

هذا وقد عرضت هذه الإجابة على جمع من أفاضل علماء الأزهر فأقروها وكتبوا عليها أسماءهم وهم أصحاب الفضيلة :
الشيخ محمد النجدي شيخ السادة الشافعية ، والشيخ محمد سبيع الذهبي شيخ السادة الحنابلة ، والشيخ محمد العزبي رزق المدرس بالقسم العالي ، والشيخ عبد الحميد عمار المدرس بالقسم العالي ، والشيخ علي النحراوي المدرس بالقسم العالي ، والشيخ دسوقي عبدالله العربي من هيئة كبار العلماء ، والشيخ علي محفوظ المدرس بقسم التخصص بالأزهر ، والشيخ إبراهيم عيارة الدلجموني المدرس بقسم التخصص بالأزهر ، والشيخ محمد عليان من كبار علماء الأزهر ، والشيخ أحمد مكي المدرس بقسم التخصص بالأزهر ، والشيخ محمد حسين حمدان .. انتهت الفتوى .

“Fatwa ini telah aku bentangkan kepada semua ulama al-Azhar yang mulia lalu mereka memperakuinya. Mereka mencatat nama-nama mereka ke atasnya. Mereka adalah golongan yang mulia iaitu:
1. al-Syaikh Muhammad al-Najdi, Syaikh bagi golongan al-Syafi`iyyah,
2. al-Syaikh Muhammad Sabī` al-Dhahabi, syaikh ulama yang bermazhab Hanabi,
3. al-Syaikh Muhammad al-`Arabi Rizqi, tenaga pengajar di pengajian tinggi,
4. al-Syaikh `Abdul-Hamid `Ammār, tenaga pengajar di pengajian tinggi,
5. al-Syaikh `Ali al-Nahrawi, tenaga pengajar di pengajian tinggi,
6. al-Syaikh Dusuki Abdullah al-`Arabi dari Haiah Kibar al-Ulama (Persatuan Ulama Terkemuka),
7. al-Syaikh Mahfuz, guru di bahagian takhassus di al-Azhar,
8. al-Syaikh Ibrahim `Iyarah al-Daljamuni, guru di bahagian takhassus di al-Azhar,
9. al-Syaikh Muhammad `Ilyan antara ulama terkemuka al-Azhar,
10. al-Syaikh Ahmad Makki, guru di bahagian takhassus di al-Azhar.
11. dan al-Syaikh Muhammad Husain Ĥamdan”. Intaha (Lihat kitab _Ithāful-Kā'ināt bi-Bayān Madhhabis-Salaf wal-Khalaf fil-Mutasyābihāt_, hlm. 9)

Beliau berkata lagi:

فمن اعتقد أنه سبحانه وتعالى يشبه شيئا من الحوادث كالجلوس في مكانأو التحيز في جهة فهو ضال مضل كافر بالله عز وجل ، نسأله تعالى السلامة من سوء الاعتقاد

“Sesiapa yang meyakini bahawa Allah _subĥānahu wa ta`ālā menyerupai sesuatu daripada perkara-perkara baharu seperti duduk bersemayam di tempat, berpihak pada arah maka dia sesat dan menyesatkan lagi kafir dengan Allah _`azza wa jalla. Kita memohon daripada Allah taala keselamatan daripada keyakinan yang buruk”. (Lihat kitab _Ithāful-Kā'ināt bi-Bayān Madhhabis-Salaf wal-Khalaf fil-Mutasyābihāt_, hlm. 161)

Kata beliau lagi:

فقد علمت مما ذكره أؤلئك المحققون من الإدلة والبراهين النقلية والعقلية أن الله عز وجل لا جهة له ولا مكان ولا يمر عليه زمان ، إذ هو تعالى مخالف للحوادث. وردهم على أصحاب العقائد الزائغة المكفرة المعتقدة أن الله تعالى جسم جلس على العرش أو حل في السماء إلى غير ذلك من الكفر الصريح أجارنا الله تعالى من الضلال والإضلال وأهلهما. (فمن) اعتقد أنه سبحانه وتعالى يشبه شيئا من الحوادث كالجلوس في مكان أو التحيز في جهة (فهو) ضال مضل كافر بالله عز وجل. نسأل الله تعالى السلامة من سوء الاعتقاد والتوفيق للعقائد الحقة التي ترضيه عز وجل.

“Maka telah diketahui daripada apa yang disebutkan oleh imam-imam _muhaqqiqun_ daripada dalil-dalil serta bukti-bukti secara naqli dan aqli bahawa Allah _`azza wa jalla_ tiada bagi-Nya arah, tidak bagi-Nya tempat dan tidak berlalu ke atas-Nya masa kerana Dia ta`ala bersalahan dengan segala yang baharu (makhluk). Dan penolakkan mereka kepada golongan yang berkeyakinan sesat lagi kufur bahawa Allah taala itu jisim duduk bersemayam di atas Arasy atau menyerap di langit dan lain-lain keyakinan yang kufur sorih/ nyata. Kita memohon perlindungan dengan Allah daripada kesesatan dan penyesatan serta pengikut keduanya. Sesiapa yang meyakini bahawa Allah ta`ala sama dengan sesuatu daripada perkara-perkara yang baharu seperti duduk bersemayam di tempat, atau berpihak pada arah maka dia sesat dan menyesatkan lagi kafir dengan Allah ta`ala. Kita memohon daripada Allah taala keselamatan daripada keyakinan yang sesat dan taufiq untuk mendapatkan keyakinan-keyakinan yang benar lagi diredhai Tuhan kita”. (Lihat kitab _Ithāful-Kā'ināt bi-Bayān Madhhabis-Salaf wal-Khalaf fil-Mutasyābihāt_, hlm. 164)

Katanya lagi mengenai aqidah salaf dan khalaf:

اعتقادهم واحد وهو من الأيات والأحاديث المتشابهات مصروفة عن ظاهرها الموهم تشبيهه تعالى بشيء من صفات الحوادث وأنه سبحانه وتعالى مخالف للحوادث، فليس بجسم ولا جوهر ولا عرض ولا مستقر على عرش ولا في سماء ولا يمر عليه زمان وليس له جهة إلى غير ذلك من نعوت المخلوقين ، فمن اعتقد وصفه تعالى بشيء منها فهو كافر بإجماع السلف والخلف

“Keyakinan mereka satu iaitu ayat-ayat dan hadith-hadith mutasyabihat hendaklah dipalingkan daripada makna zahirnya yang mencenderungkan  manusia kepada tasybih/ penyerupaan Allah dengan sesuatu daripada sifat-sifat perkara baharu padahal Allah ta`ala itu bersalahan bagi segala yang baharu. Dia bukan berjisim, bukan jauhar, bukan _`arad_, bukan menetap di atas Arasy, tidak berada di langit, dan tidak berlalu ke atas-Nya masa serta tiada bagi-Nya arah dan sebagainya daripada sifat-sifat makhluk-Nya. Sesiapa yang meyakini Allah taala bersifat dengan sesuatu daripadanya maka dia kafir dengan ijma^ salaf dan Khalaf”. (Lihat _al-Dīnul-Khāliș_ atau _Irsyadul-Khalq Ila Dīnil-Haqq_ karangan al-Syaikh Mahmud Muhammad Khattab al-Subki, jilid 1 halaman 28, Maktabah al-Mahmudiyyah as-Subkiyyah)

Semoga Allah ta`ala membuka mata kita jalan kebenaran dan menjauhi  perkara yang salah.

Disediakan oleh :
Kajian Ilmiah Ahli Sunnah (KIAS)

MAKNA ISTIWA

$
0
0
IMAM ABU HANIFAH BERKATA:

وَنُقِرّ بِأنّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى العَرْشِ اسْتَوَى مِنْ غَيْرِ أنْ يَكُوْنَ لَهُ حَاجَةٌ إليْهِ وَاسْتِقْرَارٌ عَلَيْهِ، وَهُوَ حَافِظُ العَرْشِ وَغَيْرِ العَرْشِ مِنْ غَبْرِ احْتِيَاجٍ، فَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا لَمَا قَدَرَ عَلَى إيْجَادِ العَالَمِ وَتَدْبِيْرِهِ كَالْمَخْلُوقِيْنَ، وَلَوْ كَانَ مُحْتَاجًا إلَى الجُلُوْسِ وَالقَرَارِ فَقَبْلَ خَلْقِ العَرْشِ أيْنَ كَانَ الله، تَعَالَى اللهُ عَنْ ذَلِكَ عُلُوّا كَبِيْرًا.

“Kita menetapkan sifat Istiwa bagi Allah pada arsy, bukan dalam pengertian Dia memerlukan kepada arsy tersebut, juga bukan dalam pengertian bahwa Dia bertempat atau bersemayam di arsy. Allah yang memelihara arsy dan memelihara selain arsy, maka Dia tidak memerlukan kepada makhluk-makhluk-Nya tersebut. Kerana jika Allah memerlukan kapada makhluk-Nya maka berarti Dia tidak mampu untuk menciptakan alam ini dan mengaturnya. Dan jika Dia tidak mampu atau lemah maka bererti sama dengan makhluk-Nya sendiri. Dengan demikian jika Allah memerlukan untuk duduk atau bertempat di atas arsy, lalu sebelum menciptakan arsy dimanakah Ia? (Artinya, jika sebelum menciptakan arsy Dia tanpa tempat, dan setelah menciptakan arsy Dia berada di atasnya, berarti Dia berubah, sementara perubahan adalah tanda makhluk). Allah maha suci dari pada itu semua dengan kesucian yang agung” (Lihat al-Washiyyah dalam kumpulan risalah-risalah Imam Abu Hanifah tahqiq Muhammad Zahid al-Kautsari, h. 2. juga dikutip oleh Mullah Ali al-Qari dalam Syarh al-Fiqhul Akbar, h. 70)

ULAMA SEPAKAT PENTAKWILAN PADA SESETENGAH TEMPAT

$
0
0
ULAMA SEPAKAT PENTAKWILAN PADA SESETENGAH TEMPAT
.
Kepada  kelompok Wahabi Salafi yang membid'ah golongan Asya'irah dan Maturidiah masuk neraka sesiapa yang berpegang pada aliran TAKWIL.
.
Ulama SEPAKAT bahawa maksud sesetengah ayat Al -Quran dan hadith-hadith Nabi Muhamnad s.a.w. mesti di fahami melalui PENTAKWILAN. Sama ada secara NAQLI ataupun AQLI.
.
Contohnya, ulama MENTAKWIL lupa dengan maksud meninggalkan dan membiarkan. Ini seperti dengan keterangan Allah s.w.t. dalam
.
surah At-Taubah, ayat 67:
".....Mereka sudah melupakan Allah dan Allah juga melupakan mereka...
.
Antara contoh lain ayat yang diwajibkan TAKWIL adalah,
.
surah Maryam, ayat 64
".... Dan tiadalah Tuhanmu itu lupa.
.
Kata-kata Allah s.w.t. yang menyebut kata-kata Nabi Musa a.s  dalam,
.
surah Taha, ayat 52:
.....Tuhanku tidak pernah keliru dan Dia juga tidak pernah lupa.
.
Ini kerana, LUPA adalah sifat KEKURANGAN. Kita wajib MENYUCIKAN Allah s.w.t. daripada sifat KEKURANGAN. Allah s.w.t bersifat dengan seluruh KESEMPURNAAN. Maha suci daripada segala sifat KEKURANGAN. Apabila Allah menyifatkan diri-Nya dengan sifat lupa, kita MESTI mentakwilkan sifat itu dengan perkara sampingan yang ada bersama sifat itu, iaitu meninggalkan dan membiarkan.
.
Contohnya dalam;
surah Al-Hadid ayat 4:
.
".....Dia tetap bersama-sama kamu dimana saja kamu berada......
.
Ayat itu DITAKWILKAN dengan maksud Allah s.w.t. BERSAMA kamu dengan ilmu dan penguasaan-Nya. Golongan aliran ithbat seperti Ibnu Taimiyah dan pengikut juga mengatakan perkara yang sama.
.
Mereka mengatakan, TAKWIL ini kerana Allah s.w.t. bersemayam di atas Arasy. Bagaimana Allah s.w.t. berada bersama mereka secara zat-Nya?
.
Hadith Nabi Muhammad s.a.w. yang direkodkan oleh Imam Muslim juga termasuk dalam perkara ini. Rasulullah s.a.w. mengatakan Allah s.w.t berkata kepada sebahagian daripada hamba-Nya pada hari kiamat. Allah s.w.t. mengatakan, "Hamba-Ku, Aku sakit tetapi kamu tidak merawat-Ku. Maka dikatakan, "Bagaimana aku merawat-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan seluruh alam?"
.
Allah s.w.t. menjawab, "Terdapat hamba-Ku yang sakit, tetapi kamu tidak merawatnya. Jikalau kamu merawatnya, pasti kamu mendapati Aku di sisinya. Aku meminta makan daripada kamu, tetapi kamu tidak memberikan makanan." Dalam laporan lain, "Aku lapar, tetapi kamu tidak memberikan makanan." Maka katakan, "Bagaimana aku memberi makan kepada-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan seluruh alam?" Allah s.w.t menjawab, "Terdapat hamba-Ku yang meminta makanan daripada kamu, tetapi kamu tidak memberi dia makan. Jikalau kamu memberi orang itu makanan, pasti kamu mendapati Aku di sisinya.
(rujukan: Rekod Imam Muslim dalam Al-Bir wa As-Silah (2569) daripada Abu Hurairah)
.
Bezanya, TAKWILAN ini dilakukan oleh Rasulullah s.a.w Tidak masuk akal untuk kita mengatakan, Allah s.w.t. sakit dengan kesakitan YANG LAYAK  untuk zat Allah s.w.t.
Tidak seperti manusia berasa sakit.
.
Begitu juga tidak masuk akal untuk mengatakan, Allah s.w.t. lapar dengan kelaparan YANG LAYAK  untuk Allah s.w.t. Tidak seperti manusia berasa lapar.
.
Dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang ayat-ayat sifat-sifat Allah dalam al Quran dan hadith mohon kita berlindung menjadi,
.
1_Golongan yang memahami ayat-ayat itu secara zahir. Mereka mengatakan Allah s.w.t mempunyai muka seperti makhluk. tangan, ataupun dua tangan seperti mereka. Mereka mengatakan Allah s.w.t. ketawa seperti mereka ketawa. Terdapat diantara mereka yang mengatakan Allah s.w.t. itu muda. Golongan itu dipanggil sebagai golongan MUJASSIMAH dan MUSYABBIHAH. Golongan ini TERKELUAR daripada agama Islam kerana pegangan aqidah mereka tidak betul.
.
2_Golongan yang MENAFIKAN secara KESELURUHAN makna lafaz pada ayat-ayat dan hadith-hadith sifat. Mereka MENAFIKAN  makna ayat itu disandarkan secara MUTLAK. Allah s.w.t. pada pandangan mereka tidak mendengar dan tidak melihat. Ini kerana, sifat itu memerlukan anggota dan Allah s.w.t. maha suci daripada mempunyai anggota . Mereka adalah golongan MUATTOLAH. Sebagian ahli sejarah menamakan mereka sebagai golongan JAHMIYAH. Golongan ini tidak menggunakan akal sehingga mampu mengeluarkan pandangan yang mengarut.
.
Jadikan Dua pandangan mengenai ayat-ayat sifat-sifat Allah dalam al Quran dan hadith  yang menjadi perhatian ulama.
 .
1_Para ulama SALAF mengatakan, kami beriman kepada ayat-ayat dan hadith-hadith sifat seperti mana ia datang. Tetapi, kami MENYERAHKAN MAKSUD ayat-ayat dan hadith-hadith itu KEPADA ALLAH S.W.T. Mereka menthabitkan perkataan tangan,mata, mata-mata, bersemayam, gelak, kagum, dan perkataan lain, tetapi tidak diketahui makna-maknanya. Maksud sebenar perkataan itu diserahkan kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t melarang hamba-Nya daripada memikirkan petkara itu. Nabi Muhammad s.a.w. mengatakan, "Fikirkan tentang ciptaan Allah, jangan kamu memikirkan tentang zat Allah. Sesungguhnya perkara itu diluar kemampuan kamu". Para ulama SALAF juga meyakini, TIADA PERSAMAAN ANTARA ALLAH S.W.T. DAN MAKHLUK. Inilah aliran TAFWIDH.
.
2_Ulama KHALAF pula mengatakan, mereka yakin makna  ayat-ayat dan hadith-hadith itu BUKAN makna ZAHIR yang Allah s.w.t. kehendaki. Ayat-ayat itu dalam bentuk majaz. Tidak salah sekiranya mereka MENTAKWILKAN ayat-ayat dan hadith-hadith ini. Mereka mentakwilkan makna 'al-wajh' dengan makna zat Allah s.w.t., perkataan tangan dengan makna kuasa, dan begitu juga perkataan yang lain. Mereka mengelak daripada MENYAMAKAN ALLAH DENGAN MAKHLUK. Inilah aliran TAKWIL.
.
Wahabi Salafi jagoh MEMBID'AHKAN ulama SALAF yang memegang mazhab TAFWIDH.
.
Kita dapati, terdapat dalam kalangan ulama salaf yang menyerahkan ilmu tentang sifat-sifat itu kepada Allah s.w.t. Mereka tidak mendalami atau mentafsirkan sifat-sifat itu. Lebih tepat lagi, mereka hanya MENDIAMKAN DIRI dari MEMBINCANGKAN perkara itu. Ulama besar Hanbali, Syeikh Mar'ie banyak menukilkan hal ini dalam kitab Aqawil At-Thiqat.
.
Perkara hal ini perlu diperpanjangkan kerana aliran Wahabi Salafi MENOLAK KERAS pandangan ini. ALIRAN WAHABI SALAFI mengatakan, DIAM dan MENYERAHKAN maksud kepada Allah s.w.t. adalah BID'AH yang mungkar, walaupun banyak laporan yang thabit dan jelas seumpama matahari pada waktu dhuha. Lihat watak mereka favorite membid'ah bukan saja  mazhab Khalaf aliran takwil atas alasan mentakwil tetapi juga mazhab salaf aliran tafwidh pun di bid'ahnya atas alasan mendiamkan diri.
.
Sekian, moga ada sedikit manfa'atnya. Wassalam.

DALIL MAULIDUR RASUL

$
0
0
Diantara dalil-dalil yang bisa kita jadikan sebagai dasar diperbolehkannya memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah:

Firman Allah SWT:
ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮﺍْ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮﻥَ

"Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan."(QS.Yunus:58).

Jadi, Allah SWT menyuruh kita untuk bergembira dengan rahmat-Nya, sedangkan Nabi SAW merupakan rahmat yang terbesar, sebagaimana tersebut dalam Al-Quran, "Dan tidaklah Kami mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam." (QS Al-Anbiya’: 107).

Dalam sebuah hadist disebutkan:

وذكر السهيلي أن العباس بن عبد المطلب رضي الله عنه قال : لما مات أبو لهب رأيته في منامي بعد حول في شر حال فقال ما لقيت
بعدكم راحة الا أن العذاب يخفف عني كل يوم اثنين قال وذلك أن النبي صلى الله عليه وسلم ولد يوم الإثنين وكانت ثويبة بشرت أبا
لهب بمولده فاعتقها
.As-Suhaeli telah menyebutkan” bahawa Abbas bin Abdul mutholibmelihat abu lahab dalam mimpinya,dan Abbas bertanya padanya,"Bagaimana keadaanmu? Abu lahab menjawab, di neraka, cuma setiap senin siksaku diringankan karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw."(shahih bukhari hadits no.4813, sunan Baihaqi al-kubra hadits no.13701, syi’bul Iman no.281, fathul Baari al-Masyhur juz 11 hal431)

Peringatan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan kegembiraan dan kesenangan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan manfaat dengan kegembiraan itu (Ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu Lahab, paman Nabi, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang Cahaya Alam Semesta itu, Abu Lahab pun memerdekakannya sebagai tanda suka cita. Dan karena kegembiraannya, kelak di alam baqa’ siksa atas dirinya diringankan setiap hari Senin tiba.

Demikianlah rahmat Allah terhadap siapa pun yang bergembira atas kelahiran Nabi, termasuk juga terhadap orang kafir sekalipun. Maka jika kepada seorang yang kafir pun Allah merahmati, karena kegembiraannya atas kelahiran sang Nabi, bagaimanakah kiranya anugerah Allah bagi umatnya, yang iman selalu ada di hatinya?

Beliau saw. sendiri mengagungkan hari kelahirannya dan bersyukur kepada Allah pada hari itu atas nikmatNya yang terbesar kepadanya.

Rasulullah SAW merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setiap hari Senin Nabi SAW berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya.

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِّ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ: ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺈِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ” :ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ
(ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ)

Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.(H.R. Muslim).

Firman Allah :
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ
"Dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu.." (QS.Hud :120)

Dari ayat ini nyatalah bahwa hikmah dikisahkannya para rasul adalah untuk meneguhkan hati Nabi. Tidak diragukan lagi bahwa saat ini kita pun butuh untuk meneguhkan hati kita dengan berita-berita tentang beliau, lebih dari kebutuhan beliau akan kisah para nabi sebelumnya

Peringatan Maulid Nabi SAW mendorong orang untuk membaca shalawat, dan shalawat itu diperintahkan oleh Allah Ta’ala, Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman,bershalawatlah kalian untuknya dan ucapkanlah salam sejahtera kepadanya." (QS Al-Ahzab: 56).

Apa saja yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu yang dituntut oleh syara’, berarti hal itu juga dituntut oleh syara’. Berapa banyak manfaat dan anugerah yang diperoleh dengan membacakan salam kepadanya5. Peringatan Maulid Nabi masuk dalam anjuran hadits nabi untuk membuat sesuatu yang baru yang baik dan tidak menyalahi syari ‘at Islam. Rasulullah bersabda:َ

ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓﻲِ ﺍْﻹِﺳْـﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨـَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﺑَﻌْﺪَﻩُ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻘُﺺَ ﻣِﻦْ ﺃُﺟُﻮْﺭِﻫِﻢْ ﺷَﻰْﺀٌ

"Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebua perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga


mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun." (HR.Muslim dalam kitab Shahihnya).

Hadits ini memberikan keleluasaan kepada ulama ummat Nabi Muhammad untuk merintis perkara-perkara baru yang baik yang tidak bertentangan dengan al-Qur ‘an, Sunnah, Atsar maupun Ijma’.

Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu- pun di antara dalil-dalil tersebut. Dengan demikian berarti hukumnya boleh, bahkan salah satu jalan untuk mendapatkan pahala. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, berarti telah mempersempit keleluasaan yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada masa Nabi.

Dalam peringatan Maulid disebut tentang kelahiran beliau, mukjizat-mukjizatnya, sirahnya, dan pengenalan tentang pribadi beliau. Bukankah kita diperintahkan untuk mengenalnya serta dituntut untuk meneladaninya, mengikuti perbuatannya, dan mengimani mukjizatnya.

Kitab-kitab Maulid menyampaikan semuanya dengan lengkap.Peringatan Maulid merupakan ungkapan membalas jasa beliau dengan menunaikan sebagian kewajiban kita kepada beliau dengan menjelaskan sifat-sifatnya yang sempurna dan akhlaqnya yang utama.

Dulu, di masa Nabi, para penyair datang kepada beliau melantunkan qashidah-qashidah yang memujinya. Nabi ridha (senang) dengan apa yang mereka lakukan dan memberikan balasan kepada mereka dengan kebaikan-kebaikan. Jika beliau ridha dengan orang yang memujinya, bagaimana beliau tidak ridha dengan orang yang mengumpulkan keterangan tentang perangai-perangai beliau yang mulia. Hal itu juga mendekatkan diri kita kepada beliau, yakni dengan manarik kecintaannya dan keridhaannya.

Mengenal perangai beliau, mukjizat-mukjizatnya, dan irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah berikan pada diri seorang rasul sebelum diangkat menjadi rasul), menimbulkan iman yang sempurna kepadanya dan menambah kecintaan terhadapnya.

Manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, balk fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan. Dalam hal ini tidak ada yang lebih indah, lebih sempurna, dan lebih utama dibandingkan akhlaq dan perangai Nabi. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara’. Maka, apa saja yang memunculkannya juga merupakan tuntutan agama.

Mengagungkan Nabi SAW itu disyariatkan. Dan bahagia dengan hari kelahiran beliau dengan menampakkan kegembiraan, membuat jamuan, berkumpul untuk mengingat beliau, serta memuliakan orang-orang fakir, adalah tampilan pengagungan, kegembiraan, dan rasa syukur yang paling nyata.

Dalam ucapan Nabi SAW tentang keutamaan hari Jum’at, disebutkan bahwa salah satu di antaranya adalah, "Pada hari itu Adam diciptakan." Hal itu menunjukkan dimuliakannya waktu ketika seorang nabi dilahirkan. Maka bagaimana dengan hari di lahirkannya nabi yang paling utama dan rasul yang paling mulia?

Peringatan Maulid adalah perkara yang dipandang bagus oleh para ulama dan kaum muslimin di semua negeri dan telah dilakukan di semua tempat. Karena itu, ia dituntut oleh syara’, berdasarkan qaidah yang diambil dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud, "Apa yang dipandang balk oleh kaum muslimin, ia pun balk di sisi Allah; dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, ia pun buruk di sisi Allah."

Dalam peringatan Maulid tercakup berkumpulnya umat, dzikir, sedekah, dan pengagungan kepada Nabi SAW. Semua itu hal-hal yang dituntut oleh syara’ dan terpuji. Tidak semua yang tidak pernah dilakukan para salaf dan tidak ada di awal Islam berarti bid’ah yang munkar dan buruk, yang haram untuk dilakukan dan wajib untuk ditentang. Melainkan apa yang "baru" itu (yang belum pernah dilakukan) harus dinilai berdasarkan dalii-dalil syara’.

Tidak semua bid’ah itu diharamkan. Jika haram, niscaya haramlah pengumpulan Al-Quran, yang dilakukan Abu Bakar, Umar, dan Zaid, dan penulisannya di mushaf-mushaf karena khawatir hilang dengan wafatnya para sahabat yang hafal Al-Quran. Haram pula apa yang dilakukan Umar ketika mengumpulkan orang untuk mengikuti seorang imam ketika melakukan shalat Tarawih, padahal ia mengatakan, "Sebaik-baik bid’ah adalah ini." Banyak lagi perbuatan baik yang sangat dibutuhkan umat akan dikatakan bid’ah yang haram apabila semua bid’ah itu diharamkan.

Peringatan Maulid Nabi, meskipun tidak ada di zaman Rasulullah SAW, sehingga merupakan bid’ah, adalah bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), karena ia tercakup di dalam dalil-dalil syara’ dan kaidah-kaidah kulliyyah (yang bersifat global).

Jadi, peringatan Maulid itu bid’ah jika kita hanya memandang bentuknya, bukan perinaan-perinaan amalan yang terdapat di dalamnya (sebagaimana terdapat dalam dalil kedua belas), karena amalan-amalan itu juga ada di masa Nabi.Semua yang tidak ada pada awal masa Islam dalam bentuknya tetapi perincian-perincian amalnya ada, juga dituntut oleh syara’. Karena, apa yang tersusun dari hal-hal yang berasal dari syara’, pun dituntut oleh syara’.

Imam Asy-Syafi’i mengatakan, "Apa-apa yang baru (yang belum ada atau dilakukan di masa Nabi SAW) dan bertentangan dengan Kitabullah, sunnah, ijmak, atau sumber lain yang dijadikan pegangan, adalah bid’ah yang sesat. Adapun suatu kebaikan yang baru dan tidak bertentangan dengan yang tersebut itu, adalah terpuji.

Setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syar’i dan tidak dimaksudkan untuk menyalahi syariat dan tidak pula mengandung suatu kemunkaran itu termasuk ajaran agama.

Memperingati Maulid Nabi SAW berarti menghidupkan ingatan (kenangan) tentang Rasulullah, dan itu menurut kita disyariatkan dalam Islam. Sebagaimana yang kita lihat sebagian besar amaliah haji pun menghidupkan ingatan tentang peristiwa-peristiwa terpuji yang telah lalu.

Semua dalil-dalil yang disebutkan sebelumnya tentang dibolehkannya secara syariat peringatan Maulid Nabi SAW hanyalah pada peringatan-peringatan yang tidak disertai perbuatan-perbuatan munkar yang tercela, yang wajib ditentang. Adapun jika peringatan Maulid mengandung hal-hal yang disertai sesuatu yang wajib diingkari, seperti bercampurnya laki-laki dan perempuan, dilakukannya perbuatanperbuatan yang terlarang, dan banyaknya pemborosan dan perbuatan-perbuatan lain yang tidak diridhai Shahibul Maulid, tak diragukan lagi bahwa itu diharamkan. Tetapi keharamannya itu bukan pada peringatan Maulidnya itu sendiri, melainkan pada hal-hal yang terlarang tersebut

AMALAN HARI ASYURA ATAU 10 MUHARRAM

$
0
0
AMALAN HARI ASYURA ATAU 10 MUHARRAM
TRADISI ASYURA ATAU SEPULUH MUHARRAM

Oleh :

1. Jabatan Mufti Negeri Sembilan
2. MUFTI BRUNEI 🇧🇳
3. al-Fadhil Ustaz Muhammad Idrus Ramli
4. al-Fadhil Ustaz Syed Abdul Kadir al-Joofre

SOAL:

Setiap hari Asyura atau tanggal sepuluh Muharram, umat Islam banyak melakukan tradisi Islami yang baik. Apakah hal tersebut ada keterangannya dalam kitab para ulama yang mu’tabar dan diperakui?

JAWAB:

Ya jelas banyak, antara lain dalam kitab I’anah al-Thalibin karya Sayyid Bakri Syatha al-Dimyathi, dan penjelasan Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus al-Makki, ulama Syafi’iyah terkemuka dan pengajar di Masjid al-Haram, dalam kitabnya Kanz al-Najah wa al-Surur fi al-Ad’iyah al-Ma’tsurah allati Tasyrah al-Shudur, halaman 82, sebagai berikut:

فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ عَشْرٌ تَتَّصِلْ # بِهَا اثْنَتَانِ وَلَهَا فَضْلُ نُقِلْ
صُمْ صَلِّ صِلْ زُرْ عَالِمًا عُدْ وَاكْتَحِلْ # رَأْسَ الْيَتِيْمِ امْسَحْ تَصَدَّقْ وَاغْتَسِلْ
وَسِّعْ عَلىَ الْعِيَالِ قَلِّمْ ظَفَرَا # وَسُوْرَةَ اْلإِخْلاَصِ قُلْ أَلْفًا تَصِلْ

Pada hari Asyura terdapat dua belas amalan yang memiliki keutamaan

1) Puasa

2) Memperbanyak ibadah shalat

3) Shilaturrahmi dengan keluarga dan famili

4) Berziarah kepada ulama

5) Menjenguk orang sakit

6) Memakai celak mata

7) Mengusap kepala anak yatim

8) Bersedekat kepada fakir miskin

9) Mandi

10) Membuat menu makanan keluarga yang istimewa

11) Memotong kuku

12) Membaca surah al-Ikhlash 1000 kali.

SOAL:

Maaf, itu kan keterangan dari ulama muta’akhkhirin, bukan ulama ahli hadits terdahulu. Kami ingin keterangan dari ulama ahli hadits masa lalu? Karena kami khawatir itu justrru tradisi Syiah, bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah.

JAWAB:

Justru menurut ulama ahli hadits terdahulu, tradisi Asyura lebih banyak dari pada keterangan di atas. Misalnya seperti yang telah dijelaskan oleh al-Imam al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, (508-597 H/1114-1201 M), seorang ulama ahli hadits terkemuka bermadzhab Hanbali, yang menjelaskan dalam kitabnya al-Majalis sebagai berikut:

فَوَائِدُ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ
اَلْفَائِدَةُ اْلأُوْلَى: يَنْبَغِيْ أَنْ تَغْسِلَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ، وَقَدْ ذُكِرَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى يَخْرِقُ فِيْ تِلْكَ اللَّيْلَةِ زَمْزَمَ إِلىَ سَائِرِ الْمِيَاهِ، فَمَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَئِذٍ أَمِنَ مِنَ الْمَرَضِ فِيْ جَمِيْعِ السَّنَةِ، وَهَذَا لَيْسَ بِحَدِيْثٍ، بَلْ يُرْوَى عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ. اْلفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ: الصَّدَقَةُ عَلىَ الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِيْنِ. اْلفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ: أَنْ يَمْسَحَ رَأْسَ الْيَتِيْمِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ أَنْ يُفَطِّرَ صَائِمَا. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةُ أَنْ يُسْقِيَ الْمَاءَ. اَلْفَائِدَةُ السَّادِسَةُ أَنْ يَزُوْرَ اْلإِخْوَانَ. اَلْفَائِدَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَعُوْدَ الْمَرِيْضَ. اَلْفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ أَنْ يُكْرِمَ وَالِدَيْهِ وَيَبُرَّهُمَا. الْفَائِدَةُ التَّاسِعَةُ أَنْ يَكْظِمَ غَيْظَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْعَاشِرَةُ أَنْ يَعْفُوَ عَمَّنْ ظَلَمَهُ. اَلْفَائِدَةُ الْحَادِيَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنَ الصَّلاَةِ وَالدُّعَاءِ وَاْلاِسْتِغْفَارِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّانِيَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ. اَلْفَائِدَةُ الثَّالِثَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُمِيْطَ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ. اَلْفَائِدَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَةَ أَنْ يُصَافِحَ إِخْوَانَهُ إِذَا لَقِيَهُمْ. اَلْفَائِدَةُ الْخَامِسَةَ عَشَرَةَ: أَنْ يُكْثِرَ فِيْهِ مِنْ قِرَاءَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ لِمَا رُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ بْنِ أَبِيْ طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: مَنْ قَرَأَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَلْفَ مَرَّةٍ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ وَمَنْ نَظَرَ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا.

Beberapa faedah amalan soleh  pada hari Asyura

1) Mandi pada hari Asyura. Telah disebutkan bahwa Allah SWT membedah komunikasi air Zamzam dengan seluruh air pada malam Asyura’. Karena itu, siapa yang mandi pada hari tersebut, maka akan aman dari penyakir selama setahun. Ini bukan hadits, akan tetapi diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

2) Bersedekah kepada fakir miskin.

3) Mengusap kepala anak yatim.

4) Memberi buka orang yang berpuasa.

5) Memberi minuman kepada orang lain.

6) Mengunjungi saudara seagama.

7) Menjenguk orang sakit.

8) Memuliakan dan berbakti kepada kedua orang tua.

9) Menahan amarah dan emosi.

10) Memaafkan orang yang telah berbuat aniaya.

11) Memperbanyak ibadah shalat, doa dan istighfar.

12) Memperbanyak dzikir kepada Allah.

13) Menyingkirkan apa saja yang mengganggu orang di jalan.

14) Berjabat tangan dengan orang yang dijumpainya.

15) Memperbanyakkan membaca surat al-Ikhlash sampai seribu kali. Karena atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, barangsiapa yang membaca 1000 kali surah al-Ikhlash pada hada hari Asyura, maka Allah akan memandang-Nya. Siapa yang dipandang oleh Allah, maka Dia tidak akan mengazabnya selamanya. (Al-Hafizh Ibnu al-Jauzi al-Hanbali, kitab al-Majalis halaman 73-74, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah).

Jadi tradisi-tradisi tersebut bukan tradisi Syiah. Tetapi murni Islami dan Ahlussunnah Wal-Jama’ah dan ahli hadits.

SOAL:

Sebahagian masyarakat Nusantara berbagi-bagi bubur pada hari Asyura. Apakah hal tersebut ada dalilnya?

JAWAB:

Ya, berbagi bubur kepada tetangga itu kan bagian dari sedekah. Jelas ada dalilnya. Berkaitan dengan tradisi membuat makanan Bubur Syuro pada hari Asyura ini, ada hadits shahih yang mendasarinya.

عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ سَنَتِهِ كُلِّهَا. حديث صحيح (رواه الطبرانى، والبيهقى).

“Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya (dalam hal belanja dan makanan) pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun tersebut.” Hadits shahih. (HR. al-Thabarani dan al-Baihaqi).
Berkaitan dengan hadits tersebut, al-Imam al-Hafizh Ahmad al-Ghumari menulis kitab khusus tentang keshahihannya berjudul, Hidayah al-Shaghra’ bi-Tashhih Hadits al-Tausi’ah ‘ala al-‘Iyal Yauma ‘Asyura’. Bahkan al-Imam al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, murid Syaikh Ibnu Taimiyah, berkata dalam kitabnya Lathaif al-Ma’arif, sebagai berikut:

وَقَالَ ابْنُ مَنْصُوْرٍ: قُلْتُ لأَحْمَدَ: هَلْ سَمِعْتَ فِي الْحَدِيْثِ: ( مَنْ وَسَّعَ عَلىَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ السَّنَةِ) فَقَالَ: نَعَمْ رَوَاهُ سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ جَعْفَرٍ اْلأَحْمَرِ عَنْ إِبْرَاهِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنِ الْمُنْتَشِرِ وَ كَانَ مِنْ أَفْضَلِ أَهْلِ زَمَانِهِ أَنَّهُ بَلَغَهُ: أَنَّهُ مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ أَوْسَعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ فقَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ: جَرَّبْنَاهُ مُنْذُ خَمْسِيْنَ سَنَةً أَوْ سِتِّيْنَ سَنَةً فَمَا رَأَيْنَا إِلاَّ خَيْرًا. (الإمام الحافظ ابن رجب الحنبلي، لطائف المعارف، ص ١٣٧-١٣٨).

“Ibn Manshur berkata, “Aku berkata kepada Imam Ahmad, “Apakah Anda mendengar hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama setahun?” Ahmad menjawab, “Ya. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Ja’far al-Ahmar, dari Ibrahim bin Muhammad, dari al-Muntasyir –orang terbaik pada masanya-, bahwa ia menerima hadits, “Barangsiapa yang menjadikan kaya keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan menjadikannya kaya selama satu tahun penuh”. Sufyan bin Uyainah berkata, “Aku telah melakukannya sejak 50 atau 60 tahun, dan selalu terbukti baik.” (al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, Lathaif al-Ma’arif, hal. 137-138).

Perhatikan, ternyata tradisi sedekah Asyura telah berlangsung sejak generasi salaf.

SOAL: Berarti kelompok yang enggan melakukan tradisi Asyura dan bahkan hanya  mencela dan membid’ahkan tidak punya dasar ya?

JAWAB: Ya jelas tidak punya dasar.

SOAL: Apa tujuan mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura?

JAWAB: Pertanyaan Anda dijelaskan dalam hadits berikut ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلاً شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ. رواه أحمد. قال الحافظ الدمياطي ورجاله رجال الصحيح.

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki me

ngeluhkan hatinya yang keras kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau bersabda: “Usaplah kepala anak yatim, dan berilah makan orang miskin.” (HR. Ahmad [9018]. Al-Hafizh al-Dimyathi berkata: “Para perawinya adalah para perasi hadits shahih.” Lihat, al-Hafizh al-Dimyathi, al-Matjar al-Rabih fi Tsawab al-‘Amal al-Shalih, hlm 259 [1507]).

Perhatikan, dalam hadits di atas, mengusap kepala anak yatim dan bersedekah makanan kepada kaum miskin termasuk kita bagi mengatasi hati yang keras. Kita perhatikan, orang yang tidak suka mengusap kepala anak yatim, dan membid’ahkan orang yang gemar selamatan, hatinya selalu keras, meskipun ribuan dalil disampaikan, masih saja hatinya menolak kebenaran. Hadaanallaahu waiyyaakum. Amin. Wallahu a’lam.

Bacaan tambahan :

1. Amalan yang disunatkan pada 10 Muharram - Mufti Brunei
http://jomfaham.blogspot.com/2009/12/ketahuilah-amalan-yang-disunatkan-pada.html

2. Soal Jawab Amalan Di Bulan Muharram - Ustaz Syed Abdul Kadir Aljoofre
http://jomfaham.blogspot.com/2012/11/soal-jawab-amalan-di-bulan-muharram.html

3. Bubur Asyura - http://jomfaham.blogspot.my/2015/10/bubur-asyura.html?m=1

Who is Albani?

$
0
0

Who is Albani?

Pernah dengar nama Albani?kepada murid-murid tegar Syeikh Google Al-Yahoo atau Maulana Wikipedia tentu sangat biasa dengan nama ni sebab bila mereka google artikel agama dari Syeikh Google,result yang keluar akan dipenuhi dengan artikel agama fahaman Wahabi dan dalam artikel itu jika mengandungi hadis-hadis Rasulullah maka akan kelihatan di akhir hadis itu dalam kurungan ayat-ayat seperti "hadis ini dinilai sahih oleh Albani" atau "disahihkan oleh Albani" atau "dinilai daif oleh Albani" atau "digoreng celup tepung oleh Albani"
Siapa tu Albani?

Apa kaitan dia dengan hadis Nabi?apa kelayakan dia sesedap tekak dia boleh sahihkan,daifkan,palsukan sesuatu hadis tu?

Nasiruddin Albani ni merupakan seorang tukang repair jam yang punyai kedai jamnya sendiri,tapi minat dia terhadap agama sangat tinggi,tapi sayang sejuta kali sayang,dia tak mahu berguru dan belajar agama sendiri-sendiri dengan timbunan buku di perpustakaan.Terjun dalam bidang agama tanpa guru itu maka syaitan lah gurunya.Setiap hari lepas tutup kedai,dia akan ke perpustakaan dan baca buku-buku agama terutamanya buku berkaitan hadis,kemudiannya dia telah diangkat (secara tiba-tiba???) oleh puak-puak wahabi sebagai ULAMA HADIS...

bukan ulama hadis biasa!

tapi ulama hadis yang sangat tinggi darjatnya sehingga layak menilai sesuatu hadis itu bertaraf apa samada sahih,hasan,daif,maudhu' !

Kenapa puak Wahabi angkat tukang jam sebagai ulama hadis?bahkan ada yang terlampau taksub dengan dia sehingga menyamatarafkan dia dengan Imam Bukhari!

Sedangkan dia (Albani) cuma tukang repair jam yang tidak berguru,tak punya sanad ilmu jauh sekali sanad hadis,semuanya belajar sendiri-sendiri di perpustakaan,disebabkan dia terlampau kagum dengan dirinya,maka dia melampaui banyak batas perbahasan dimana ulama yang besar-besar pun tak berani sentuh contohnya seperti menilai hadis....

Wahabi-wahabi popularkan nama dia dengan meletakkan namanya di setiap hadis agar orang-orang bodoh (seperti mereka) percaya bahawa dia itu ulama hadis besar!

Jadi orang-orang jahil yang belajar ilmu dari Syeikh Google terutamanya akan copy paste artikel yang dipenuhi hadis-hadis yang telah digoreng kunyit oleh Albani...

Apa masalahnya jika sesuatu hadis itu dicemari nama Albani?

Masalahnya sangat besar kerana Albani itu bukan ulama jauh sekali seorang muhaddis,terlampau banyak fatwa menyeleweng dan hadis-hadis yang sahih dia kata palsu,yang daif dikatakan palsu,dan hadis yang sama dalam kitab dia yang lain pulak dia kata yang sebaliknya,jadi dia sendiri tak faham apa yang dia sahihkan dan yang dia daifkan....bahkan ada beberapa hadis dari kitab Sahih Bukhari pun dituduh palsu oleh dia?Apakah kecelaruan ini?

Jadi berhati-hati dengan hadis yang dicemari dengan nama Albani......

Selain kecelaruan dalam bidang Hadis,dia juga sangat celaru dalam bidang fiqh dan fatwa-fatwa mengarut.

Berikut diantara penyimpangan-penyimpangan Albani yang dicatat para ulama’:

1) Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya sebagaimana dia sebutkan dalam
kitabnya berjudul Almukhtasar al Uluww hal. 7, 156, 285.

2) Mengkafirkan orang-orang yang bertawassul dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-orang soleh seperti dalam kitabnya “at-Tawassul” .

3) Menyerukan untuk menghancurkan Kubah hijau di atas makam Nabi SAW
(Qubbah al Khadlra’) dan menyuruh memindahkan makam Nabi SAW ke luar
masjid sebagaimana ditulis dalam kitabnya“Tahdzir as-Sajid” hal. 68-69.

4) Mengharamkan penggunaan tasbih dalam berdzikir sebagaimana dia tulis
dalam kitabnya “Salsalatul Ahadits Al-Dlo’ifah” hadits no: 83.

5) Mengharamkan ucapan salam kepada Rasulullah ketika shalat dg kalimat
“Melarang Assalamu ‘alayka ayyuhan-Nabiyy”. Dia berkata: Katakan “Assalamu
'alan Nabiyy” alasannya karena Nabi telah meninggal, sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya yang berjudul “Sifat shalat an-Nabi”.

6) Memaksa umat Islam di Palestina untuk menyerahkan Palestina kepada orang Yahudi sebagaimana dalam kitabnya “Fatawa al Albani”.Fatwa ini pernah menggemparkan Malaysia kerana puak Wahabi dalam UMNO iaitu ulama muda telah timbulkan kontroversi besar dengan mengatakan bahawa tiada jihad di Palestin kerana taksub secara mengkhinzir buta kepada fatwa pelik Albani ni.

7) Dalam kitab yang sama dia juga mengharamkan Umat Islam mengunjungi sesamanya dan berziarah kepada orang yang telah meninggal di makamnya.

Mengharamkan bagi seorang perempuan untuk memakai kalung emas
sebagaimana dia tulis dalam kitabnya “Adaab az-Zafaaf “,

9) Mengharamkan umat Islam melaksanakan solat tarawih dua puluh raka’at di bulan Ramadan sebagaimana ia katakan dalam kitabnya “Qiyam Ramadhan”
hal.22.

10) Mengharamkan umat Islam melakukan solat sunnah qabliyah jum’at
sebagaimana disebutkan dalam kitabnya yang berjudul “al Ajwibah an-Nafiah”.

Ini cuma sebahagian kecil dari kecelaruan si tukang jam..maka berhati-hatilah dengan para Wahabi yang tidak menggunakan akal yang sihat taksub buta kepada dia...

Para wahabi mengkafirkan muslim yang taksub kepada Imam syafie yang merupakan seorang imam besar,diakui keilmuannya oleh jutaan ulama dan muslim tapi mereka pula taksub buta tanpa fikir kepada seorang tukang jam yang ditolak dan dikecam ratusan ulama?

Wujud kah kebodohan yang lebih rendah dari ini??..jem kreng goh lar...

BERTEMU RASULULLAH DAN NABI KHIDIR

$
0
0

BERTEMU RASULULLAH DAN NABI KHIDIR

Bisyr Al-Hafi (150-227 H) adalah seorang sufi yang tinggal di Baghdad. Beliau adalah ulama dan sufi yang cukup terkenal di zamannya. Dalam suatu kesempatan, beliau menceritakan pengalaman mimpinya bertemu Rasulullah SAW.

“Aku pernah bermimpi melihat Nabi Muhammad SAW. Beliau berkata kepadaku, “Wahai Bisyr, tahukan kamu mengapa Allah mengangkat derajatmu melebihi sahabat-sahabatmu?”

Aku lalu menjawab, “Aku tidak tahu, ya Rasulullah.”

Beliau menjawab, “Karena perbuatanmu yang mengikuti sunnahku, baktimu kepada orang-orang shaleh, saran baikmu kepada saudara-saudaramu, dan rasa cintamu kepada sahabat-sahabatku dan ahlu baitku. Itulah yang menjadikan sebab kamu sampai pada tingkatan orang-orang shaleh.”

Bisyr Al-Hafi memang dikenal sangat alim, rendah hati, sangat menghormati para guru-gurunya. Keshalehannya pun dikenal para sufi yang lain tak hanya dari cerita dari mulut ke mulut, dari ceramah atau kitab, tetapi juga dari pengalaman spiritual yang pernah dialami oleh sufi yang lain.

Seperti yang diceritakan oleh Bilal Al-Khawwash. Beliau menceritakan: “Aku pernah berada di Padang Sahara yang dihuni orang-orang Israil. Tiba-tiba, seorang lelaki muncul dan berjalan menemaniku. Aku heran, siapakah gerangan ini. Tidak berapa lama kemudian, aku diberi ilham bahwa laki-laki itu adalah Khidir a.s.

Aku pun segera beranjak menemui lelaki asing itu dan bertanya, “Demi kebenaran suatu kebenaran, siapakah kamu sebenarnya?”
“Aku Khidir, saudaramu!” jawabnya.
“Bagaimana pendapatmu tentang Imam Syafii rahimahullah?” tanyaku kemudian.
“Dia adalah termasuk pemelihara agama,” jawab Khidir.

“Bagaimana pendapatmu tentang Imam Ahmad bin Hanbal?”
“Dia seorang Shiddiq,” jawab Khidir.
“Dan bagaimana pendapatmu tentang Bisyr bin Harits Al-Hafi?” tanyaku lagi.
“Belum ada orang sepertinya sesudahnya kelak.”
“Apakah yang bisa menjadikan aku dapat bertemu denganmu, wahai Khidir?”
“Karena kebaikanmu kepada ibumu.”

( Dikutip dari Risalah Qusyairiyah )

IBU BAPA NABI SAW DAN ORANG2 WAHHABI......

$
0
0

IBU BAPA NABI SAW
DAN ORANG2 WAHHABI......

Bukan rahasia umum bagi salafi wahabi dalam keyakinannya mengatakan bahwa kedua orang tua Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah termasuk golongan orang kafir [meninggal dalam kekafiran]. Anda bisa baca tuduhan keji mereka kepada kedua orang tua Nabi di sini …. http://www.voa-islam.com/islamia/konsultasi-agama/2011/02/17/13367/status-ayah-dan-ibu-rasulullah-muslim-atau-kafir/ … Benarkah kedua orang tua Nabi kafir sedemikian yg dituduhkan?

Orang-orang Wahabi yang katanya paling beriman dan paling mengikuti sunnah, memang tidak bisa menjaga lidah dari ucapan mengkafirkan orang sembarangan tanpa pilih kasih, bahkan mudah saja mengatakan ayah ibu Rasulullah adalah kafir/musyrik. Tak kah kamu pertimbangkan ayat Allah:

“sesungguhnya orang2 musyrik adalah najis” (surat at-Taubah azat 28)
Ya memang para ulama dalam menafsirkan ayat di atas ada yang mengartikan najis dalam arti hakiki hingga orang-orang kafir tidak boleh memasuki mesjid, dan ada juga para ulama yang menafsirkan najis dalam arti majazi, hingga maksudnya adalah najis dalam hal aqidah.

Tapi tetap saja, makna mana sajapun yang diambil dari kedua ayat di atas, sangat menyakiti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin seorang Rasulullah yang suci dilahirkan daripada orang-orang yang beraqidahkan najis atau dilahirkan dari daging dan darah yang najis. La haulun wa la quwwatun illa billah.

Lihatlah sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
إن الله اصطفاني من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل كنانة واصطفى من كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم

Sesungguhnya Allah mensucikan daripada anak2 Ibrahim: Ismail, mensucikan daripada anak2 Ismail: Kinanah, mensucikan daripada Kinanah Quraisy, dan mensucikan daripada Quraisy: Bani Hasyim, dan Allah mensucikan aku daripada Bani Hasyim.(Hadits riwayat Muslim)

Cobalah pikir pakai otak, jangan pakai dengkul, apakah mungkin Allah mensucikan mereka, dari generasi ke generasi, sementara mereka adalah orang2 kafir???

Dan kemudian apakah kalian lupa dengan firman Allah:
إِنَّمَا يريدُ اللَّه لِيُذْهِب عَنْكُم الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْت وَيطَهِّرَكُم تَطْهِيراً

"Sesungguhnya Allah hanya ingin menghilangkan najis dari ahlul baitmu dan mensucikan mu dengan sesuci-sucinya."

Inilah kesalahan wahabi. Mereka tidak pernah melihat dalil-dalil lain yang lebih kuat dan lebih qoth’i. Sudahlah cara mereka sangat tekstual dalam memahami nash ditambah pula tak mau melihat dan menggabungkan dalil-dalil lain yang ada. Maka hancurlah istimbath mereka dalam segala bidang, baik fiqih, tauhid maupun tasawuf. Inilah yang menjadi sebab kenapa mereka mengharamkan isbal, pembangungan kubur, pemahaman tentang makna bid’ah dan banyak lagi.

Lalu bagaimana dengan hadits riwayat Muslim:

حدثنا يحيى بن أيوب ومحمد بن عباد واللفظ ليحيى قالا حدثنا مروان بن معاوية عن يزيد يعني بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم استأذنت ربي أن أستغفر لأمي فلم يأذن لي واستأذنته أن أزور قبرها فأذن لي

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun untuk ibuku maka Dia tak mengizinkanku, kemudian aku minta izin untuk menziarahi kuburnya maka Dia mengizinkan aku. (HR. Muslim 976, juga diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud,  An Nasa’I dan Ibnu Hibban, semuanya dari jalur Abu Hurairah)

Mendengar hadits ini, maka kita jangan tergesa-gesa megatakan bahwa ibu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah kafir. Wal ‘iyadzubillah…

Harus kita teliti dulu pendapat para ulama tentang pemahaman hadits itu sebenarnya bagaimana. Mari kita dengar apa kata Imam Suyuthi penutup amirul mukminin fil hadits:

“ Adapun hadits tersebut maka tidak mesti diambil daripadanya hukum kafir berdasarkan dalil bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga ketika di awal-awal Islam dilarang untuk menyolatkan dan mengistighfarkan orang mukmin yang ada hutangnya tapi belum dilunaskan karena istighfar Nabi shallallahu alaihi wa sallam akan dijawab Allah dengan segera, maka siapa yang diistighfarkan Rasul dibelakang doanya akan sampailah kepada derajat yang mulia di surga, sementara orang yang berhutang itu tertahan pada maqomnya sampai dilunaskan hutangnya sebagaimana yang ada dalam hadits (jiwa setiap mukmin terkatung dengan hutangnya sampai hutangnya itu dilunaskan). Maka seperti itu pulalah ibu Nabi alaiha salam bersamaan dengan posisinya sebagi seorang wanita yang tak pernah menyembah berhala, maka beliaupun tertahan dari surga di dalam barzakh; karena ada sesuatu yang lain diluar kufur.”[At-Ta’zhim wal Minnah Suyuthi hal 29]

Kemudian mari kita simak apa kata Al-Allamah Al Arif Billah Syaikh Zaki Ibrahim pimpinan Tariqat Syadziliyah Asyirah Muhammadiyah di Mesir:

1. Bahwasanya istighfar adalah bagian dari penghapusan dosa, maka  seseorang tidak akan berdosa selama dakwah Islam belum sampai kepadanya. Maka tidak perlulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memintakan ampun untuk orang yang belum terhitung telah melakukan dosa dan Allahpun juga tak akan mengiqobnya sebagai dosa. Maka memintakan ampun kepada ibunya, adalah suatu hal yang sia-sia, dan bukanlah daripada sifat para Nabi melakukan suatu hal yang sia-sia.
2. Sesungguhnya ahlul bait Nabi tak akan masuk ke dalam neraka dan ibunya adalah daripada ahlul bait Nabi sebagaimana yang dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dan lainnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Aku memohon kepada Allah supaya tidak ada satupun ahlul baitku yang masuk ke dalam neraka, maka Allah mengabulkan permhonanku.” Dan begitupula yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thobari dari Ibnu Abbas tentang penafsiran ayat: wa la saufa yu’tika Rabbuka fa tardha; dan daripada keridhoan Muhammad adalah tidak ada satu daripada ahlul baitnya yang masuk ke dalam neraka. Maka memintakan ampun kepada ibunya dalam kondisi yang seperti ini juga merupakan suatu hal yang sia-sia dan percuma, dan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam disucikan Allah dari hal yang percuma dan sia-sia.[‘Ismatun Nabi Zaki Ibrahim hal.96]

Ketiga pemahaman yang diungkapkan oleh dua ulama kita di atas sangatlah mewakili pemahaman jumhur ulama lainnya yang tidak pernah mengatakan bahwa ibu Rasulullah adalah kafir.

Jika kita kaji lebih mendalam sesuai apa yang dijelaskan oleh para ulama dan termasuk ulama wahabi sendiri tidaklah demikian adanya.

Dalam Kitab “Dhawabith Takfir Al-Mu’ayyan menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah Al-Harrani” karangan Abi Al-‘Ula Rasyid bin Abi Al-‘Ula Rasyid cetakan Maktabah Ar-Rusyd tahun 1425 H/2004 M pada hal. 49 dan 51 dijelaskan sbb:

“Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebelum mengkafirkan seseorang dengan nyata-nyata syaratnya harus telah ditegakkannya hujjah [sampainya hujjah], dan itu menjadi dasar ucapan-ucapannya dalam sebagian yang telah dihukumi kafir, “Tetapi sebagian manusia yang bodoh [tidak mengetahui] beberaka hukum karena terhalang kebodohannya, maka tidak boleh seseorang menghukumi kafir sehingga tegaknya hujjah [sampainya hujjah] padanya dari arah sampainya risalah kenabian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (Dan tidaklah kami mengadzab mereka, sehingga kami mengutus kepadanya seorang Rasul) {QS. Al-Isra’: 15} [Majmu’ Fatawa jus 11 hal. 406]”

“Syeikh Hamid bin Nashir bin Ma’mar seorang ulama pendakwah murid dari Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Semua orang yang sudah sampai kepadanya Al-Qur’an dan dakwah [risalah/diutusnya] Rasul, maka telah ditegakkan hujjah kepadanya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: (…supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya)). {QS. Al-An’am: 19).”

Dan pada hal. 54 Syeikh Ishaq bin Abdurrahman An-Najd berkata, “Dan yang dimaksud: tegaknya hujjah adalah sebab telah diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampainya Al-Qur’an [kepadanya], siapa saja yang mendengar dakwah Rasulullah dan telah sampainya Al-Qur’an kepadanya, maka telah ditegakkannya hujjah [hukum]. Dan inilah yang dimaksud oleh ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.”

KESIMPULAN, JIKA SALAFI WAHABI SAAT INI MEYAKINI BAHWA KEDUA ORANG TUA NABI MUHAMMAD ADALAH MASIH KAFIR, ITU LEBIH DISEBABKAN OLEH PRASANGKA KEDENGKIAN SEMATA, BUKTINYA PARA ULAMA MEREKA SAJA DENGAN DASAR AYAT-AYAT AL-QUR’AN DI ATAS DALAM PENJELASANNYA TERNYATA “SIAPAPUN ORANG YANG BELUM MENDAPATKAN DAKWAH RASUL DAN SAMPAINYA AL-QUR’AN KEPADANYA TIDAKLAH DIHUKUMI KAFIR.” Wallahu a’lam bish-Shawab.

------------------------------------------------------------------------------------------------
Akhirnya saya tutup dengan sebuah kisah Imam Al-Qodhi Abu Bakar ibnu Al-Arabi salah seorang ulama muhaqqiqin besar Malikiyah  pernah ditanya: Bahwa ada orang yang mengatakan orang tua Nabi shallallahu alaihi wa sallam di neraka. Apa jawab Ibnu Al-Arobi? Beliau mengatakan; “Terlaknat orang yang mengatakan orang tua Nabi di neraka karena Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasulullah, Allah melaknat mereka di dunia dan akhirat dan Allah menyiapkan kepada mereka adzab yang hina” ( Al-Ahzab 57)

------------------------------------------------------------------------------------------------

Catatan:

Jika Ada umat Wahabi yg membantah postingan ini dan berbicara berbelit-belit, saya tantang untuk komen dan mengatakan secara langsung kepada saya jika Ayah dan Bunda Rasulullah SAW adalah Kafir. Silahkan kalau Berani !

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

*BAGAIMANAKAH AL-WAHHABIYYAH MENILAI AL-ASYA^IRAH DAN AL-MATURIDIYYAH GOLONGAN MAJORITI UMAT ISLAM SEPANJANG ZAMAN?*

$
0
0

*BAGAIMANAKAH AL-WAHHABIYYAH MENILAI AL-ASYA^IRAH DAN AL-MATURIDIYYAH GOLONGAN MAJORITI UMAT ISLAM SEPANJANG ZAMAN?*

Seawalnya mari kita perhatikan betul-betul bagaimana para ulama membahaskan tentang golongan Al-Asyairah dan al-Maturidiyah.

1. Al-Hafiz Muhammad Murtado al-Zabidi seorang daripada ulama hadith yang terkemuka menyebutkan dalam _Ithafus-Sadatil-Muttaqin Syarh Ihya’ ^Ulumid-Din_ di fasal kedua (Darul-Fikr, Beirut, jil. 2, hlm. 6):

إذا اطلق أهل السنة والجماعة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية . اهـ

Maksudnya: _”Sekiranya disebut Ahlis-Sunnah wal-Jama^ah maka yang dimaksudkan dengan golongan tersebut adalah kelompok al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah”._

2. Al-Faqih al-Hanafi Ibn ^Abidin seorang daripada ulama besar mazhab Hanafi telah berkata di dalam kitab hasyiyahnya _al-Raddul-Muhtar ^ala al-Durril-Mukhtar_ (Darul-Fikr, Beirut, cet. 2, 1412H - 1992R, jil. 1, hlm. 49):

أهل السنة والجماعة وهم الأشاعرة والماتريدية

Maksudnya: _”Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah  dan mereka adalah golongan al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah”._

3. Al-Syaikh ^Abdul-Wahhab al-Sya^rani  dalam kitabnya _al-Yawaqit wal-Jawahir_ (hlm. 16 - 17) menyebutkan:

واعلم يا أخي أن المراد بأهل السنة والجماعة في عرف الناس اليوم الشيخ أبي الحسن الأشعري ومن سبقه بالزمان كالشيخ أبي منصور الماتريدي وغيره ، رضي الله تعالى عنهم ، وقد كان الماتريدي إماما عظيما في السنة ، كالشيخ أبي الحسن الأشعري.

Maksudnya: _“ Ketahuilah wahai saudara bahawa Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah pada uruf manusia para hari ini adalah al-Syaikh Abul-Hasan al-Asy^ari dan yang datang sebelumnya seperti al-Syaikh Abu Mansur al-Maturidi serta selainnya radiyaLlahu ^anhum. Al-Maturidi adalah seorang imam yang hebat dalam sunnah sepertimana al-Syaikh Abul-Hasan al-Asy^ari”._ Intaha.

Kemudian dia berkata:

أما أتباع الشيخ أبي الحسن الأشعري فهم منتشرون في الآكثر بلاد الإسلام كخرسان والعراق والشام ومصر وغيرها من البلاد. فلذلك صار الناس يقولون: فلان عقيدته صحيحة أشعرية

Maksudnya: _”Adapun para pengikut al-Syaikh Abul-Hasan al-Asy^ari maka mereka tersebar di kebanyakkan negara Islam seperti Khurasan, Iraq, Syam, Mesir dan negara-negara lain lagi. Justeru, manusia berkata:“Si fulan akidahnya sahih yang bermetodologikan al-Asy^ariyyah”._

4. Ibn Hajar al-Haitami dalam _al-Minatul-Makkiyyah fi Syarh al-Hamziyyah_ (hlm. 664 – 665) menyebutkan:

أهل السنة والجماعة هم أتباع أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي رضي الله تعالى عنهما

Maksudnya: _”Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah mereka adalah para pengikut Abul-Hasan al-Asy^ari dan Abu Mansur al-Maturidi radiyaLlahu ^anhuma”._ Intaha.

Dalam kitabnya _al-Zawajir ^an Iqtirafil-Kaba’ir_ (hlm. 82) Ibn Hajar al-Haitami menyebut:

المـراد بالسنة ما عليه إماما أهل السنة والجمـاعة الشيخ أبو الحسن الأشعري وأبو منصور الماتريدي اهـ.

Maksudnya: _”Maksud al-Sunnah ialah perkara yang dipegang oleh dua imam Ahlis-Sunnah wal-Jama^ah iaitu al-Syaikh Abul-Hasan al-Asy^ari dan Abu Mansur al-Maturidi”._ Intaha.

Ibn Hajar al-Haitami pernah ditanya mengenai al-Imam Abul-Hasan al-Asy^ari, al-Baqillani, Ibn Furak, Imamul-Haramain, al-Baji dan lain-lain lagi yang mengambil aliran al-Asy^ari, maka beliau menjawab (Lihat _al-Fatawa al-Hadithiyyah_, Darul-Fikr, hlm. 145):

هم أئمة الدين وفحول علماء المسلمين فيجب الاقتداء بهم لقيامهم بنصرة الشريعة وإيضاح المشكلات ورَّدِ شُبَه أهل الزيغ

Maksudnya: _”Mereka adalah para imam agama dan para pahlawan ulama bagi umat Islam. Oleh itu, wajib kita mencontohi mereka kerana mereka bangkit membela syariat dan menjelaskan kemusykilan-kemusykilan dan menolak kekeliruan golongan yang menyeleweng”._ Intaha.

5. Al-Taftazani dalam _Syarh al-Maqasid_ (jil. 3, hlm. 464 – 465) menyebutkan:

والمشهور من أهل السنة في ديار خراسان و العراق و الشام و أكثر الأقطار هم – الأشاعرة – أصحاب أبي الحسن الأشعري. و في ديار ما وراء النهر أهل السنة هم – الماتريدية – أصحاب أبي منصور الماتريدي. اهـ

Maksudnya: _”Dan yang masyhur di kalangan Ahlus-Sunnah di negara Khurasan, Iraq, Syam, dan kebanyakan tempat mereka adalah al-Asya^irah iaitu para pengikut Abul-Hasan al-Asy^ari. Di Negara Ma Wara’in-Nahr (Negara di sebalik sungai) Ahlus-Sunnah itu mereka adalah al-Maturidiyyah para pengikut Abu Mansur al-Maturidi”._ Intaha.

6. Al-Imam al-Jalal al-Dawani menyebut dalam kitabnya _Syarh al-^Aqa’idil-^Uddiyyah_ (jil. 1, hlm. 34):

الفرقة الناجية، وهم الأشاعرة أي التابعون في الأصـول للشيخ أبي الحسـن... فـإن قلت: كيف حكم بأن الفرقة الناجية هم الأشاعرة؟ وكل فرقة تزعم أنها ناجية؟ قلت سياق الحـديث مشعر بأنهم – يعني الفرقة الناجية – المعتقدون بما روي عن النبـي ‘ وأصحابه، وذلك إنما ينطبق على الأشاعرة، فإنهم متمسكون في عقائدهم بالأحاديث الصحيحة المنقولة عنه ‘ وعن أصحابه، ولا يتجاوزون عن ظواهرها إلا لضرورة، ولا يسترسلون مع عقولهم كالمعتزلة) اهـ.

Maksudnya: _” Golongan terselamat, dan mereka itu adalah al-Asya^irah iaitu golongan yang mengikut usul yang diasaskan oleh al-Syaikh Abul-Hasan (al-Asy^ari).. Jika engkau berkata: “Bagaimana dihukumkan bahawa golongan terselamat itu adalah golongan al-Asya^irah? Setiap kumpulan mengatakan bahawa kumpulan merekalah terselamat?”, maka aku berkata: Susun kata hadith itu dirasakan bahawa mereka - golongan terselamat – yang meyakini perkara yang telah diriwayatkan daripada Nabi dan para Sahabat baginda. Sedangkan itu hanya sesuai dengan golongan al-Asya^irah, mereka berpegang teguh dalam keyakinan-keyakinan mereka dengan hadith-hadith yang sahih yang dinukilkan daripada baginda dan Sahabat baginda. Mereka tidak akan keluar daripada zahirnya melainkan kerana suatu keperluan dan mereka tidak meleret bersama akal-akal mereka seperti golongan Muktazilah”._ Intaha.

14. Al-Syaikh Tajud-Din ^Abdul-Wahhab ibn ^Ali berkata dalam kitabnya _Mu^idun-Ni^am wa Mubidun-Niqam_ (Maktabah al-Khanji, Kaherah, cet. 2, 1413 H - 1993 R, hlm. 22 - 23):

وهؤلاء الحنفية والشافعية والمالكية وفضلاء الحنابلة في العقائد يد واحدة كلهم على رأي أهل السنة والجماعة يدينون لله تعالى بطريق شيخ السنّة أبي الحسن الأشعري رحمه الله

Maksudnya: _“Mereka itu (kaum muslimin) daripada kalangan orang yang bermazhab Hanafi, Syafi^i, Maliki dan fudola’ al-Hanabilah (orang-orang utama dalam mazhab Hanbali) mempunyai keyakinan yang sama iaitu mereka semuanya  mengikut pandangan Ahlis-Sunnah wal-Jama^ah, dan mereka berkeyakinan kepada Allah ta^ala adalah dengan cara atau method yang ditempuh oleh Syaikh Ahlis-Sunnah Abul-Hasan al-Asy'ari rahimahullah”._ Intaha.

Kemudian kata beliau lagi:

وَهذِهِ الْمَذَاهِبُ الأَرْبَعَةُ وَللهِ الْـحَمْدُ فِي العَقَائِدِ وَاحِدَةٌ إِلاَّ مَنْ لَـحِقَ مِنْهَا بِأَهْلِ الاعْتِـزَالِ وَالتَّجْسِيْمِ، وَإِلاَّ فَجُمْهُوْرُهَا عَلَى الْـحَقِّ، يُقِرُّوْنَ عَقِيْدَةَ أَبِيْ جَعْفَرٍ الطَّحَاوِيِّ الَّتِيْ تَلَقَّاهَا العُلَمَاءُ سَلَفًا وَخَلَفًا بِالْقَبُوْلِ، وَيَدِيْنُوْنَ للهِ بِرَأْيِ شَيْخِ السُّنَّةِ أَبِيْ الْـحَسَنِ الأَشْعَرِيِّ الَّذِي لَـمْ يُعَارِضْهُ إِلاَّ مُبْتَدِعٌ

Maksudnya: _“Dan empat mazhab ini - al-hamdulillah - dalam aqidah yang satu, melainkan sebagian mereka yang mengikuti pendokong Muktazilah dan Mujassimah. Selain mereka itu, maka majoriti pengikut mazhab empat itu berada di atas kebenaran. Mereka mengakui kebenaran aqidah Abu Ja^far al-Tohawi yang diterima oleh para ulama salaf maupun khalaf. Mereka beragama kepada Allah dengan rumusan aqidah yang disusun oleh Syaikhus-Sunnah Abul-Hasan al-Asy^ari yang tidak akan ditentang kecuali oleh orang yang melakukan bidaah”._ Intaha.

15. Al-Muhaddith al-Syaikh Muhammad al-^Arabi al-Tabban al-Maliki (w. 1390 H) pemuka mazhab Maliki di Makkah al-Mukarramah dalam kitabnya _Bara’atul-Asy^ariyyin min ^Aqa’idil-Mukhalifin_  (jil. 1, hlm. 112) mengatakan:

وفحول المحدثين من بعد أبي الحسن الأشعري إلى عصرنا هذا الأشاعرة وكتب التاريخ والطبقات ناطقة بذلك . اه

Maksudnya: _“Para pemuka atau pembesar ahli hadith dari setelah zaman al-Imam Abul-Hasan al-Asy^ari radiyaLlahu ^annhu sehingga zaman kita sekarang adalah al-Asya^irah (pengikut setia al-Imam al-Asy^ari) dan kitab-kitab sejarah dan biografi para ulama menjadi saksi terhadap hal itu”._ Intaha.

16. Abul-Fattah al-Syahrastani dalam kitabnya _al-Milal wan-Nihal_ (jil. 1, hlm. 94) berkata:

الأشعرية - أصحاب أبي الحسن علي بن إسماعيل الأشعري، المنتسب إلى أبي موسى الأشعري رضي الله عنهما، وسمعت من عجيب الاتفاقات أن أبا موسى الأشعري رضي الله عنه كان يقرر عين ما يقرر الأشعري أبو الحسن في مذهبه

Maksudnya: _”Golongan al-Asy^ariyyah adalah pengikut Abul-Hasan ^Ali ibn Isma^il al-Asy^ari berketurunan Abu Musa al-Asy^ari radiyaLlahu ^anhuma. Aku mendengar kesepakatan yang mengkagumkan bahawa Abu Musa al-Asy^ari radiyaLlahu ^anhu pernah memperakui perkara yang diperakui oleh Abul-Hasan al-Asy^ari dalam mazhabnya”._ Intaha.

17. Al-Imam al-Sayyid al-Habib ^Abdullah bin ^Alawi al-Haddad dalam kitabnya _Nailul-Maram Syarh ^Aqidatil-Islam (hlm. 8) menyebutkan:

اعلم أن مذهب الأشاعرة في الاعتقاد هو ما كان عليه جماهير أمة الإسلام علماؤها ودهماؤها، إذ المنتسبون إليهم والسالكون طريقهم كانوا أئمة أهل العلوم قاطبة على مرّ الأيام والسنين، وهم أئمة علم التوحيد والكلام والتفسير والقراءة والفقه وأصوله والحديث وفنونه والتصوف واللغة والتاريخ اهـ.

Maksudnya: _”Ketahuilah bahawa mazhab al-Asya^irah dalam keyakinan adalah perkara yang dipegang oleh majoriti umat Islam; ulama mereka dan orang awam mereka. Ini kerana orang orang yang menyandarkan diri kepada mereka, menelusuri jalan mereka adalah para imam bagi orang-orang yang pakar dalam pelbagai ilmu secara keseluruhannya dengan berlalunya hari-hari dan tahun-tahun (sepanjang zaman). Mereka itulah imam-imam bagi ilmu tauhid, ilmu kalam, tafsir, qira’at, fiqh dan usul fiqh, hadith dan disiplin-disiplin ilmu hadith, tasawwuf, bahasa Arab (nahu, sorf, balaghah dan sebagainya) dan sejarah”._ Intaha.

18. Kiyai Sirajuddin Abbas menyebut di dalam kitabnya _I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah_ (hlm. 3):

_”I’tikad Nabi dan Sahabat-sahabat itu telah termaktub dalam al-Quran dan dalam sunnah Rasul secara berasingan, belum disusun secara rapi dan teratur tetapi kemudian dikumpul dan dirumuskan dengan rapi oleh seorang ulama Ushuluddin yang besar, iaitu Syeikh Abul-Hasan ‘Ali al-Asy’ari (dilahirkan di Basrah pada tahun 206 H dan wafat di Basrah juga pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun). Karena itu ada orang memberi nama kepada kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dengan kaum Asya’irah, jama’ dari Asy’ari, dikaitkan kepada Imam Abul-Hasan ‘Ali al-Asy’ari tersebut. Di dalam kitab-kitab Ushuluddin biasa juga dijumpai perkataan “Sunny” iaitu kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah, orang-orangnya dinamai “Sunniyun”. Tersebut di dalam kitab “Ithaf al-Sadatil-Muttaqin” karangan Imam Muhammad [Murtado] bin Muhammad al-Husaini az-Zabidi, yaitu kitab syarah dari kitab “Ihya’ ‘Ulumiddin” karangan Imam Ghazali, pada jilid 2, halaman 6, yaitu:_

إذا اطلق أهل السنة والجماعة فالمراد بهم الأشاعرة والماتريدية . اهـ

Ertinya: _”Apabila disebut kaum Ahlussunnah wal Jama‘ah maka maksudnya ialah orang – orang yang mengikut rumusan (faham) Asy’ari dan faham Abu Mansur al-Maturidi”._ Intaha.

19. Antara yang boleh dibuat contoh terbaik adalah enakmen pentadbiran Agama Islam Johor 2003, atas perintah Baginda Tuanku Sultan memberi dan mengisytiharkan fatwa berikut:

_"Adalah ditetapkan bahawa umat Islam di negeri Johor hendaklah hanya mengikut ajaran Islam yang berasaskan pegangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah dari segi akidah berpandukan mazhab al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah, syariah berpandukan kepada mazhab Syafi'i. Walaubagaimanapun, tiga mazhab yang muktabar iaitu Hanafi, Maliki, dan Hanbali boleh dirujuk dan digunakan dalam menyelesaikan masalah- masalah tertentu dan dari segi akhlak hendaklah berpegang dengan akhlak islamiyah"._

*Apakah Nasib Golongan Majoriti Di Sisi al-Wahhabiyyah?*

Mungkin ada sebahagian manusia belum mengenali bahaya golongan Wahhabiyyah. Mereka tidak mengetahui betapa radikalnya golongan ini hingga sampai boleh menggugat keamanan sesebuah negara. Mungkin ada dalam kalangan masyarakat disebabkan kejahilan tentang golongan ini, lalu mereka mengambil langkah bertasamuh dan membuka ruang kepada mereka yang akhirnya nanti kerosakan dan kesesatan merebak dalam negara.

Berikut adalah beberapa nukilan daripada para imam al-Wahhabiyyah yang memaparkan kepada kita tentang pegangan sebenar golongan ini terhadap majoriti umat Islam sepanjang zaman iaitu al-Asya^irah dan al-Maturidyyah. Perhatikan betul-betul:

1. Muhammad ibn Solih al-^Uthaimin, seorang tokoh al-Wahhabiyyah yang terkenal dalam karangannya _Majmu^ al-Fatawa_ (jil. 1, hlm. 115 – 117) menyebutkan pertanyaan orang yang bertanya:

هل تقسيم أهل السنة إلى قسمين : مدرسة ابن تيمية وتلاميذه، ومدرسة الأشاعرة والماتردية تقسيم صحيح؟اھ

Maksudnya: _”Adakah pembahagian Ahlis-Sunnah kepada dua  bahagian; iaitu 1. Madrasah Ibn Taimiyyah dan murid-muridnya (termasuk pengikutnya al-Wahhabiyyah), dan 2. Madrasah al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah itu adalah pembahagian yang sahih...?”_

Antara jawapan yang diberikan oleh al-^Uthaimin ialah:

 وهذا المنهجان متغايران تماما

_*" Kedua-dua manhaj tersebut adalah suatu yang sangat berbeza sepenuhnya (100%)."*_

Dia berkata lagi:

"وبهذا المثال يتبين أن منهاجي أهل المدرستين مختلفان متغايران ولا يمكن بعد هذا التغير أن يجتمعا في وصف واحد ، وهو ((أهل السنة)). إذن لا بد أن يختص وصف أهل السنة بأحدهما دون الأخر"

_“Dengan misal tersebut maka jelas bahawa kedua-dua manhaj bagi yang mengikut kedua madrasah tersebut adalah saling berbeza dan berlainan. *Dan tidak mungkin lagi setelah perbezaan ini untuk mereka berhimpun dalam satu sifat iaitu ((Ahlus-Sunnah)).*”_

Seterusnya dia menambah:

"وعلى هذا فتعين أن يكون وصف أهل السنة خاصا بهم لا يشاركهم فيه أهل المدرسة الثانية، لأن الحكم بمشاركتهم إياهم جور ، وجمع بين الضدين. والجور ممتنع شرعا والجمع بين الضدين ممتنع عقلا". اھ

_*"Berdasarkan perkara ini maka jelaslah penyifatan ahlus sunnah adalah khas kepada mereka (Madrasah Ibn Taimiyyah dan murid-muridnya termasuklah juga al-Wahhabiyyah) tidak dikongsi sama dengan pengikut madrasah kedua (Madrasah al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah) kerana hukum berkongsi sama (pada nama Ahlus-Sunnah) dengan mereka adalah kezaliman dan perhimpunan dua perkara yang saling bertentangan"*._ Intaha.

Jelas dari kenyataan ini, al-^Uthaimin menolak al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah seratus peratus tanpa ragu.

2. Bahkan Muhammad ibn Solih al-^Uthaimin juga dalam kitab yang lain iaitu _Liqa’ul-Bab al-Maftuh_ (Dar al-Waton, Riyad, 1414 H, cet. 1,hlm. 42 – 43), apabila ditanya mengenai al-Hafiz al-Imam al-Nawawi (pengarang kitab Syarh Sohih Muslim) dan _Amirul-Mukminin fil- Hadith_ al-Hafiz al-Imam Ibn Hajar al-^Asqalani (pengarang kitab _Fathul-Bari Syarh Sohih al-Bukhari_) adakah mereka berdua daripada kalangan Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah? Lantas dia menjawab:

"فيما يذهبان إليه في الأسماء والصفات ليسا من أهل السنة والجماعة".

Maksudnya: _”Mengenai pegangan al-Nawawi dan Ibn Hajar dalam al-Asma’ was-Sifat (iaitu akidah) mereka berdua bukan dalam kalangan Ahlus-Sunnah wal Jama^ah”._

Apabila Ibn al-^Uthamin ditanya:

"بالاطلاق ليسوا من أهل السنة والجماعة؟"

Maksudnya: _”Adakah dalam apa jua keadaan sekalipun mereka bukan Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah?”_. Lalu dia jawab:

"لا نطلق"

Maksudnya: _” Kita tidak sebut secara mutlak”_

3.  Keterlampauan golongan al-Wahhabiyyah sampai ke tahap mengajar kepada manusia bahawa para ulama adalah kuffar di sisi Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah. Mereka berkata setelah menyebut tentang golongan al-Jahmiyyah yang menafikan nama-nama Allah:

"وتبعهم على ذلك طوائف من المعتزلة والأشاعرة وغيرهم، فلهذا كفّرهم كثيرون من أهل السنة"انتهى بحروفه

Maksudnya: _“Termasuk dalam kelompok mereka (al-Jahmiyyah) atas perkara tersebut beberapa kelompok daripada golongan al- Mu^tazilah, al-Asya’irah dan selain mereka. Oleh Ahli Sunnah Wal Jama^ah  telah mengkafirkan mereka”_. Yang dimaksudkan oleh mereka dengan Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah di sini adalah al-Wahhabiyyah dan golongan al-Mujassimah sebelum mereka.

Ucapan tersebut adalah kalam ^Abdur Rahman ibn Hasan, cucu kepada Muhammad ibn ^Abdil-Wahhab pengasas kepada ajaran al-Wahhabiyyah (Lihat kitabnya yang berjudul _Fathul-Majid_, Bab Menyatakan Orang Yang Mengingkari Sesuatu Daripada Nama-Nama Dan Sifat-Sifat, Maktabah Dar al-Salam, Riyad, cet. 1, 1413 H - 1992 R, hlm. 353)

4. Amat menyedihkan hati, mereka mengajarkan fahaman takfir ini kepada anak-anak mereka dan menjadikannya sebagai silibus sekolah mereka. Di dalam kitab berjudul _al-Tauhid_ yang merupakan silibus rasmi tahap dua untuk kelas pertama karangan al-Fauzan (Kementerian Pendidikan dan Pengajian Mamlakah al-^Arabiyyah al-Sa^udiyyah, 1424 H, hlm 66 – 67) mereka menyebutkan mengenai golongan musyrikin yang terawal:

"فهؤلاء المشركون هم سلف الجهمية والمعتزلة والأشاعرة". اه

Maksudnya: _”Golongan Musyrikun tersebut mereka terdiri daripada golongan al-Jahmiyyah yang terdahulu, al-Mu^tazilah dan al-Asya^irah”_. Intaha.

5. Ibnul-Qayyim al-Jauziyyah ada menyebut dalam Qasidah al-Nuniyyah dengan tajuk (فصل: في بيان أن المعطل مشرك) iaitu “Fasal: Dalam Menjelaskan Bahawa al-Mu^attil Itu Musyrik”.  Perkara yang mengejutkan ialah maksud al-Mu^attilah di sini sebagaimana yang dijelaskan (disyarahkan) oleh Muhammad Khalil Harras, seorang tokoh Wahhabi terkenal ialah:

"الفلاسفة، والمعتزلة، والأشعرية، والقرامطة، والصوفية"

Maksudnya: _”Mereka adalah golongan Falsafah, al-Mu^tazilah, al-Asy^ariyyah, al-Quramitoh (salah satu mazhab pendokong Syiah) dan golongan Sufiyyah”._ Intaha.

Dia telah meletakkan al-Asya^irah sebaris dengan al-Quramitoh, golongan sesat yang mayshur!!

Bahkan Ibnul-Qayyim telah menyebut di dalam Qasidah al-Nuniyyah:

لكن أخو التعطيل شر من اخي ###  الإشراك بالمعقول والبرهان

Maksudnya: _”Tetapi golongan ta^til itu lebih jahat daripada golongan musyrik secara dalil akal dan nas”._ Intaha.

6. Dalam mukadimah buku yang berjudul _Takfirul-Asya^irah_ karangan Khalid ibn ^Ali al-Mardi al-Ghamidi, penulis mengatakan:

"فهذا كتاب في تكفير الأشاعرة الجهمية وبيان قول أهل العلم فيهم وتحقيق إجماع السلف على كفرهم والرد على من زعم خلاف ذلك"

Maksudnya: _”Kitab ini membicarakan pengkafiran terhadap al-Asya^irah al-Jahmiyyah dan menjelaskan pendapat ahli ilmu mengenai mereka dan menjelaskan ijmak salaf (pada sangkaan mereka) ke atas kekufuran mereka dan menolak orang yang menganggap sebaliknya”._ Intaha.

Katanya lagi:

وأدعو من يخالف في المسألة إلى التبصر في الأدلة والاقتداء بمنهج السلف في تكفيرهم

Maksudnya: _”Aku menyeru kepada orang tidak bersetuju pada masalah ini supaya melihat dalil-dalil dan supaya mengikut manhaj salaf (yang sebenarnya manhaj Wahhabi) dalam mengkafirkan mereka”_  Intaha.

7. Solih ibn Fauzan ibn ^Abdillah al-Fauzan, juga antara tokoh al-Wahhabiyyah yang terkenal dalam kitabnya yang berjudul _Min Masyahiril-Mujaddidin fil-Islam_ (al-Ri’asatul-^Ammah li-Idaratil-Buhuth al-^Ilmiyyah wal-Ifta’ wad-Da^wah wal-Irsyad al-Sa^udiyyah, 1408 H, hlm. 32) menyebutkan:

"والأشاعرة والماتريدية خالفوا الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة في كثير من المسائل الاعتقادية وأصول الدين فلم يستحقوا أن يلقبوا بأهل السنة والجماعة". اهـ

Maksudnya: _“Al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah adalah golongan yang bertentangan dengan para Sahabat, Tabi^in dan empat imam mazhab di dalam banyak isu aqidah dan Usulud-Din, maka mereka tidak layak digelarkan sebagai Ahlus-Sunnah wal Jama^ah”._

Ini bermakna jawatankuasa fatwa mereka sememangnya mencela ulama umat Islam sejagat.

Lebih parah lagi pengkafiran Solih al-Fauzan terhadap Ahlus-Sunnah wal-Jama^ah al-Asya^irah wal-Maturidiyyah tercatat dalam muqaddimah kitab yang berjudul _Kitab al-Tauhid_  karangan Ibn Khuzaimah (Maktabah al-Rusyd, Riyad, jil. 1), dia menyebutkan:

"الأشاعرة والماتريدية تلاميذ الجهمية والمعتزلة وأفراخ المعطلة". اهـ

Maksudnya: _”Al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah adalah murid-murid golongan al-Jahmiyyah, al-Mu^tazilah dan anak-anak kepada golongan Mu^attilah”._ Intaha.

8. Syamsus-Salafi al-Afghani juga seorang tokoh al-Wahhabiyyah dalam kitabnya _al-Maturidiyyah wa Mauqifuhum Min Tauhid al-Asma’ was-Sifat_ (Maktabah al-Sodiq al-To’if, 1419 H - 1998 R, cet. 2, jil. 1, hlm. 10) menyebutkan:

"زدت كلمة العداء لبيان أن الماتريدية ليسوا من الطائفة السنية".اهـ

Maksdunya: _“Aku menambah kalimah “permusuhan” bagi menjelaskan bahawa al-Maturidiyyah bukan daripada kelompok Ahlis-Sunnah wal Jama^ah”._ Intaha.

Di tempat lain (hlm. 11) penulis berkata:

وقد حقق أن الماتريدية ليست سنية بل جهمية وأنهم خالفوا عقيدة الإمام أبي حنيفة السنية.

Maksudnya: _”Dia telah membuktikan bahawa al-Matudiyyah bukan Ahlis-Sunnah bahkan golongan al-Jahmiyyah dan sesungguhnya mereka telah terpesong dari aqidah Ahlis-Sunnah yang dipegang oleh al-Imam Abu Hanifah”._ Intaha.

9. Dr Safar ibn ^Abd al-Rahman al-Hawali (seorang  tokoh Wahhabi) pensyarah bidang Dakwah dan Usulud-Din, Universiti Muhammad ibn Sa^ud berkata dalam kitabnya _Manhaj al-Asya^irah fil-^Aqidah_ (Dar al-Salafiyyah, 1407 H - 1987 R, hlm. 5) dengan katanya:

اذ هي أكبر فرق المرجئة الغلاة

Maksudnya: _“Lantaran itu al-Asya^irah adalah kumpulan paling terbesar dalam golongan al-Murji’ah yang melampau”._ Intaha.

Selepas membawa pentakrifan Ahlis-Sunnah wal-Jama^ah menurut dakwaanya, lalu dia berkata (hlm. 16):

وهذا المعنى لا يدخل فيه الأشاعرة بل هم خارجون عنه

Maksudnya: _”Pentakrifan (Ahlis-Sunnah wal-Jama^ah) ini tidak termasuk golongan al-Asya^irah buat selama-lamanya bahkan mereka terkeluar dari takrif tersebut”._ Intaha.

Penulis ini juga mencela ulama al-Asy^ariyyah termasuklah al-Hafiz Ibn Hajar dan al-Hafiz al-Nawawi berhubung akidah mereka dengan katanya (hlm. 29):

وهذا المنهج إذا طبقناه على الحافظ وعلى النووي وأمثالهما لم يصح اعتبارهم أشاعرة وإنما يقال وافقوا الأشاعرة في أشياء ، مع ضرورة بيان هذه الأشياء واستدراكها عليهم حتى يمكن الاستفادة من كتبهم بلا توجس في موضوعات العقيدة. اھ

Maksudnya: _”Manhaj ini jika kita mempraktikkannya ke atas al-Hafiz Ibn Hajar dan al-Nawawi dan selain mereka berdua maka tidak sahih mengira mereka sebagai Asya^irah tetapi dikatakan bahawa mereka bersetuju dengan al-Asya^irah dalam banyak perkara di samping perlu menjelaskan perkara-perkara ini dengan melakukan penolakan terhadap mereka sehingga membolehkan kita mengambil faedah daripada kitab-kitab mereka tanpa perlu terlibat dengan perbincangan akidah (tidak perlu mengambil akidah mereka)”._ Intaha.

Berdasarkan kenyataan ini pengarang ini menganggap kedua-dua ulama yang bertaraf _al-hafiz_ tersebut sebagai sesat di dalam akidah.

10. Salah seorang daripada masyayikh golongan al-Wahhabiyyah iaitu Jasir al-Hijazi dalam suatu rakaman menyebutkan:

"صلاح الدين الأيوبي كان أشعريًّا في الاعتقاد وهو ضال"

Maksudnya: _“ Solahud-Din adalah seorang Asy^ari (menurutnya awam Asya^irah) dalam keyakinan dan dia seorang yang sesat”_. Intaha.

Berdasarkan kalam Jasir al-Hijazi ini bahawa al-Sultan al-Mujahid Solahud-Din al-Ayyubi  (w. 589 H) yang terkenal sebagai pahlawan Islam, mempertahankan akidah, menjaga kesejahteraan negara umat Islam dan menentang orang-orang yang zalim ini  di sisi golongan al-Wahhbiyyah adalah termasuk golongan yang menyeleweng dan sesat hanya kerana baginda berkeyakinan dengan manhaj al-Asy^ariyyah.

Al-Hafiz Jalalud-Din al-Suyuti (w. 911 H) berkata dalam kitabnya _al-Wasa’il ila Ma^rifatil-Awa’il_ (hlm. 15) menyebut tentang Sultan Solahud-Din al-Ayyubi:

فلما ولي صلاح الدين بن أيوب أمر المؤذنين في وقت التسبيح أن يعلنوا العقيدة الأشعرية، فوظف المؤذنين على ذكرها كل ليلة الى وقتنا هذا

Maksudnya: _”Ketika Sultan Solahud-Din memegang tampuk pemerintahan, baginda memerintahkan para muazzin mengumandangkan akidah al-Asy^ariyyah (rumusan akidah yang dilakukan oleh al-Imam Abul-Hasan al-Asy^ari) pada waktu tasbih (waktu sebelum masuk waktu subuh). Lalu para muazzin berterusan menyebut akidah tersebut pada setiap malam hingga ke waktu kita ini”_. Iaitu hingga ke waktu al-Imam al-Suyuti yang wafat pada tahun 911 H.

Jasir al-Hijazi berkata lagi:

لو قلتَ ابن الحجر والنووي كانا ضالين في مسالة الصفات لا بأس لأنه من باب الوصف ومن باب ذكر الحقيقة

Maksudnya: _“Jika kamu mengatakan bahawa Ibn Hajar (al-^Asqalani) dan al-Nawawi adalah sesat dalam masalah sifat-sifat Allah maka tidak mengapa kerana itu termasuk bab menyifatkan mereka dan bab pada menyebut perkara sebenar”_ Intaha.

[Perkara ini dimuatkan di laman sesawang  YouTube ini: “Hear Wahhabis Declare Salahuddin & Nawawiy as KAFIR ?!”, dicapai 18 Oktober 2016, https://www.youtube.com/watch?v=ADfKKq4XAlU]

11. ^Abdur-Rahman al-Hiji berkata dalam satu rakaman suaranya:

الأشعرية طائفة ضالة منافقة مموهة يتظاهرون بالرد على المعتزلة وهم أخبثهم في الباطن

Maksudnya: _”Golongan al-Asy^ariyyah adalah suatu puak yang sesat, munafiq, menipu daya yang menzahirkan penolakan ke atas golongan Muktazilah padahal mereka adalah golongan Muktazilah yang lebih keji pada batinnya”._

Katanya lagi:

الأوائل على تكفيرهم بأسباب كثيرة. السبب الأول أنه لا فرق بينه وبين الجهمية في الحقيقة

Maksudnya: _”Ulama terdahulu (kononnya) mengkafirkan mereka (al-Asya^irah) dengan banyak sebab. Sebab pertama ialah bahawa tidak ada beza antaranya dengan golongan al-Jahmiyyah pada hakikatnya”_ Intaha.

[Perkara ini dimuatkan di laman sesawang  youtube, “تكفير الأشاعرة”, dicapai 18 Oktober 2016, https://www.youtube.com/watch?v=oLx8AYUE-R4].

12. Abu Bakar al-Sudani salah seorang tokoh al-Wahhabiyyah menyatakan umat Islam dalam kalangan al-Asya^irah itu sesat.

[Perkara ini dimuatkan di laman sesawang  YouTube, Abu Bakar as-Sudani, “أقوى تعليق على مؤتمر الشيشان والمجرمين الذين شاركو فيه ”, dicapai 18 Oktober 2016, https://www.youtube.com/watch?v=ECBTDopHAu0].

13. Rasul Dahri antara tokoh al-Wahhabiyyah di Malaysia menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul _Bid’ah Menurut Ahli Sunnah Wal Jamaah_ (hlm. 150):

_”Termasuk dalam kategori ini (bid^ah iktikad) sebagaimana yang disepakati ulama Ahli Sunnah Wal Jamaah yang berpegang dengan manhaj Salafus-Soleh ialah: Syiah, Khawarij, Jahmiyyah, Murjiah, Muktazilah, *Asy’ariyyah* dan semua cabang-cabang dari firqah-firqah sesat ini. Mereka adalah golongan yang bidaah akidahnya, yang mana di akhirat kelak akan *dikekalkan di dalam neraka*”_ Intaha.

Perkataannya mengenai golongan Asy^ariyyah iaitu katanya: *”..dikekalkan di dalam neraka”*, maka ini menunjukkan pengkafiran yang jelas dan nyata kerana umat Islam walaupun ada dalam kalangan mereka itu melakukan dosa-dosa besar dan meninggal sebelum sempat bertaubat, jika Allah ta^ala tidak menginginkannya diampunkan nescaya dia dimasukkan ke dalam neraka namun dia seterusnya akan dimasukkan ke dalam syurga buat selama-lamanya. Dia tidak akan kekal selama-lama di dalam neraka kerana masih memiliki asal keimanan.


*Kesimpulan*

Ini adalah dalil yang sangat nyata bahawa golongan al-Wahhabiyyah menghukumkan sesat kepada ulama Islam dalam kalangan al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah semenjak 200 tahun lagi. Dakwaan mereka bahawa Ahlus-Sunnah wal-Jamaah mengkafirkan al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah adalah suatu pendustaan dan kebohongan yang amat terang benderang. Padahal, kebanyakan ulama yang jumlah mereka bagaikan bintang-bintang di langit merangkumi ulama tauhid, ulama hadith, ulama fiqh, ulama tafsir, ulama tajwid, ulama bahasa Arab, ulama tasawwuf dan lain-lain lagi itu kesemuanya adalah daripada kalangan al-Asya^irah atau al-Maturidiyyah.

Setelah penjelasan ini bagaimana mungkin golongan al-Wahhabiyyah pada hari ini yang hanya minoriti sahaja berani menyesatkan, bahkan mengkafirkan umat Islam dalam kalangan al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah yang merupakan majoriti di sepanjang zaman (ratusan juta umat Islam mengikut al-Asya^irah dan al-Maturidiyyah)??!

Rasulullah ﷺ bersabda:

إن الله لا يجمع أمتي على ضلالة

Mafhumnya: _“Sesungguhnya Allah taala tidak menghimpunkan umatku atas kesesatan”_ (Diriwayatkan oleh al-Tirmidhi, Ibn Majah dan selain mereka berdua).

Di sisi Ibn Majah ada tambahan:

فإذا رأيتم اختلافًا فعليكم بالسواد الأعظم

Mafhumnya: _“Jika kamu melihat ada perselisihan hendaklah kamu berpegang dengan majoriti umat”._

Hadith ini dikuatkan dan disokong dengan hadith yang _mauquf_ kepada Abu Mas^ud al-Badri:

وعليكم بالجماعة فإن الله لا يجمع هذه الأمة على ضلالة

Mafhumnya: _”Hendaklah kamu berpegang dengan jamaah (majoriti umat) sesungguhnya Allah taala tidak mengimpunkan umat ini atas kesesatan”._  Al-Hafiz Ibn Hajar berkata:

وإسناده حسن

Maksudnya: _”Sanad periwayatannya hasan”._


✒Disediakan oleh:
Kajian Ilmiah Ahlis-Sunnah (KIAS)

PENGENALAN TASAWUF

$
0
0

PENGENALAN TASAWUF

Terdapat beberapa pendapat mengenai asal perkataan tasawwuf: Asal perkataan tasawwuf seolah-olah begitu hampir dengan kalimah sofa, yasfu, yang membawa maksud bersih. Perkataan ini dilihat hampir kerana jika dikaji daripada segi maksud dan istilah, tasawuf bertujuan untuk membersihkan batin. Justeru, makna perkataan ini bertepatan dengan kehidupan seorang ahli tasawuf atau ahli sufi yang sentiasa membersihkan diri daripada segala kekotoran batin dan membersihkan diri selain daripada Allah S.W.T.

Dalam penghuraian pengertian tasawuf, ulama sufi yang ulung di Nusantara, Syeikh Abdul Samad al-Falimbani mengatakan bahawa ilmu yang memberi manfaat di negeri akhirat dan menyampaikan kepada pengetahuan hakikat terhadap kebesaran dan keagungan Allah dinamakan ilmu tasawuf. Syeikh al-Falimbani memanjangkan lagi huraiannya dengan kata beliau:

"Dan demikian ini segala kitab ilmu tasawuf semuanya itu iaitu ilmu yang memberi manfaat kerana kitab tasawuf ini telah tergantung di dalamnya ilmu usuluddin dan ilmu fiqh yang fardhu 'ain dan tiada dapat tiada daripada mengetahui akan dia oleh segala orang-orang yang suluk yakni orang yang menjalani jalan akhirat yang menyampaikan ke dalam syurga dan menyampaikan makrifat akan Allah dengan mengetahui sebenar-benarnya yang membawa takut akan Allah."

Maulana Abu Hasan Ali al-Hasani al-Nadwi menyatakan bahawa tasawuf ialah intipati dan saripati islam dan juga merupakan kesempurnaan iman. Sesungguhnya tidak mungkin seseorang itu menerima dan merasa keberkatan islam serta menikmati keasliannya di dunia dan di akhirat pada individu, masyarakat, umat dan negara tanpa menghayati bidang ilmu tasawuf untuk mengikhlaskan diri, mengubati diri, membersihkan jiwa dan menghiasi diri dengan sifat ihsan dan mahmudah.

Secara tegasnya dinyatakan bahawa tasawuf adalah merupakan satu disiplin ilmu yang sah dan berasal daripada sumber-sumber yang sahih iaitu al-Quran dan as-Sunnah. Cara hidup para Sahabat Nabi Muhammad s.a.w, pengikut-pengikut Sahabat dan ulama-ulama yang muktabar juga menjadi sumber ambilan tasawuf selagi tidak terkeluar daripada batas-batas yang dibenarkan oleh islam.

Dalam menyatakan hubungan antara tasawuf dan syariat Syeikh Ahmad al-Dandarawi menegaskan, "Aku jaga akan dikau daripada berkata engkau bermula Tariqah Sufiyah tiada mendatang dengan dia oleh al-Quran dan al-Sunnah, maka bahawa yang demikian itu kufur kerana perjalanan sufiyah semuanya Akhlak Muhammadiyyah tenunan panjangnya dan lebarnya daripadanya." Ibn Khaldun juga telah menegaskan bahawa ilmu Tasawuf adalah sebahagian daripada ilmu syariat. Walaupun jika dilihat sekali imbas tasawuf merupakan satu disiplin ilmu yang baru namun, ilmu ini adalah berdasarkan dan berasaskan perjalanan hidup Sahabat-sahabat r.a., pengikut-pengikut Sahabat dan ahli-ahli salaf. Asasnya adalah penumpuan kepada ibadat menuju kepada Allah S.W.T serta menolak kebanggaan dan kemewahan hidup di dunia. Sikap ini adalah merupakan sikap umum para Sahabat dan ahli salaf. Sikap-Sikap para Sahabat yang menumpukan perhatian akhirat lebih daripada dunia serta mengamalkan kehidupan zuhud mendapat sanjungan daripada Nabi Muhammad s.a.w dan Sahabat-sahabat lain.

Perkataan Imam Malik bin Anas banyak dijadikan sandaran dalam hubungan ini. Menurut Imam Malik, sesiapa yang bersyariat tanpa bertasawuf adalah fasiq dan sesiapa yang bertasawuf tanpa syariat adalah zindiq, orang bersyariat dan bertasawuf adalah orang yang selamat dan sampai kepada matlamat dan tujuan yang sebenar. Selain pegangan akidah, ahli sufi dan tasawuf adalah berdasarkan iktikad Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Hal ini telah dijelaskan oleh Imam Sya’rani:

"Ketahuilah iktikad golongan sufiyah bahawa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Ianya bukan dua, Maha Suci Allah dari beranak dan diperanakkan, tiada sesuatu yang menyerupaiNya dan tiada sekutu bagiNya. Ianya menjadikan setiap suatu dengan kehendakNya tanpa diarah dan dipandu oleh yang lain, kewujudanNya adalah dengan zatNya tiada berhajat kepada yang lain. Tiada permulaan bagiNya adalah mutlak. Berterusan dan kekal abadi. Ianya terdiri dengan sendirinya. Allah bukan jawhar, bukan arah dan bukan jisim. Maha Suci dari mengambil tempat dan ruang. Allah boleh ditanggapi melalui penglihatan mata hati... Kami naik saksi bahawa Allah adalah Yang Maha Esa, memiliki sifat-sifat ketinggian dan berhak dengan sifat-sifat kepujian, maka demikianlah dengan penghulu kami Nabi Muhammad s.a.w. Kami naik saksi bahawa risalah dan perutusan Baginda s.a.w. adalah untuk seluruh umat manusia dengan membawa berita gembira, amaran keras dan juga menyeru mereka kepada Allah supaya beriman dan mentauhidkanNya. Sesungguhnya Baginda s.a.w. telah menyampaikan setiap sesuatu yang telah diturunkan kepadanya oleh Allah. Baginda s.a.w. telah menyempurnakan amanah yang telah diberikan kepadanya dan juga telah memberi tunjuk ajar, pimpinan dan nasihat kepada umatnya seperti yang telah dilakukan oleh Baginda s.a.w. semasa Khutbah Wida’... Golongan sufiyah percaya bahawa iman ahli neraka seperti Firaun dan lainnya tidak diterima dan tiada mendatangkan manfaat dan juga kumpulan orang-orang yang menerima tauhid tetapi melakukan dosa-dosa besar dimasukkan ke dalam neraka kemudian mereka akan dikeluarkan darinya. Syafa'at adalah hak dan setiap apa yang dibawa oleh kitab-kitab samawi dan Rasul-Rasul daripada Allah sama ada diketahui atau tidak adalah hak… Golongan sufiyah juga percaya bahawa orang mukmin menerima nikmat di dalam syurga berterusan dan berkekalan adalah hak dan demikian juga berkekalan orang-orang kafir, munafik dan musyrik di dalam neraka adalah hak dan inilah akidah golongan sufiyah seluruhnya."

Dengan ini adalah jelas bahawa asas tasawuf adalah syariat dan perjalanan tasawuf adalah bersumberkan syariat dan terikat dengannya, tiada tasawuf melainkan selari dengan syariat.

Habib Umar di Malaysia lagi.

$
0
0

Habib Umar di Malaysia lagi.

💩 = salah sangka
♥ = penjelasan

💩Entah berapa byk sumber kewangan, masa dan tenaga dihabiskan utk menyambut kedatangan insan ini. Susuk tubuh yg mempunyai banyak pengikut-pengikut taasub dari kalangan mereka yg mempercayai dia merupakan wali Allah berketurunan Nabi saw.

♥Insyaallah wang, masa dan tenaga yang dihabiskan untuk mengadakan majlis ilmu dan meraikan kedatangan ulama diberkati dan dterima oleh Allah sebagai amal saleh. Mempercayai seseorang tokoh sebagai wali dengan sebab dan alasan yang dibenarkan syarak, dibenarkan. Adapaun nasab keturunan Habib Umar yang berasal dari Fatimah binti Nabi Muhammad dan Ali bin Abi Talib, adalah sahih dan asli.

💩Anehnya, dia dikenali sebagai golongan kuburiyun di Yaman. Golongan yang memohon pertolongan dengan bertawasul kepada org yg telah mati dikuburan, mempercayai adanya kelebihan berdoa di kubur-kubur insan soleh, melakukan acara tawaf di kubur yg di dakwa kubur Nabi Hud A.S , mendakwa dapat melihat Nabi SAW secara sedar yang sering datang ke majlis-majlis beliau dan banyak membawa kisah-kisah palsu tentang Nabi SAW, sahabat r.anhum dan para wali.

♥Gelaran kuburiyun amat digemari oleh golongan Wahabi, kerana ia berbunyi seram dan menakutkan. Habib Umar dituduh penyembah kubur hanya kerana menziarahi kubur orang-orang salih dan berdoa kepada Allah di sisi kubur-kubur tersebut, dengan mengharapkan berkat ahli-ahli kubur tersebut. Wahabi tidak pandai membezakan antara berdoa kepada penghuni kubur dan berdoa kepada Allah di kubur.

♥Berkenaan ‘tawaf keliling kubur’ dan dakwaan melihat Nabi secara sedar, sila datangkan bukti yang jelas. Kalaupun jahil dan dengki, janganlah sampai memfitnah saudara seagama.

💩Tidakkah kita meneliti bagaimana bermulanya syirik di atas muka bumi? Syirik bermula apabila manusia mula berlebih-lebihan dalam mengagungkan insan soleh sehingga diberikan sifat-sifat ketuhanan kepadanya. Dan apa yg dilakukan dan diseru oleh Habib Umar ini tiada bezanya apabila ajarannya hanya terjurus kepada pemujaan insan-insan yang didakwa sebagaig wali dan ini membuka pintu-pintu kesyirikan yang jelas!

♥Oleh yang demikian, sila nyatakan berapa ramai orang Islam yang murtad atau musyrik hasil dakwah Habib Umar? Berapa ramai yang menyembah kubur dan kubur apa yang mereka sembah di Malaysia?

💩Lebih menghairankan, Habib Umar ini tidak dikenali dalam dunia akademik Islam. Tiada hasil-hasil ilmiah yang boleh diiktiraf dan dimanfaatkan. Tazkirahnya lebih bersifat umum yg boleh sahaja dilakukan oleh manusia biasa walaupun mempunyai PhD palsu.

♥Dunia akademik sangat mengenali Habib Umar, beliau sering dijemput menyampaikan syarahan di muktamar-muktamar antarabangsa (terkini Muktamar Grozny di Chechen), universiti-universiti (termasuk Universiti al-Azhar) dan menulis sejumlah buku-buku ilmiah seperti Qabasat an-Nur al-Mubin, al-Wasatiyah fil Islam, Silsilah Ma’alim ad-Du’at dan banyak lagi.

♥Mengenai kebiadapan sesetengah makhluk yang  tergamak menulis “Tazkirahnya lebih bersifat umum yang boleh sahaja dilakukan oleh manusia biasa walaupun mempunyai PhD palsu.” Begitulah sifat tazkirah pendakwah apabila berhadapan masyarakat awam, kerana pendakwah yang ikhlas tidak berfikir untuk menonjolkan bahawa dirinya ada PhD atau mufti, sebaliknya mereka ingin membuka ruang seluas-luasnya untuk segenap lapisan masyarakat daripada kanak-kanak hingga orang tua untuk memahami dan menghayati agama. Yang penting, mesej dakwah sampai biarpun dalam ucapan yang ringkas dan nampak ‘biasa-biasa’.

 💩Bahkan, kata-katanya sering dicemari dakwaan2 yg tersasar berkenaan Islam dan syariatnya. Dan yang lebih menarik, ketika Yaman diserang oleh puak Syiah, Hadramawt yang menjadi pusat ajaran sufi sesat ini tidak disentuh sama sekali oleh puak Syiah, dan golongan habib ini juga tidak mempertahankan Yaman bukan saja melalui jihad fizikal, tetapi juga jihad lisan.

♥Dakwaan “, ketika Yaman diserang oleh puak Syiah, Hadramawt yg menjadi pusat ajaran sufi sesat ini tidak disentuh sama sekali oleh puak Syiah”  tidak mempunyai sebarang bukti, melainkan sangkaan dari jauh dan telahan semberono. Hadramawt terletak jauh daripada pusat-pusat bandar dan pentadbiran Yaman, tidak mempunyai sebarang hasil galian berharga, atau ekonomi yang pesat, ia adalah daerah yang gersang dan jauh dari pembangunan, puak-puak Syiah Houthi menumpukan usaha menawan San’a dan bandar-bandar besar kerana di situlah kunci untuk menakluki Yaman.

♥Para habib sejak dulu hingga sekarang amat gigih membanteras penularan akidah Syiah baik di Yaman, Arab Saudi mahupun Malaysia dan Indonesia. Lihat saja pada nama mereka; Habib Umar, Habib Abu Bakar dan lain-lain, mustahil mereka menamakan anak mereka dengan Abu Bakar dan Umar yang menjadi kebencian puak Syiah.

💩Dan hari ini, ketika Yaman masih bergolak, Habib Umar yang kononnya wali Allah berada di Malaysia. Kalau dulu, majlis nyanyian besar-besarannya dikenali sebagai majlis selawat. Khabarnya sekarang, ia bertukar menjadi majlis Doa Untuk Malaysia. Mungkin Yaman tidak perlu didoakan. Mungkin kewaliannya membuatkan dia melihat Malaysia ini berada dalam peperangan sedangkan Yaman aman sejahtera!

♥Habib Umar bukannya melarikan diri dari Yaman. Sejak awal pergolakan hingga kini, beliau menetap di Tarim, Hadramawt. Beliau dijemput oleh para penganjur di Malaysia untuk program-program ilmiah, beliau tiba pada 26 Oktober dan MENYAMBUNG KEMBARA DAKWAH DI INDONESIA pada pukul 9 pagi 29 Oktober 2016 dan seterusnya ke Singapura. Bagaimana ada insan yang beragama Islam boleh menyamakan majlis selawat dengan konsert nyanyian? Seorang ulama Yaman dijemput untuk hadir ke majlis ilmu dan berdoa untuk keamanan Malaysia, adakah ia bertentangan dengan mana-mana ajaran Islam? Kita hairan bagaimana orang-orang ini berfikir:

Datang memenuhi undangan ke Malaysia = dianggap LARI dari Yaman
Berdoa untuk Malaysia = dianggap TIDAK MENDOAKAN Yaman

♥Habib Umar selaku anak jati Yaman, sentiasa mendoakan kesejahteraan kembali ke tanahairnya. Mungkin sebab beliau tidak meng’update’ doa beliau di Facebook, Twitter atau Instagram, maka ada orang ingat beliau tidak berdoa langsung. Kesian juga ya.

💩Sedarlah wahai masyarakat. Tinggalkan golongan pendusta agama ini. Jangan tertipu dengan dakwaan ulama keturunan Nabi saw. Sudah-sudahlah...

♥Sila baca dan nilai siapa sebenarnya yang berdusta. Habib Umar kekal sebagai Habib Umar, namun para pembenci tidak ke mana…

DEBAT SYEIKH WALID ANAK MURID SYEIKH ALMUHADDITH ABDULLAH ALHARARI BERSAMA SYAIKH SYU'AIB AL-ARNAUTH DALAM MASALAH TAWASSUL

$
0
0

DEBAT SYEIKH WALID ANAK MURID SYEIKH ALMUHADDITH ABDULLAH ALHARARI BERSAMA SYAIKH SYU'AIB AL-ARNAUTH DALAM MASALAH TAWASSUL

Dialog ini adalah pengalaman peribadi Syaikh Walid al-Sa'id, seorang ulama Ahlu Sunnah Wal Jama'ah di Timur Tengah, dengan Syaikh Syu'aib al-Arnauth , seorang ulama Dasmascus, yang TERPENGARUH AJARAN WAHABI.
.
Syaikh Walid al-Sa'id bercerita." Suatu hari saya mendatangi Syaikh Syu'aib al-Arnauth di pejabatnya untuk berdiskusi tentang masalah TAWASSUL dan ISTIGHATSAH. Setelah saya bertemu dengannya, saya berbicara kepadanya tentang masalah TAWASSUL dan saya ajukan hadis al-Thabarani.

Syaikh Syu'aib al-Arnauth berkata, "Hadis ini membolehkan bertawassul dengan Nabi s.a.w. ketika masih hidupnya".

Saya berkata: "Hadis al-Thabarani membolehkan bertawassul dengan Nabi s.a.w. ketika masa hidupnya dan sesudah meninggalnya. Demikian pula hadis Bilal bin al-Harits al-Muzani yang mendatangi makam Nabi s.a.w. dan bertawassul dengannya sesudah wafatnya Nabi s.a.w."
.
IA BERKATA : "HADIS INI DHA'IF."
.
Aku berkata : " Hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan SANAD yang SHAHIH sebagaimana di katakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari". Demikian pula Ibnu Katsir menilainya SHAHIH.
.
Ia berkata: " Ibnu Hajar berkata, hadis ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan SANAD yang SHAHIH kepada Malik ad-Dar. Sedangkan Malik ad-Dar ini seorang perawi MAJHUL ( tidak diketahui kualitinya). Jadi Malik ad-Dar ini tidak dapat dijadikan hujjah dalam periwayatan hadis."
.
Aku berkata : " Malik ad-Dar ini diangkat oleh Khalifah Umar bin al-Khathab r.a. sebagai Bendahari Baitu Mal kaum Muslimin. Berarti menurut Anda, Khalifah Umar r.a. mengangkat seorang laki-laki yang TIDAK JELAS kualitinya, apakah dia percaya atau tidak, sebagai Bendahari negara?"
.
Mendengar sanggahan saya ini, ia TERDIAM dan TIDAK MENJAWAB. Akhirnya dia berbicara lagi kepada saya, " Secara peribadi saya berpendapat, dalam masalah TAWASSUL ada perbezaan pendapat di kalangan ulama. Jadi saya tidak menentang terhadap orang yang melakukannya. Adapun BER-ISTIGHATSAH dengan selain Allah, hukumnya jelas haram. Seorang makhluk TIDAK BOLEH beristighatsah dengan sesama makhluk.
.
Aku berkata, " Kalau Anda berpendapat bahwa istighatsah terhadap sesama makhluk dilarang, lalu bagaimana pendapat Anda tentang hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahih-nya dari jalur Ibnu Umar r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda :
.
"Sesungguhnya Matahari akan mendekat pada hari kiamat, sehingga keringat akan sampai pada separuh telinga. Maka ketika manusia dalam kondisi demikian, mereka beristighatsah (meminta pertolongan) dengan Nabi Adam."( HR.al-Bukhari [1475 ] ).
.
Syaikh Syu'aib al-Arnauth berkata : "Hadis ini berkaitan dengan istighatsah ketika para nabi itu masih hidup, dan memang dibolehkan ber-istighatsah dengan mereka. Adapun sesudah mereka meninggal, maka tidak boleh ber-istighatsah dengan mereka."
.
Aku berkata : " Kalau begitu, Anda berpendapat boleh ber-istighatsah dengan para nabi ketika masih hidup? Ia menjawab: " Ya."
.
Aku berkata : " Tolong jelaskan dalil 'aqli atau dalil syar'i yang melarang ber-istighatsah dengan para nabi sesudah mereka mereka meninggal dunia! "
.
Ia berkata : " Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya yang sedang aku tahqiq dan belum terbitkan. Hadis tersebut adalah begini, bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda :
.
" Sesungguhnya tidak boleh beristighatsah denganku. Beristighatsah hanya kepada Allah."
.
Aku berkata : " Kalau begitu pernyataan Anda paradoks. Anda tadi berkata ketika saya sampaikan hadis Ibnu Umar (riwayat Bukhari), bahwa beristighatsah dengan para nabi ketika mereka masih hidup, itu boleh. Sekarang Anda menyampaikan hadis kepada saya, bahawa Nabi s.a.w. ketika masa hidupnya bersabda, bahawasanya tidak boleh ber-istighatsah denganku."
.
Ia berkata, " Maaf, hadis ini dha'if. Jadi tidak dapat dijadikan hujjah." Ternyata hadis yang disampaikannya, ia ralat sendiri dan ia akui sebagai hadis dha'if.
.
Kemudian ia berkata kepadaku: "Coba aku berikan contoh seorang imam di antara imam mazhab yang empat yang mendatangi suatu MAKAM atau seorang wali untuk BER-TABARRUK atau BER-ISTIGHATSAH dengannya."
.
Saya berkata: " Al-Khatib al-Baghdad telah meriwayatkan dalam TARIKH BAGHDAD dengan sanad yang shahih, bahwa Imam Syafi'i berkata: "Saya senantiasa bertabarruk dengan Abu Hanifah. Saya selalu mendatangi makamnya setiap hari dengan berziarah. Apabila saya memiliki hajat, saya solat 2 raka'at, lalu saya datangi makamnya, saya berdoa' kepada Allah tentang hajatku disisi makam itu, sehingga tidak lama kemudian hajat ku terkabul."
.
Ia berkata dengan berteriak, " Riwayat ini tidak shahih . Dari mana Anda dapat riwayat ini?"
.
Kebetulan kitab Tarikh Baghdad ada di belakang punggungnya. Saya berkata kepadanya, " Tolong ambil kitab itu." Setelah kitab tersebut diserahkan kepada saya, saya bukakan riwayat tersebut dalam kitab itu dan saya perlihatkan kepadanya. Setelah ia melihat riwayat tersebut, ia merasa hairan dan berkata kepada salah seorang pembantunya, " Tolong kualiti para perawi hadis ini dikaji."
.
Dari sikapnya ini, nampak sekali, kalau ia telah mendidik orang-orang di sekitarnya berani melakukan koreksi hadis. Pada hal mereka tidak punya kapisiti untuk itu. Kemudian pembantu itu datang menghampiri. Setelah beberapa lama masuk kedalam, pembantu itu pun kembali dan berkata kepadanya dengan suara agak perlahan, " Semua perawi hadis ini tsiqah (dapat dipercaya)."
.
Lalu saya berkata kepadanya, " Bagaimana hasil temuan Anda tentang semua perawi hadis ini?"
.
Ia menjawab: " Semua perawinya dapat dipercaya kecuali seorang perawi yang belum saya temukan data biografinya. Dengan demikian hadis ini dha'if, kerana ada seorang perawi yang tidak diketahui kualitinya."
.
Saya berkata: "Bagaimana Anda menghukumi hadis ini dha'if, berdasarkan alasan, Anda tidak menemukan data biografi seorang perawinya. Padahal dalam kaedah disebutkan, " Tidak menemukan data, tidak menjadi bukti bahwa data tersebut memang tidak ada." Dia berkata: " Apa maksud kaedah ini?"
.
Saya berkata: "Apabila Anda tidak menemukan data seorang perawi, itu bukan berarti perawi itu dinilai tidak diketahui kualitinya dan dha'if."
.
Ia berkata: " Kalau Anda bisa menemukan data perawi ini, saya kasi nilai sepuluh." Lalu ia berkata: "Saya sekarang sibuk, jadi tidak mungkin meneliti data perawi ini." Lalu ia bertanya siapa namaku. Saya menjawab: " Namaku Walid al-Sa'id, murid Syaikh al-Harari."
.
Demikianlah pandangan kaum WAHABI yang MENGKAFIRKAN orang bertawassul dengan nabi dan wali. Pendapat mereka, selain RAPUH, tidak memiliki dasar dari al-Quran dan hadis, juga berimplikasi pada PENGKAFIRAN terhadap Rasulullah s.a.w. para sahabat r.a. para ulama salaf dan seluruh umat Islam selain golongannya. Na'udzu billah min dzalik. Pandangan WAHABI akan RAPUH ketika dihadapkan dengan FAKTA, bahwa tawassul dengan nabi yang sudah wafat telah diajarkan Rasulullah s.a.w. para sahabat, generasi salaf, ahli hadis dan kaum Muslimin. Ihdina al-shirath al-mustaqim.
.
(Rujukan : Buku Pintar BERDEBAT dengan WAHABI, Kiyai Muhammad Idrus Ramli, cetakan Binaswaja, m.s.118-123)
.
Sekian moga ada sedikit info pada ulama hadis pujaan Wahabi tempatan ini lebih lagi pada Dr. Rozaimi memuji tinggi melangit ulama hadis rujukannya ini. Nilailah sendiri ulama rujukan kamu wahai Wahabi. Wassalam

HADIS MUSALSAL BIL MAHABBAH

$
0
0

*ُبِسۡـــــــــمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِـــــــيم.*

❤ Allahu Akbar ❤

"Al-Habib Umar Bin Hafizh mengijazahkan kepada para hadirin sebuah hadis yang dinamakan HADIS MUSALSAL BIL MAHABBAH dengan sanad yang bersambung kepada Baginda Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم yang diriwayatkan daripada Sayyidina Mu'adz Bin Jabal رضي الله عنه yang bermaksud:

"Wahai Mu'adz! Sesungguhnya aku mencintaimu. Janganlah engkau tinggalkan untuk membaca selepas setiap kali selesai solat (akan wirid ini) (dengan sebutan yang menggabungkan antara 2 riwayat):

اللَّهُمَّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Wahai Tuhanku, bantulah aku untuk mengingatiMu, mensyukuriMu dan beribadat kepadaMu dengan baik.

Ada riwayat menyebut اللّٰهُمَّ أَعِنِّي dan ada juga riwayat menyebut رَبِّ أَعِنِّي

Kalian boleh gabungkan :

اللَّهُمَّ رَبِّ أَعِنِّيْ عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

ALLAHUMMA RABBI A'INNI 'ALA DZIKRIKA, WA SYUKRIKA WA HUSNI 'IBADATIK

(Ya Allah Ya Tuhanku, bantulah aku untuk mengingatiMu, bersyukur kepadaMu dan memperbaiki ibadahku kepadaMu)"

- ( Al-Allamah Al-Musnid Habib Umar Bin Muhammad Bin Salim Bin Hafidz Hafizahullah )

Muhasabah Diri dan Teruskan Berselawat
#iloverasulullah

❤ ۞  اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
    وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ۞🌹

Kelebihan Berselawat ke Atas Nabi Muhammad S.A.W

$
0
0

JABATAN MUFTI KERAJAAN NEGERI SEMBILAN
Arkib..

Kelebihan Berselawat ke Atas Nabi Muhammad S.A.W

Al-Sheikh Abdul Kadir Al-Jelani Al-Hasani, Quddisa sirruhu menyatakan tentang kelebihan berselawat ke atas Nabi Muhammad s.a.w. di dalam kitabnya al-Safinah al-Qadiriyyah.

Beliau meriwayatkan daripada Ibnu Farhun berkata: Berselawat kepada Nabi Muhammad s.a.w. itu mempunyai empat puluh dua kelebihan. Hal ini tertulis di dalam kitabnya ‘Hadaiq al-Anwar’:-

1. Melaksanakan perintah Allah.

2. Bersamaan dengan selawat Allah kepada Rasulullah s.a.w.

3. Bersamaan dengan selawat para malaikat.

4. Mendapat ganjaran sepuluh kali selawat daripada Allah atas setiap kali selawat yang diucapkan (selawat daripada Allah bererti rahmat).

5. Dikurniakan oleh Allah sepuluh darjat atas tiap-tiap satu selawat.

6. Dituliskan oleh malaikat sepuluh kebaikan atas setiap selawat.

7. Dihapuskan oleh Allah sepuluh kejahatan atas setiap selawat.

8. Segala doa akan diperkenankan oleh Allah.

9. Mendapat syafaat daripada Rasulullah s.a.w.

10. Mendapat keampunan Allah serta akan ditutup segala keaiban.

11. Allah akan menutupi segala dukacita.

12. Dikurniakan maqam hampir kepada Rasulullah s.a.w.

13. Mendapat darjat al-Sidq.

14. Ditunaikan segala hajat.

15. Salam sejahtera pada hari kiamat.

16. Allah dan para malaikat akan berselawat ke atas individu yang berselawat.

17. Mendapat khabar gembira daripada Allah dengan balasan syurga.

18. Salam sejahtera pada huru-hara hari kiamat.

19. Rasulullah s..a.w. akan menjawab secara langsung ke atas setiap selawat yang dibacakan.

20. Mudah mengingat semula perkara-perkara yang lupa.

21. Mendapat kedudukan yang baik pada hari kiamat serta tidak akan kecewa pada hari itu.

22. Tidak akan merasai fakir.

23. Terpelihara daripada dihinggapi sifat bakhil.

24. Mendapat kesejahteraan daripada doa Rasulullah s.a.w. kepada yang berselawat.

25. Selawat akan menjemput setiap pengucapanya ke jalan syurga.

26. Menjauhkan seseorang itu daripada terlibat dalam majlis-majlis yang tidak disebut padanya nama Allah dan Rasul-Nya atau daripada majlis-majlis lagha.

27. Berselawat menyempurnakan kalam pujian Allah apabila disebut (di dalam doa), maka akan disambut selepas itu dengan kalimah selawat ke atas Nabi Muhammad s.a.w.

28. Selamat melintasi titian Sirat al-Mustaqim pada hari kiamat.

29. Disambut oleh Allah pada hari kiamat dengan kata-kata pujian yang lunak.

30. Mendapat balasan rahmat yang luas daripada Allah.

31. Mendapat keberkatan daripada Allah.

32. Mendapat kesempurnaan iman.

33. Kasih dan cinta kepada Rasulullah s.a.w.

34. Mendapat hidayah Allah dan dikurniakan hati yang sentiasa hidup mengingati Allah.

35. Setiap selawat yang dibaca akan dibentangkan di hadapan Rasulullah s.a.w. secara langsung.

36. Teguh pendirian dengan kebenaran.

37. Berselawat bererti kita menggunakan sebahagian hak-hak Rasulullah s.a.w. ke atas diri kita. Di samping itu ianya dianggap sebagai mensyukuri nikmat Allah yang mengurniakan dan mengutuskan Rasulullah s.a.w. kepada kita.

38. Berselawat juga bererti zikrullah, bersyukur serta mengikut segala nikmat yang dikurniakan oleh Allah.

39. Berselawat bererti melengkapkan pengertian berdoa dan memohon kepada Allah, ke atas Rasulullah s.a.w. dan kepada diri sendiri.

40. Antara kelebihan yang paling hebat kepada setiap individu ialah akan terjelma gambaran Rasulullah s.a.w. di dalam jiwanya.

41. Dikurniakan oleh Allah s.w.t. maqam seorang Syeikh dan Murobbi.

42. Mendapat kebahagiaan, ketenangan hidup di dunia dan akhirat.

PETUA MENYEMBELIH BINATANG

$
0
0
PETUA MENYEMBELIH BINATANG
AMALAN ALMARHUM TUAN GURU HJ HASHIM, MUDIR PONDOK PASIR TUMBOH DAN TOK2 GURU TUKANG SEMBELIH..

1. Supaya daging tidak berlemak;
a) Ada wudhu’ ketika sembelih binatang.

b) Mata pisau disapu terlebih dahulu dengan minyak yang ada dibahagian hidung kita.

c) Hulu pisau dibungkus dengan kertas atau sebagainya.

d) Mata pisau dikilir atau digerakkan dengan belakang tapak tangan.

2. Supaya daging binatang menjadi lembut;
a. Mata pisau diletak dekat butir halkum binatang

b. Kedudukan seluruh badan kita jangan berbetulan dengan mata pisau

c. Tahan nafas sewaktu hendak sembelih dan semasa sembelih maka nafas dilepas secara perlahan-lahan.

3. Bacaan ketika mahu sembelih binatang supaya daging tidak berbau busuk;

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الحَمْدُاللّهُمَّ هَذَا هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلْ مِنَّا كَمَا تَقَبَّلْتَهُ مِنْ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِكَ وَمِنْ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبِيْدِكَ وَرَسُوْلِكَ اللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالجَنَّة
َ
4. Selesai sembelih binatang maka sapukan hujung mata pisau kepada pipi binatang tadi supaya lalat tidak datang menghurungi daging.

5. Supaya mencukup atau memadai daging bagi setiap jamuan;

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ ِلإِيْلاَفِ قُرَيْشٍ إِيلاَفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ

Hembus dan sapu kepada badan binatang bermula bahu hingga punggungnya.

6. Jangan basuh tangan dan mata pisau sehingga binatang sembelihan benar-benar telah mati.

# Sebaiknya tukang sembelih tidak menjadi tukang yang memandikan mayat kerana biasanya boleh membawa kepada daging menjadi keras.

P/s : Jangan lupa pula adab2 dan syarat2 penyembelihan yang telah ditetapkan oleh syara'..

Wallahualam...

---

Dalam bergembira menyambut aidiladha, jgn lupakan bacaan Al Quran. Istiqomah dlm mendalami cahaya kehidupan, moga Allah menyuluh kita ke arah kebaikan di setiap tuturkata dan langkah. InsyaAllah.

HUKUM KUFUR Kepada Orang Yang Mengatakan Allah JISIM Tetapi Tidak Sama Dengan JISIM

$
0
0
HUKUM KUFUR Kepada Orang Yang Mengatakan Allah JISIM Tetapi Tidak Sama Dengan JISIM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

قَالَ اللهُ تَعَالَى: "لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ" (سُوْرَةُ الشُّوْرَى / ءاية: 11)، وَقَالَ تَعَالَى: "وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أحَدٌ " (سُوْرَةُ
الإِخْلاصِ / ءاية:4

أَقْوَالُ  الأَئِمَّةِ فِيْ تَنْـزِيْهِ اللهِ عَنِ الْمَكَانِ وَالْجِهَةِ وَالْجِسْمِيَّةِ

Ertinya: "Pendapat Imam-imam pada mentanzihkan Allah daripada tempat dan jihat (pihak yang enam) dan jisim".

نُصُوْصُ عُلَمَاءِ الْمَذَاهِبِ الأَرْبَعَةِ وَنَقْلُ الإِجْمَاعِ عَلَى تَكْفِيْرِ مَنْ يَقُوْلُ اللهَ جِسْمٌ كَالأَجَسْامِ وَعَلَى كُفْرِ مَنْ يَقُوْلُ اللهَ جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ

Ertinya: "Nas-nas para ulama’ empat mazhab dan pendapat ijma` atas pengkafiran (hukum kafir) sesiapa yang mengatakan Allah adalah jisim dan kufurnya mereka yang mengatakan Allah adalah jisim yang tidak serupa seperti jisim".

الإِمَامُ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ بْنِ حَنْبَلٍ وَمَالِكٌ وَأَبُو حَنِيْفَةَ وَالأَوْزَاعِيُّ وَاللَّيْثُ بْنِ سَعْدٍ وَاِسْحَقٌ بْنِ رَاهَوَيْهِ وَأَبُو مَنْصُوْرُ الْبَغْدَادِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَأَبُوْ بَكْرٍ بْنِ فُوْرَك وَأَبُو الْحَسَنِ الأَشْعَرِيُّ وَأَبُوْ الْحَسَنِ الْبَاهِلِيْ وَكُلُّ عُلَمَاءِ الأُمَّةِ الإِسْلامِيَّةِ كَفَّرُوْا مَنْ يَقُوْلُ عَنِ اللهِ جِسْمٍ وَلَوْ قَالَ لا كَالأَجْسَامِ:  

Ertinya: "Al-Imam al-Syafi`e dan Ahmad bin Hanbal dan Malik dan Abu Hanifah, al-Auza`ie, al-Laith bin Sa`ad, Ishaq bin Rahawaih, Abu Mansur al-Baghdadi, al-Baihaqi, Abu Bakar bin Furak, Abu al-Hassan al-Asy`ari, Abu al-Hasan al-Bahili dan kesemua ulama’ bagi umat Islam keseluruhannya telah mengkufurkan barangsiapa yang menyatakan tentang kejisiman Allah walaupun orang tersebut menyatakan Allah adalah jisim tetapi tidak serupa dengan jisim".

Al-Misbah al-Munir wa Sabah al-Tafrid al-Sahabi al-Jalil wa al-Khalifah al-Rashid Sayyiduna `Ali Ibn Abi Talib radhiyallahu`anhu (w. 40H) berkata[1]:

"سَيَرْ جِعُ قَوْمٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ عِنْدَا قْتِرَابِ السَّاعَةِ كُفَّارً.قَالَ رَجُلٌ يَاأَمِيْرَالْمُؤْمِنِيْنَ كُفْرُهُمْ بِمَاذَا أَبِالإِحْدَاثِ أَمْ بِالإِنْكَارِ .فَقَالَ بَلْ بِالإِنْكَارِ يُنْكِرُوْنَ خَالِقَهُمْ فَيَصِفُوْنَهُ بِالْجِسْمِ وَالأَعْضَاءِ".

Ertinya: "Ketika mendekati kiamat sekelompok orang dari umat ini akan kembali menjadi orang-orang kafir, salah seorang bertanya: "Wahai Amirul Mu`minin, kekufuran mereka dengan membuat-buat perkara baru atau dengan pengingkaran?" Sayyidina Ali menjawab: "Kekufuran mereka mengingkari pencipta, mereka menyifati-Nya (Allah Ta`ala) bahawa Ia adalah jisim dan memiliki anggota-anggota badan".

Al-Imam al-Mujtahid Muhammad Ibn Idris al-Syafi`e radhiyallahu`anhu (w. 203H) berkata[2]:

"مَنْ قَالَ أَوْ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ جَالِسٌ عَلَى الْعَرْشِ فَهُوَ كَافِرٌ".

Ertinya: "Barangsiapa berkata atau berkeyakinan bahawa Allah duduk di atas `Arasy maka ia telah kafir".

Al-Imam al-Mujtahid Muhammad ibn Idris al-Shafi`e radhiyallahu `anhu (w. 203H) berkata[3]:

"مَنِ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ  جَالِسٌ عَلَى الْعَرْشِ كُفْرٌ لا صَلاة وَرَاءَهُ".

Ertinya: "Barangsiapa yang berakidah (berpegang/berkeyakinan) bahawa Allah bersemayam (duduk) di atas `Arasy, maka dia menjadi kafir dan tidak boleh solat (makmum) di belakangnya".

Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah (w. 150H) radhiyallahu`anhu berkata bahawa[4]:

"مَنْ قَالَ بِحُدُوْثِ صِفَةٍ مِنْ صِفَاتِ اللهِ أَوْ شَكَّ أَوْ تَوَقَّفَ كَفَرَ".

Ertinya: “Barangsiapa berkata bahawa salah satu di antara sifat-sifat Allah adalah baharu atau ragu atau bersikap tawaqquf (tidak mengatakan baharu dan juga tidak mengatakan tidak baharu) maka ia telah kafir”.

Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah (w. 150H) radhiyallahu`anhu telah mengkafirkan sesiapa yang menyandarkan tempat bagi Allah Ta`ala iaitu seperti kata-nya dalam kitab-nya al-Fiqh al-Absat[5]:

"مَنْ قَالَ لا أَعْرِفُ رَبِّيْ فِي السَّمَاءِ أَوْ فِي الأَرْضِ فَقَدْ كَفَرَ وَكَذَا مَنْ قَالَ إِنَّهُ عَلَى الْعَرْشِ وَلا أَدْرِيْ الْعَرْشُ أَفِي السَّمَاءِ أَوْ فِي الأَرْضِ".

Ertinya: “Barangsiapa berkata: “Aku tidak tahu Tuhan-ku di langit atau di bumi”, maka dia telah kafir. Demikian juga, barangsiapa berkata: “Sesungguhnya Dia di atas `Arasy, dan aku tidak tahu adakah `Arasy itu di langit atau di bumi”.  

Telah berkata al-Imam Badr'al-Din Muhammad bin Bahadar bin `Abdullah al- Zarkasyi (w. 794H) di dalam Tasynif al-Masami` bi Jam`ie al-Jawami` Li al-Tajjudin al-Subki pada perbahasan ketujuh pada membicarakan bab IJTIHAD, bahawa al-Imam al-Mujtahid Ahmad ibn Hanbal radhiyallahu`anhu  (w. 231H) berkata[6]: 

"وَنَقَلَ صَاحِبُ ((الْخِصَالِ)) مِنَ الْحَنَابِلَةِ عَنْ أَحْمَدَ أَنَّهُ قَالَ: مَنْ قَالَ-أَيْ الله- جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ كَفَرَ، وَنَقَلَ عَنِ الأَشْعَرِيَّةِ أَنَّهُ يُفَسَّقُ، وَهَذَا النَّقْلُ عَنِ الأَشْعَرِيَّةِ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ".

Ertinya: "Dan telah dinaqalkan oleh pengarang kitab ((al-Khisal)) daripada para ulama' Hanabilah, daripada (al-Imam) Ahmad bahawa sesungguhnya beliau telah berkata: "Barangsiapa yang mengatakan Allah jisim tetapi tidak sama dengan semua jisim (jisim-jisim yang lain), KUFUR", dan telah dinaqalkan daripada para ulama' al-Asy`ariyyah bahawasanya (orang yang berkata Allah jisim tetapi tidak serupa jisim) dihukum FASIQ (sesat lagi mubtadi`), dan (pendapat) yang menukilkan pendapat tersebut dari para ulama' al-Asy`ariyyah (maka pendapat tersebut adalah) TIDAK SAHIH/TIDAK BENAR".

Al-Shaykh al-`Allamah Kamal al-Din ibn Human al-Bayadi Ibn al-Muhal al-Hanafi (w. 1098H) berkata[7]:

"مَنْ قَالَ اللهُ جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ كَفَرَ".

Ertinya: "Barangsiapa berkata bahawa Allah adalah jisim (duduk, bersemayam, bergerak, berubah dan lain-lain) yang tidak seperti semua jisim (yang tidak sama dengan manusia dan makhluk-Nya) maka ia telah kafir".          

Berkata al-Imam ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah al-Imam Abu al-Hassan al-Asy`ari radhiyallahu`anhu (w. 324H)[8]:

"مَنْ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ جِسْمٌ فَهُوَ غَيْرُ عَارِفٍ بِرَبِّهِ وَإِنَّهُ كَافِرٌبِهِ". 

Ertinya: "Barangsiapa berkeyakinan bahawa Allah adalah jisim maka ia tidak mengenal Tuhan-nya dan sesungguhnya ia telah kafir".

Berkata al-Syeikh Nizham al-Hindi radhiyallahu`anhu[9]:

"يَكْفُرُ يِإِثْبَاتِ الْمَكَانِ لِلَّهِ تَعَالَى. وَلَوْ قَالَ: اللهُ تَعَالَى فِي السَّمَاءِ فَإِنْ قَصَدَ لَهُ حِكَايَةَ مَا جَاءَ فِيْهِ ظَاهِرُ الأَخْبَارِ لا يَكْفُرُ وَإِنْ أَرَادَبِهِ الْمَكَانَ يَكْفُرُ". 

Ertinya: "Telah kafir orang yang menetapkan tempat bagi Allah Ta`ala. Sekiranya seseorang berkata: “Allah fi al-sama`”, jika dia maksudkan untuk menceritakan apa yang zahir dari nas-nas (tanpa makna tempat), maka tidak kafir. Adapun jika dia maksudkan dengan menetapkan tempat, maka dia telah kafir".

Al-Imam Muhammad Ibn Badr al-Din Ibn Balban al-Dimasyqi al-Hanbali radhiyallahu`anhu berkata[10]:

"فَمَنْ اعْتَقَدَ أَوْ قَالَ إِنَّ اللهَ بِذَاتِهِ فِي كُلِّ مَكّانٍ أَوْ فِي مَكَانٍ فَكَافِرٌ".

Ertinya: "Barangsiapa berkeyakinan atau berkata bahawasanya Allah dengan Dzat-Nya berada di setiap tempat atau di suatu tempat maka ia kafir".

Telah menaqalkan oleh al-Imam al-Nawawi daripada al-Imam Mutawalli al-Syafi`e radhiyallahu`anhu (w. 203H) berkata[11]:

"أَنَّ مَنْ وَصَفَ اللهَ بِالاتِّصَالِ وَالانْفِصَالِ كَانَ كَافِرًا".

Ertinya: "Sesungguhnya orang yang menyifatkan Allah dengan ittishal (menempel) dan infisal (berpisah) ia telah jatuh kafir".

Al-Syeikh Mahmud Muhammad Khaththab al-Subki radhiyallahu`anhu  berkata di dalam kitabnya "Ittihaf al-Kainat":

"وَقَدْ قَالَ جَمْعٌ مِنَ الْسَّلَفِ وَالْخَلَفِ : إِنَّ مَنِ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ فِي جِهَةٍ فَهُوَ كَافِرٌ".

Ertinya: "Ramai dikalangan ulama` salaf dan khalaf telah menegaskan bahawa orang yang menyakini Allah berada di suatu arah maka ia kufur".

Al-Mufassir Fakhr al-Din al-Razi (w. 606H) berkata dalam kitab tafsir-nya yang berjudul "al-Tafsir al-Kabir":

"إِنَّ اعْتِقَادَ أَنَّ الله َجَالِسٌ عَلَى الْعَرْشِ أَوْ كَائِنٌ فِي السَّمَاءِ فِيْهِ تَشْبِيْهُ اللهُ بِخَلْقِهِ وَهُوَ كُفْرٌ".

Ertinya: "Sesungguhnya keyakinan bahawa Allah duduk di atas `Arasy atau berada di langit adalah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya dan keyakinan ini (tasybih) adalah kekufuran".

Al-Mufassir Muhammad Ibn Ahmad al-Ansari al-Qurtubi al-Maliki (W. 671 H) dalam kitabnya al-Jami` li Ahkam al-Qur'an:

"الصَّحِيْحُ تَكْفِيْرُ الْمُجَسِّمِ لأَنَّهُ لافَرْقَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ عَابِدِ الصَّنَم".

Ertinya: "Yang sahih-nya mengkafirkan Mujassimah kerana bahawasanya tidak ada beza di antaranya (al-mujassim) dan di antara penyembah berhala".

Al-Syaikhul al-Azhar Syaikh Salim al-Bisyri al-Maliki radhiyallahu`anhu berkata[12]:

"مَنِ اعْتَقَدَ أَنَّ اللهَ جِسْمٌ أَوْ أَنَّهُ مُمَاسٌّ لِلسَّطْحِ الأَعْلَى مِنَ الْعَرْشِ وَبِهِ قَالَتْ الْكَرَّامِيَّةُ وَالْيَهُوْدُ وَهؤُلاءِ لانِزَاعَ فِيْ كُفْرِهِمْ".

Ertinya: "Barangsiapa berkeyakinan bahawa Allah adalah jisim atau Ia menyentuh bahagian atas `Arasy dan ini adalah keyakinan al-Karramiyyah (Mujassimah) dan orang-orang Yahudi mereka ini tidak diragukan lagi pada kekufuran mereka." 

Al-Imam al-Mujtahid Muhammad Ibn Idris al-Syafi`e radhiyallahu`anhu (w. 203H) berkata [13]:

"الْمُجَسِّمُ كَافِرٌ".

Ertinya: "Al-Mujassim (orang yang menyamakan Allah dengan jisim) kafir".

Al-Imam al-Hafiz Jalal al-Din `Abd al-Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyuti (w. 911H) berkata di dalam kitab-nya "al-Ashbah wa al-Naza’ir"[14]:

"قَالَ الشَّافِعِيُّ: لا يُكَفَّرُ أَحَدٌ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ. وَاسْتَثْنَىْ مِنْ ذَلِكَ: الْمُجَسِّمُ وَمُنْكِرُ عِلْمِ الْجُزْئِيَّاتِ".

Ertinya: "Al-Syafi`e berkata: "Tidak ada seorang pun ahli kiblat yang kafir. Terkecuali dari hal itu ialah Mujassim (orang berakidah tajsim) dan orang yang mengingkari ilmu (Allah berkenaan) juz’iyyat".

Maksud daripada kata-kata al-Imam al-Syafi`e tersebut adalah tidak boleh dikafirkan orang Islam kecuali mereka yang Mujassim (orang yang berkeyakinan bahawa Allah mempunyai jisim) dan orang yang mengingkari ilmu Allah secara juz’iyyat iaitu orang yang berkeyakinan bahawa Allah Ta`ala hanya mengetahui sesetengah perkara sahaja tidak secara keseluruhan. Sebagai contoh, Allah Ta`ala hanya mengetahui perkara yang sudah berlaku sahaja, adapun perkara yang belum berlaku tidak diketahui. Maka keyakinan seperti ini adalah kufur.

Al-Imam al-Mujtahid Abu Hanifah (w. 150H) radhiyallahu`anhu berkata bahawa:

قَالَ أَبُو حَنِيْفَةَ: "وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِي الْبَشَرِ فَقَدْ كَفَرَ" (وَهَذَا إِجْمَاعٌ كَمَا بَيَّنَ ذَلِكَ الطَّحَاوِيُّ فِيْ عَقِيْدَتِهِ).

Ertinya: "Dan barangsiapa mensifatkan Allah dengan salah satu daripada sifat manusia, maka ia telah kafir". (ini merupakan pendapat ijma’ seperti mana yang telah dijelaskan oleh at-Tahawi di dalam kitab akidah-nya). Al-Imam al-Faqih Abu Ja`far al-Tahawi radhiyallahu`anhu (w. 321H) di dalam risalah-nya "al-`Aqidah al-Tahawiyyah" berkata:

"وَمَنْ وَصَفَ اللهَ بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِي الْبَشَر فَقَدْ كَفَرَ".

Ertinya: "Dan barangsiapa mensifatkan Allah dengan salah satu daripada sifat manusia, maka ia telah kafir". 

Di antara sifat-sifat manusia ialah bersemayam atau duduk, bertempat, mempunyai roh, berbentuk, boleh dibayang, bergerak, berubah-ubah, berjisim, berhajat kepada sesuatu untuk hidup, lemah, mempunyai perasaan,  dan banyak lagi.

Al-Shaykh Shihab al-Din Ahmad Ibn Muhammad al-Misri al-Syafi`e al-Asy`ari yang dikenali dengan nama Ibn Hajar al-Haythami (w. 974H) berkata[15]:

"وَاعْلَمْ أَنَّ الْقَرَافِيَّ وَغَيْرَهُ حَكَوْا عَنِ الشَّافِعِيِّ وَمَالِكٍ وَ أَحْمَدَ وَأَبِي حَنِيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ الْقَوْلَ بِكُفْرِ الْقَائِلِيْنَ بِالْجِهَةِ وَالتَّجْسِيْمِ وَهُمْ حَقِيْقُوْنَ بِذَلِكَ".

Ertinya: “Dan ketahuilah bahawa al-Qarafi dan selain beliau telah menceritakan daripada al-Syafi`e, Malik, Ahmad dan Abu Hanifah radhiyallahu`anhum tentang pendapat kufur-nya golongan yang berpendapat dengan arah dan tajsim (bagi Allah Ta`ala), dan mereka (para imam mazhab tersebut) pasti tentang perkara tersebut”.

Al-Shaykh al-Mulla `Ali al-Qari al-Hanafi (w. 1014H) berkata lagi[16]:

"بَلْ قَالَ جَمْعٌ مِنْهُمْ - أَيْ مِنَ السَّلَفِ - وَمِنَ الْخَلَفِ إِنَّ مُعْتَقِدَ الْجِهَةِ كَافِرٌ كَمَا صَرَّحَ بِهِ الْعِرَاقِيُّ وَقَالَ: إِنَّهُ قَوْلٌ لأَبِي حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَ الأَشْعَرِيِّ وَالْبَاقِلانِيِّ". 

Ertinya: “Bahkan sekumpulan daripada kalangan ulama salaf dan ulama khalaf telah berkata bahawa orang yang beri`tiqad dengan adanya arah bagi Allah adalah kafir seperti yang diterangkan oleh al-`Iraqi dengan jelas iaitu dia berkata: “Sesungguhnya ini adalah pendapat bagi Abu Hanifah, Malik, al-Syafi`e, al-Asy`ari dan al-Baqillani”.

Al-Imam Muhammad ibn Badr al-Din ibn Balban al-Dimasyqi al-Hanbali radhiyallahu`anhu berkata[17]:

"فَمَنْ اعْتَقَدَ أَوْ قَالَ إِنَّ اللهَ بِذَاتِهِ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ أَوْ فِيْ مَكَانٍ فَكَافِرٌ". 

Ertinya: "Barangsiapa berkeyakinan atau berkata bahawasanya Allah dengan Dzat-Nya berada di setiap tempat atau di suatu tempat maka ia telah kafir" .   

Al-Imam Muhammad Ibn Badr al-Din Ibn Balban al-Dimasyqi al-Hanbali radhiyallahu`anhu berkata[18]:

"وَلايُشْبِهُ شَيْئًا وَلايُشْبِهُهُ شَيْءٌ, فَمَنْ شَبَّهَهُ بِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ فَقَدْ كَفَرَ كَمَنْ اعْتَقَدَهُ جِسْمًا أَوْ قَالَ إِنَّهُ جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ فلا تُبْلِغُهُ سُبْحَانَهُ الأَوْهَامُ وَلا تُدْرِكُهُ الأَفْهَامُ وَلا تَضْرِبُ لَهُ الأَمْثَالُ".

Ertinya: "Allah tidak menyerupai sesuatupun dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya, maka barangsiapa menyerupakan Allah dengan sesuatu diantara makhluk-Nya, maka ia telah kafir seperti orang yang menyakini Allah sebagai jisim atau mengatakan bahawa Allah jisim yang tidak seperti jisim, Allah subhanahu wata`ala tidak dapat dicapai oleh pemikiran, tidak boleh dikecapi oleh kefahaman dan tidak boleh disamakan dengan-Nya oleh sesuatu misal".

قَالَ الْحَافِظُ السُّيُوْطِيُّ عَبْدُ الرَّحْمَنِ جَلالُ الدِّيْنَ بْنِ أَبِي بَكْرٍ: "الْمُجَسِمُ كَافِرٌ قَطْعًا"يَعْنِي بِلا خِلافٍ وَلا تَرَدُّدٍ وَلا تَوَقُّفٍ وَلا شَكٍّ جَزْمًا.

Ertinya: "Telah berkata al-Hafiz al-Suyuti `Abd al-Rahman Jalal al-Din ibn Abi Bakr: “al-Mujassim (orang yang menyamakan Allah dengan jisim) kafir dengan qat`ie” yakni tanpa khilaf dan tanpa taraddud dan tanpa tawaqquf dan tanpa syak, jazam (iaitu yakin dengan sebenar-benar yakin bahawa orang menjisimkan Allah kufur)".

قَالَ أَبُو الْحَسَنِ عَلِيُّ بْنِ خَلَف بْنِ بَطَّال (فِيْ شَرْحِهِ عَلَى الْبُخَارِيْ الْجُزْءُ الْعَاشِرُ ص: 432) خِلافًا لِمَّا تَقُوْلُهُ الْمُجَسِّمَةُ مِنْ أَنَّهُ جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ: "وَاسْتَدَلُّوْا عَلَى ذَلِكَ بِهَذِهِ الآيَاتِ كَمَا اسْتَدَلُّوْا بِالآيَاتِ الْمُتَضَمِّنَة لِمَعْنَى الْوَجِه وَالْيَدَيْن وَوَصْفِهِ لِنَفْسِهِ بِالإِتْيَان وَالْمَجِيْءِ وَالْهَرْوَلَةِ فِي حَدِيْثِ الرَّسُوْلِ وَذَلِكَ كُلُّهُ بَاطِلٌ وَكُفْرٌ مَنْ مُتَأَوِّلِهُ"وَفِيْهِ تَكْفِيْرِ لِمَنْ يَقُوْلُ اللهُ جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ

Ertinya: "Telah berkata Abu al-Hasan ibn Khalaf ibn Battal (di dalam kitab syarahnya ke atas (kitab sahih) al-Bukhari (dalam) juzu’ ke sepuluh, halaman 432) …menyalahi perkataan yang diucapkan oleh golongan Mujassimah bahawasanya Allah adalah suatu jisim yang tidak serupa dengan jisim-jisim. Mereka telah mengambil dalil (untuk menyokong pendapat mereka tersebut) berdasarkan kepada ayat tersebut seperti mana mereka telah mengambil dalil daripada ayat-ayat yang mengandungi makna al-Wajh, al-Yadayh dan sifat-sifat yang disifatkan sendiri oleh Allah bagi diri-Nya dengan (seperti) mendatangi, berlari (seperti mana yang terdapat di dalam hadis Rasulullah ﷺ) dan yang demikian itu kesemuanya adalah batil dan kufur barangsiapa mentakwilkan (takwilan yang batil) dan padanya juga (ucapan di atas) pentakfiran bagi mereka yang mengatakan Allah adalah jisim yang tidak serupa dengan jisim-jisim".

وَمِثْلُ ذَلِكَ تَمَامًا قَالَ سِرَاجُ الدِّيْن اِبْنُ الْمُلَقِّنِ الشَّافِعِيُّ الْمُتَوَفَّىْ مِنَ 804هـ (فِيْ كِتَابِهِ التَّوْضِيْح الْمُجَلَّدُ 33 ص: 256): "فَإِنَّهُ يُكَفَّرُ مَنْ يَقُوْلُ عَنِ اللهِ جِسْمٌ لا كَالأَجْسَامِ"اهـ

Ertinya: "Dan pendapat yang sama seperti (pendapat di atas), telah berkata Siraj al-Din ibn al-Mulaqqin al-Syafi`e wafat pada tahun 804 hijrah (di dalam kitab-nya Al-Tawadih jilid 33, halaman 256: “Bahawasnya di hukum kufur bagi sesiapa yang mengatakan Allah adalah jisim yang tidak serupa dengan jisim-jisim". 

قَالَ الْقَاضِيُّ عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ نَصْرٍ الْبَغْدَادِيُّ الْمَالِكِيُّ الْمُتَوَفَّى سَنَةً 422هـ (فِيْ شَرْحِهِ عَلَى عَقِيْدَةِ مَالِكَ الصَّغِيْرِ ص: 28): "وَلا يَجُوْزُ أَنْ يُثْبِتَ لَهُ كَيْفِيَّةَ لأَنَّ الشَّرْعَ لَمْ يُرِدْ بِذَلِكَ، وَلا أَخْبَرَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلامُ فِيْهِ بِشَىْءٍ، وَلا سَأَلَتْهُ الصَّحَابَةُ عَنْهُ، وَلأَنَّ ذَلِكَ يَرْجِعُ إِلَى التَّنَقُّلِ وَالتَّحَوُّلِ وَإِشْغَالِ الْحَيِّزِ وَالاِفْتِقَارِ إِلَى الأَمَاكِنِ وَذَلِكَ يُؤَوِّلُ إِلَى التَّجْسِيْمِ وَإِلَى قِدَمِ الأَجْسَامِ وَهَذَا كُفْرٌ عِنْدَ كَافَةِ أَهْلِ الإِسْلامِ "اهـ

Ertinya: "Telah berkata al-Qadhi `Abd al-Wahhab ibn `Ali ibn Nasr al-Baghdadi al-Maliki wafat pada tahun 422 hijrah (di dalam (kitab) syarahnya ke atas akidah (Imam) Malik al-Saghi, halaman 28: “Dan tidak harus bahawa ditetapkan kaifiyyah bagi Allah kerana syara` tidak menyatakan yang demikian (ithbat kaifiyyah pada Dzat Allah) dan Rasulullah ﷺ tidak pernah langsung mengkhabarkan tentang hal tersebut kerana yang demikian itu membawa kepada penyandaran perpindahan, perubahan, mengambil tempat dan keberhajatan kepada tempat (pada Dzat Allah) kesemua tersebut membawa kepada penjisiman Allah dan keqidaman/kekalan jisim dan perkara tersebut adalah kufur di sisi umat Islam keseluruhannya". 

وَنَقَلَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ الْجَزِيْرِيْ (فِيْ كِتَابِهِ الْفِقْهِ عَلَى الْمَذَاهِبِ الأَرْبَعَةِ فِيْ الْمُجَلَّدِ الْخَامِسِ ص: 396) تَكْفِيْرُ الْمُجَسِّمِ، يَعْنِي أَنَّ الْمُجَسِّمَ كَافِرٌ فِي الْمَذَاهِبِ الأَرْبَعَةِ يَعْنِي الإِجْمَاعِ

Ertinya: "Dan dinaqalkan oleh `Abd al-Rahman al-Jaziri (di dalam kitab-nya “Al-Fiqh `ala al-Madhahib al-`Arba`ah" di dalam jilid lima, halaman 396: “Pengkufuran terhadap golongan Mujassim, iaitulah bahawasanya golongan Mujassim di hukum kufur di dalam mazhab yang empat iaitu (pendapat) ijma`". 

NOTA
[1] Diriwayatkan oleh Ibn al-Mu`allim al-Qurasyi (660-725H) di dalam kitab-nya "Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Mu`tadi". h. 588.

[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Mu`allim al Qurasyi dalam kitab-nya "Najm al-Muhtadi wa Rajm al Mu`tadi". h. 551.

[3] Diriwayatkan oleh al-Imam al-Qadhi Najm al-Din dalam kitab-nya "Kifayah al-Nabih" dan al-Imam Ibn Mu`allim al-Qurasyi (w. 725H) di dalam kitabnya Ibn Mu`allim al-Qurasyi dalam kitab-nya "Najm al-Muhtadi Wa Rajm al-Mu`tadi".

[4] Abu Hanifah al-Nu`man Ibn Thabit, al-Wasiyyah.

[5] Abu Hanifah al-Nu`man Ibn Thabit, al-Fiqh al-Absat - dikumpulkan dalam Majmu` Rasa’il Abi Hanifah dengan tahqiq al-Kawthari - , h. 12.

[6] Al- Imam Badr al-Din Muhammad bin Bahadar bin `Abdullah al- Zarkasyi, (t.t.), Tasynif al-Masami` Bi Jam`ie al- Jawami` Li al-Tajjudin al-Subki, Beirut: Dar al-Kutub al-I`lmiyyah, jilid. 2, hal. 249.. Dan juga diriwayatkan oleh al-Imam Ibn Hamdan di dalam kitab "Nihayah Al-Mubtadi’in", hal. 30.

[7] Al-Shaykh al-`Allamah Kamal al-Din al-Bayadi Ibn al-Muhal al-Hanafi (t.t.), Syarh Fath al-Qadir pada bab al-Imamah, (t.t.p), j. 1. hal. 403.

[8] Diriwayatkan di dalam kitab al-Nawadir.

[9] Syeikh Nizham al-Hindi(t.t), Al-Fatawa Al-Hindiyyah, (t.tp): Cetakan Dar al-Shadir, jilid. 2, hal. 259.

[10] Al-Imam Muhammad Ibn Badruddin Ibn Balban ad-Dimasyqi al-Hanbali(t.t), Mukhtashar al Ifadaat, (t.tp): (t.p), hal. 489

[11] Diriwayatkan oleh al-Hafiz al-Imam al-Nawawi di dalam kitab-nya “Raudhah al-Thalibin”, jilid. 10, hal. 15.

[12] Diriwayatkan oleh al-Syeikh Salamah al-Qodho`i al-`Azami` al-Syafi`e di dalam kitab-nya "Furqan Al-Quran, hal. 100.

[13] Al-Suyuti(t.t), al-Ashbah wan-Naza’ir fi Qawa`id wa-Furu` Fiqh al-Syafi`e, (t.tp): al-Maktabah al-Tawfiqiyyah, hal. 488.

[14] Al-Suyuti, Jalal al-Din `Abd al-Rahman b. Abu Bakar (1998), al-Ashbah wa al-Naza’ir fi Qawa`id wa-Furu` Fiqh al-Syafi`e, c-4, Beirut: al-Kutub al-Arabiy, hal. 744. - lihat dalam Kitab al-Riddah -

[15] Ibn Hajar al-Haythami(t.t), al-Minhaj al-Qawim `ala al-Muqaddimah  al-Hadramiyyah, Damsyik: Mua’assasah `Ulum al-Qur’an, hal. 224.

[16] Mulla `Ali al-Qari(t.t), Mirqat al-Mafatih Sharh Mishkat al-Masabih, Beirut: Dar al-Fikr, jilid. 3, hal. 300.

[17]  Al-Imam Muhammad ibn Badr al-din Ibn Balban al-Dimasyqi al-Hanbali(t.t), Mukhtashar al Ifadaat, (t.tp): (t.p), h. 489.
[18] Ibid, h. 490.

suntingan.AA
Kredit kepada Lebai Awie As-syam
Viewing all 343 articles
Browse latest View live